"Malik, aku akan lakukan apapun untuk membayar semua utang aku sama kamu. Tapi tolong, batalkan pernikahan ini. Aku sama sekali tidak mencintai kamu," pinta Indah memelas saat berbicara dengan Malik di taman belakang rumah, tempat acara pernikahan itu akan berlangsung."Lu pikir, gue cinta sama lu?" pekik Malik."Heh! Gue melakukan ini juga karena terpaksa. Gue nggak mau diomelin sama Oma dan gue nggak mau dijodohin sama Oma gue. Enggak usah ge-er, gue pastikan nggak akan pernah menyentuh lu sama sekali . Tiga bulan setelah kita nikah, kita bisa bercerai. Penghulu udah nunggu, ayo!" ajak Malik. Indah pun mencegah calon suami pura-puranya itu."Malik, tunggu," ucap Indah. Indah pun menggeleng."Gue udah beli panti asuhan itu seharga 1 milyar dan lu juga sudah menandatangani surat perjanjian yang gue kasih. Lu mau kabur? Silakan. Tapi, gue akan laporkan lu ke kantor polisi," ancam Malik."Ayo, cepat!" ajak Malik.Indah akhirnya masuk ke ruang di mana akad nikahnya bersama Malik akan seg
Amaliya duduk termenung di kamarnya. Tatapannya pada ranjang kosong itu. Tempat di mana biasa ia dan Mihran bercerita banyak hal sebelum beristirahat."Aku ingin kamu ada di sini, Mihran ...." lirih Amaliya.Ponsel Amaliya berdering. Sebuah notice pesan masuk melalui aplikasi berwarna hijau. Ternyata Mihran mengirimkan pesan.[Istriku lagi ngapain?]Dengan wajah kesal sekaligus penasaran, Amaliya akhirnya membalas pesan suaminya itu.[Kok kamu bisa chat aku. Memangnya kamu lagi nggak sibuk sama Eliza?]Mihran tersenyum membaca balasan Amaliya itu. Di dalam kamar mandi kamar Eliza, ia kembali menulis balasan sambil tersenyum.[Aku lagi sibuk mikirin kamu. Kamu mikirin aku nggak?]Dengan wajah cemberut sekaligus bahagia, Amaliya kembali membalas pesan sang suami."Aku lagi mikirin kamu sih. Tapi, nggak usah kasih tahu deh. Nanti kamu ge-er lagi," ucap Amaliya.[Ih, ngapain mikirin suami orang.]Mihran pun tertawa kecil saat membaca balasan Mihran itu. Ia pun kembali mengetik balasan c
Taher dan Arumi menunggu di depan kamar Amaliya. Saat sang Ibu keluar, Arumi pun langsung menanyakan keadaan Amaliya."Gimana Amaliya, Bu?" tanya Arumi."Amaliya diam. Dia tidak mau bicara sama sekali. Enggak tahu sampai kapan," jawab Oma Siska."Biar saya bicara, Bu. Saya nggak mau Amaliya hancur," sahut Arumi."Enggak perlu, Arumi. Dia tidak akan bicara. Biarkan dia tenang dulu. Jangan paksa dia bicara," cegah Oma saat menantunya itu hendak masuk ke kamar Amaliya."Ini semua gara-gara Mihran. Biar aku hajar dia," pekik Taher yang beranjak pergi tetapi Arumi pun mencegahnya."Percuma, Pa. Percuma Papa pakai kekerasan. Dar dulu Papa keras sama Mihran. Enggak ada hasilnya kan?" tegur Arumi."Tapi, Papa tidak bisa berdiam diri begitu saja melihat anakku sakit seperti ini!" tekan Taher yang kesal dengan tingkah menantunya."Daripada menggunakan kekerasan, lebih baik kita support Amaliya. Kita kuatkan dia," pekik Arumi."Sudah, sudah. Kalian jangan bicara di sini. Nanti kalau Amaliya deng
"Oma, Tante Della, ada apa sih?" tanya Amaliya ketik mendengar keributan yang terjadi."Aduh! Kenapa Amaliya ke sini sih? Mana cardigannya nggak dipakai lagi," gerutu Oma dalam hatinya."Aku tidak akan membiarkan Della mengetahui anaknya," batin Oma Siska."Aku tidak tahu di mana anak kamu. Jangan asal tuduh kamu!" gertak Oma Della yang langsung menarik Amaliya masuk ke dalam rumah."Pakai cardigan-nya cepat, Mel! Nanti kamu difitnah menggoda laki-laki sama Della. Ayo, cepat!" bentak Oma. Amaliya pun bergegas memakai cardigan-nya itu."Ibu Siska!""Cepat katakan. di mana anakku," pekik Della."Jangan mengalihkan pembicaraan. Kamu kenapa mengganti surat Mihran di dalam kaleng? Kamu mau menghancurkan rumah tangga cucuku?!" hardik Oma Siska. Della pun terdiam. Wajahnya terlihat panik.Saat Oma Siska hendak menampar Della, Amaliya langsung mencegahnya."Oma, sabar, Oma," ucap Amaliya menenangkan Omanya itu."Kamu kenapa bela dia?" ketus Oma."Oma, kita nggak bisa tuduh orang tanpa bukti,"
"Bu, aku mau bicara sebentar," ucap Taher yang langsung menarik tangan Oma Siska ke ruang kerjanya."Bu, apa maksud Ibu menyuruh orang untuk mengatakan kalau anakku dengan Della sudah meninggal," tanya Taher."Pasti Della yang ngomong kan. Dia fitnah Ibu. Kamu kayak nggak tahu aja gimana perempuan itu. Sekarang kamu percaya Ibu atau Della?!" pekik Ibu Siska pada anak lelaki satu-satunya itu. Taher pun terdiam. Tanpa disadari keduanya, jika Arumi sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Anaknya hilang itu karena keteledoran dia sebagai seorang Ibu. Jangan salahkan Ibu. Salahkan Della!" bentak Oma Siska."Anak kalian?" ucap Arumi.Taher dan Oma Siska pun seketika menatap ke arah Arumi berdiri. Ia tidak menyangka jika Arumi sudah mendengarkan semuanya."Maksudnya apa, Bu? Mas Taher sama Della punya anak?" gertak Arumi. Wajah Ibu Siska dan Taher pun seketika panik."Ma, Mama ...." panggil Taher ketika Arumi memilih pergi. Ibu Siska pun turut mengejarnya.------Arumi syok. Bukan saja ber
Wajah Eliza seketika panik. Airmatanya pun luruh ketika kata talak itu jatuh padanya.Mihran yang sejak awal menikahinya bukan karena cinta, dapat dengan mudah memilih antara Eliza ataupun Amaliya."Maafkan aku, Eliza Dari awal, kamu tahu aku tidak pernah mencintai kamu," seru Mihran."Mel, tolong bilang sama Mihran. Aku tidak mau diceraikan. Aku nggak bisa hidup tanpa dia ...." ucap Eliza terisak. Ia memohon pada sahabatnya itu agar mau membujuk suaminya. Agar menarik kata-katanya."Mihran, jangan talak aku. Aku mohon ... aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Mihran ...." ucap Eliza terisak. Ia mengemis agar tidak diceraikan."Mel, aku mohon, bicara sama Mihran," rintih Eliza menangis."El, aku nggak bisa berbuat apapun. Itu keputusan Mihran," jawab Amaliya."Bohong!""Ini sebenarnya kamu kan yang pengaruhi Mihran untuk talak aku? Jujur, Amaliya!" pekik Eliza menunjuk wajah sahabatnya itu."Amaliya itu tidak tahu apa-apa. Ini murni keputusan aku. Aku hanya mencintai Amaliya. Aku udah coba.
Eliza memutuskan pergi meninggalkan area ruang praktek dokter. Setelah mendengar sindiran dan cemoohan pasien lain, Eliza gerah dan akhirnya memilih pergi."Eliza, tunggu!" panggil Della."Kamu kenapa pulang?" tanya Della."Aku nggak kuat Tante dengar cemoohan orang. Aku jadi dikasihani," ujar Eliza dengan wajah sendu."Tante sebenarnya kurang setuju kamu satu dokter dengan Amaliya. Dokter itu kan. rekomen Ibu Siska. Mereka pasti dekat. Tante hanya khawatir jika kamu di nomor duakan,"ujar Della."Tapi mau gimana lagi Tante? Aku kan sudah terbiasa dengan dokter yang sama dengan Amaliya," sahut Eliza."Lebih baik kamu sama dokter kenalan Tante saja ya," bujuk Della.Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang praktek dokter Aufar. Di sana ia tidak lagi melihat Eliza dan Tante Della. Mihran pun akhirnya menghubungi Eliza.[Hallo, Eliza kamu ke mana? Ini kamu sudah dipanggil loh.][Aku sudah pulang, Mihran. Aku nggak kuat dengan sindiran orang. Kamu punya dua istri dan periksa di dokter
"El, kamu makan ya. Nanti kasihan bayi kamu kalau nggak makan," bujuk Amaliya."Aku suapin ya," kata Amaliya yang langsung memasukkan makanan ke mulut Eliza. Tiba-tibaEliza batuk dan makanan yang ada di mulutnya sengaja disemburkan ke Amaliya."Mel, maafin aku ya. Aku nggak sengaja," ujar Eliza meminta maaf."Iya nggak apa-apa. Kamu minum dulu ya," ujar Amaliya memberikan gelas berisi air putih. "Aduh, Mel, maaf, aku nggak sengaja ...." ujar Eliza yang kembali menyemburkan air yang baru diminumnya."El, kamu harus makan yang banyak dan bergizi ya biar anak kamu sehat," seru Amaliya."Mihran, aku mau mandi. Kamu temani aku mandi ya," pinta Eliza memelas.Mihran pun salah tingkah. Rasanya sulit menolak permintaan Eliza. Tapi, Mihran sadar jika ini akan menyakiti hati Amaliya. Amaliya pun hanya terdiam ketika Mihran memapah Eliza masuk ke dalam kamar mandi.-----Alia kesepian. Ia menghubungi Oma Siska dan mengadukan semuanya. Alia ingin kembali tinggal di rumah Omanya.[Alia kesepian