Taher dan Arumi menunggu di depan kamar Amaliya. Saat sang Ibu keluar, Arumi pun langsung menanyakan keadaan Amaliya."Gimana Amaliya, Bu?" tanya Arumi."Amaliya diam. Dia tidak mau bicara sama sekali. Enggak tahu sampai kapan," jawab Oma Siska."Biar saya bicara, Bu. Saya nggak mau Amaliya hancur," sahut Arumi."Enggak perlu, Arumi. Dia tidak akan bicara. Biarkan dia tenang dulu. Jangan paksa dia bicara," cegah Oma saat menantunya itu hendak masuk ke kamar Amaliya."Ini semua gara-gara Mihran. Biar aku hajar dia," pekik Taher yang beranjak pergi tetapi Arumi pun mencegahnya."Percuma, Pa. Percuma Papa pakai kekerasan. Dar dulu Papa keras sama Mihran. Enggak ada hasilnya kan?" tegur Arumi."Tapi, Papa tidak bisa berdiam diri begitu saja melihat anakku sakit seperti ini!" tekan Taher yang kesal dengan tingkah menantunya."Daripada menggunakan kekerasan, lebih baik kita support Amaliya. Kita kuatkan dia," pekik Arumi."Sudah, sudah. Kalian jangan bicara di sini. Nanti kalau Amaliya deng
"Oma, Tante Della, ada apa sih?" tanya Amaliya ketik mendengar keributan yang terjadi."Aduh! Kenapa Amaliya ke sini sih? Mana cardigannya nggak dipakai lagi," gerutu Oma dalam hatinya."Aku tidak akan membiarkan Della mengetahui anaknya," batin Oma Siska."Aku tidak tahu di mana anak kamu. Jangan asal tuduh kamu!" gertak Oma Della yang langsung menarik Amaliya masuk ke dalam rumah."Pakai cardigan-nya cepat, Mel! Nanti kamu difitnah menggoda laki-laki sama Della. Ayo, cepat!" bentak Oma. Amaliya pun bergegas memakai cardigan-nya itu."Ibu Siska!""Cepat katakan. di mana anakku," pekik Della."Jangan mengalihkan pembicaraan. Kamu kenapa mengganti surat Mihran di dalam kaleng? Kamu mau menghancurkan rumah tangga cucuku?!" hardik Oma Siska. Della pun terdiam. Wajahnya terlihat panik.Saat Oma Siska hendak menampar Della, Amaliya langsung mencegahnya."Oma, sabar, Oma," ucap Amaliya menenangkan Omanya itu."Kamu kenapa bela dia?" ketus Oma."Oma, kita nggak bisa tuduh orang tanpa bukti,"
"Bu, aku mau bicara sebentar," ucap Taher yang langsung menarik tangan Oma Siska ke ruang kerjanya."Bu, apa maksud Ibu menyuruh orang untuk mengatakan kalau anakku dengan Della sudah meninggal," tanya Taher."Pasti Della yang ngomong kan. Dia fitnah Ibu. Kamu kayak nggak tahu aja gimana perempuan itu. Sekarang kamu percaya Ibu atau Della?!" pekik Ibu Siska pada anak lelaki satu-satunya itu. Taher pun terdiam. Tanpa disadari keduanya, jika Arumi sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Anaknya hilang itu karena keteledoran dia sebagai seorang Ibu. Jangan salahkan Ibu. Salahkan Della!" bentak Oma Siska."Anak kalian?" ucap Arumi.Taher dan Oma Siska pun seketika menatap ke arah Arumi berdiri. Ia tidak menyangka jika Arumi sudah mendengarkan semuanya."Maksudnya apa, Bu? Mas Taher sama Della punya anak?" gertak Arumi. Wajah Ibu Siska dan Taher pun seketika panik."Ma, Mama ...." panggil Taher ketika Arumi memilih pergi. Ibu Siska pun turut mengejarnya.------Arumi syok. Bukan saja ber
Wajah Eliza seketika panik. Airmatanya pun luruh ketika kata talak itu jatuh padanya.Mihran yang sejak awal menikahinya bukan karena cinta, dapat dengan mudah memilih antara Eliza ataupun Amaliya."Maafkan aku, Eliza Dari awal, kamu tahu aku tidak pernah mencintai kamu," seru Mihran."Mel, tolong bilang sama Mihran. Aku tidak mau diceraikan. Aku nggak bisa hidup tanpa dia ...." ucap Eliza terisak. Ia memohon pada sahabatnya itu agar mau membujuk suaminya. Agar menarik kata-katanya."Mihran, jangan talak aku. Aku mohon ... aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Mihran ...." ucap Eliza terisak. Ia mengemis agar tidak diceraikan."Mel, aku mohon, bicara sama Mihran," rintih Eliza menangis."El, aku nggak bisa berbuat apapun. Itu keputusan Mihran," jawab Amaliya."Bohong!""Ini sebenarnya kamu kan yang pengaruhi Mihran untuk talak aku? Jujur, Amaliya!" pekik Eliza menunjuk wajah sahabatnya itu."Amaliya itu tidak tahu apa-apa. Ini murni keputusan aku. Aku hanya mencintai Amaliya. Aku udah coba.
Eliza memutuskan pergi meninggalkan area ruang praktek dokter. Setelah mendengar sindiran dan cemoohan pasien lain, Eliza gerah dan akhirnya memilih pergi."Eliza, tunggu!" panggil Della."Kamu kenapa pulang?" tanya Della."Aku nggak kuat Tante dengar cemoohan orang. Aku jadi dikasihani," ujar Eliza dengan wajah sendu."Tante sebenarnya kurang setuju kamu satu dokter dengan Amaliya. Dokter itu kan. rekomen Ibu Siska. Mereka pasti dekat. Tante hanya khawatir jika kamu di nomor duakan,"ujar Della."Tapi mau gimana lagi Tante? Aku kan sudah terbiasa dengan dokter yang sama dengan Amaliya," sahut Eliza."Lebih baik kamu sama dokter kenalan Tante saja ya," bujuk Della.Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang praktek dokter Aufar. Di sana ia tidak lagi melihat Eliza dan Tante Della. Mihran pun akhirnya menghubungi Eliza.[Hallo, Eliza kamu ke mana? Ini kamu sudah dipanggil loh.][Aku sudah pulang, Mihran. Aku nggak kuat dengan sindiran orang. Kamu punya dua istri dan periksa di dokter
"El, kamu makan ya. Nanti kasihan bayi kamu kalau nggak makan," bujuk Amaliya."Aku suapin ya," kata Amaliya yang langsung memasukkan makanan ke mulut Eliza. Tiba-tibaEliza batuk dan makanan yang ada di mulutnya sengaja disemburkan ke Amaliya."Mel, maafin aku ya. Aku nggak sengaja," ujar Eliza meminta maaf."Iya nggak apa-apa. Kamu minum dulu ya," ujar Amaliya memberikan gelas berisi air putih. "Aduh, Mel, maaf, aku nggak sengaja ...." ujar Eliza yang kembali menyemburkan air yang baru diminumnya."El, kamu harus makan yang banyak dan bergizi ya biar anak kamu sehat," seru Amaliya."Mihran, aku mau mandi. Kamu temani aku mandi ya," pinta Eliza memelas.Mihran pun salah tingkah. Rasanya sulit menolak permintaan Eliza. Tapi, Mihran sadar jika ini akan menyakiti hati Amaliya. Amaliya pun hanya terdiam ketika Mihran memapah Eliza masuk ke dalam kamar mandi.-----Alia kesepian. Ia menghubungi Oma Siska dan mengadukan semuanya. Alia ingin kembali tinggal di rumah Omanya.[Alia kesepian
Mihran dan Amaliya akhirnya keluar dari ruang dokter Ferry. Mihran marah karena menganggap jika Amaliya memfitnah Eliza yang sedang sekarat."Kamu tega memfitnah Eliza?!" gertak Mihran."Demi Allah, Mihran. Aku melihat sendiri kalau ini tuh tempat syuting," balas Amaliya membela dirinya."Oh, jadi kamu menganggap penyakitku ini bohongan? Semua hanya rekayasa? Enggak ada yang mau sekarat, Mel!" pekik Eliza."Kamu tenang saja, Mel. Setelah aku mati, kamu bisa memiliki Mihran seutuhnya," ucap Eliza dengan wajah sedih dan menahan kecewa.Eliza akhirnya pergi meninggalkan Amaliya dan Mihran. Penuh tanda tanya di benak Amaliya."El, Eliza ...." panggil Mihran."Aku semakin yakin jika Eliza mempunyai niat buruk sama aku ....""Eliza, tunggu!" cegah Mihran yang akhirnya berhasil membuat Mihran menghentikan langkahnya."Kamu jangan emosi dulu. Nanti berpengaruh sama anak kita," seru Mihran."Terus aku nggak boleh emosi ketika kamu, Amaliya dan semua orang menganggap aku merekayasa semua penya
Wajah panik nampak terlihat di wajah Mihran dan Amaliya. Begitupun dengan Della. Ibu Arumi dan Oma Siska ketika menunggu Eliza yang sedang di tangani di ruang UGD.Beberapa jam berlaluDokter yang menangani Eliza akhirnya keluar dari ruangan UGD. Mihran pun langsung menanyakan kondisi istri keduanya itu."Bagaimana keadaan Eliza, Dok?""Istri anda berhasil diselamatkan. Tapi, mohon maaf, bayinya tidak selamat ...." ucap sang dokter yang berlalu pergi."Anakku ....." Della seketika mengamuk. Dia merasa jika Mihran dan Amaliya harus bertanggungjawab atas meninggalnya anak Eliza."Puas kalian?""Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa!" gertak Della yang langsung pergi meninggalkan area ruang UGD."Tante, semuanya sudah hancur. Aku kehilangan anak aku, Tante ...." lirih Eliza yang menangis kehilangan bayinya.Mihran dan Amaliya serta Oma Siska dan Ibu Arumi pun masuk ke kamar perawatan Eliza. Nampak Della sedang mencoba menenangkan keponakannya."El, aku juga sedih atas k
Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka
Eliza terus mengalihkan agar Mihran membatalkan rencananya pergi ke rumah sakit. Namun, Mihran tetap bersikeras pergi menjenguk Tante Della."Mihran, kayaknya kita besok aja ya. Badanku lagi nggak enak dari tadi," dalih Eliza."Enggak usah. Sekarang aja ya. Kamu siap-siap!" pungkas Mihran. Eliza pun tidak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menggerutu dalam hati dsn berpikir bagaimana caranya agar rahasia itu tetap aman."Gimana ini, kalau Mihran ketemu Tante Della, bisa gawat. Kacau semuanya!" gumam Eliza dalam hati.Ani pun mencoba diam-diam mendatangi kamar Ayu. Ia harus menyelinap memberitahu sebuah informasi tentang sadarnya Tante Della."Yu, aku ada berita penting," ungkap Ani."Info apa?" tanya Ayu penasaran."Tante Della udah sadar. Sekarang Pak Mihran dan Bu Eliza sedang menuju rumah sakit. Yu, udah dulu ya. Ani mau kerja lagi, takut Ijah tahu bisa ngadu dia nanti," ujar Ani yang langsung meninggalkan kamar Ayu.Setelah memastikan Ani keluar dari kamarnya, Amaliya pun mengam
Seperti dugaan Eliza, Mihran memang mencurigainya dan mulai menginterogasinya. Bahkan tekanan Mihran membuatnya sulit menutupi kepanikannya."Kamu curiga kalau Dhika itu bukan anak aku, sama seperti kakaknya Ayu?" pekik Eliza."Siapapun yang melihat kamu, pasti akan berkata yang sama. Kamu itu nggak bisa dekat dengan anak kandung kamu sendiri," cecar Mihran."Jadi mulai sekarang, kamu dekati Dhika. Ambil hatinya," suruh Mihran. Mihran pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.Eliza pun mulai geram. Karena kata-kata Mihran, ia jadi dicurigai suaminya sendiri."Enggak adiknya, enggak kakaknya, sama saja bikin kesal!" gerutu Eliza."Semua rencana aku jadi berantakan!"-------Setelah berada di dalam kamarnya, Amaliya pun mencoba menghubungi Ridho untuk mempertanyakan soal kata-katanya yang justru semakin membuat Eliza akan membencinya.[Halo, Ridho. Maksud kamu apa sih tadi ngomong gitu sama Eliza?][Oh, aku sengaja ngomong gitu biar Mihran curiga. Aku juga ingin memancing emosi Eliza. Biar
Amaliya terus berpikir caranya keluar dari kamar sempit dan pengap ini. Memperhatikan sekeliling hingga akhirnya ia melihat sebuah jendela kecil. Amaliya akhirnya menggunakan sebuah meja kecil yang ada di dalam kamar untuk naik dan berusaha keluar melalui jendela kecil itu.Karena suara berisik dari dalam kamar, membuat kedua anak buah Eliza curiga dan akhirnya membuka pintu kamar yang terkunci."Heh, jangan kabur, luh!" teriak seorang pria bertubuh tinggi besar itu.Amaliya pun berhasil loncat keluar dan kabur meninggalkan rumah sempit tempat penyekapan. Namun, kedua anak buah Eliza tidak begitu saja menyerah. Keduanya pun mengejar Amaliya yang berlari sekuat tenaga. Sayangnya mereka pun berhasil menarik paksa Amaliya kembali."Lepaskan saya!"Amaliya terus berontak ketika kedua preman itu membawa paksa untuk kembali ke rumah penyekapan. Tiba-tiba ada 2 pria bertubuh tinggi besar datang menyelamatkannya. Kedua anak buah Eliza pun dibuat kocar-kacir setelah kalah baki hantam."Kalian