Saat malam hari, Harnum baru siuman dari pingsannya. Bayangan saat Albern membunuh seorang wanita tawanannya, serta ketika Albern mengambil organ dalam tubuh wanita tersebut, masih teringat jelas dalam benaknya."Tidaakk ...!" Harnum berteriak.Albern yang pada saat itu sedang menjaga Harnum, bergegas menghampirinya. Ia langsung memegang bahu Harnum. Mata Harnum terbelalak ketika melihat kehadiran Albern, ia menggeleng-gelengkan kepalanya sembari beringsut mundur."Pembunuh! Iblis! Aku benar-benar sangat membencimu! Aku ingin kembali ke Indonesia, bebaskan aku!" seru Harnum.Gigi Albern gemeretak mendengarnya. Ia langsung menarik kaki jenjang Harnum, hingga Harnum sudah duduk di dekat sang King Mafia. Albern memegang wajah Harnum dengan mata yang memerah. Harnum sangat ketakutan melihatnya, karena kini Albern kembali menunjukkan sikap iblisnya."Jangan menguji kesabaranku, Dewi Harnum! Kau adalah wanitaku. Nyawa dan hidupmu ada dalam genggamanku!" murka Albern.Harnum menggelengkan ke
Sejak kejadian kali kedua Albern merudapaksa Harnum, membuat Harnum semakin pendiam. Dia tidak pernah mau keluar dari kamarnya, dia hanya melamun dan melamun, bahkan makan pun jika tidak dipaksa oleh Albern, dia tidak mau memakannya. Semakin hari tubuh Harnum semakin kurus. Keceriaan yang selalu terpancar di wajah cantiknya, kini benar-benar menghilang dan berganti dengan wajah yang selalu muram dan bersedih. Albern yang melihat kondisi Harnum tersebut merasa sangat frustasi, menyesal pun tidak ada guna, karena semuanya sudah terjadi. Yang bisa Albern lakukan hanya berusaha bersabar untuk membujuk Harnum, agar bisa kembali seperti dulu lagi, namun, semua yang ia lakukan sia-sia, karena Harnum justru akan marah dan semakin membencinya.Siang itu, Albern sengaja memasak untuk Harnum. Ia sengaja memasak makanan kesukaan Harnum. Ia membawa makanan tersebut ke dalam kamar Harnum."Harnum, makan dulu, ini sudah siang. Kau dari pagi belum makan," ujar Albern.Akan tetapi, Harnum tidak mena
"Untuk malam ini tidak mengapa kau mengenakan pakaian haram itu. Aku juga mengantuk, ayo tidur bersama," ucap Rully.Monica menganga mendengar ucapan Rully. "Apa maksudmu, Tuan Rully?" tanya Monica dengan mimik wajah heran."Sudahlah, kau ini cerewet sekali. Kau pikir perjalanan dari Italia ke Indonesia itu hanya satu jam, dua jam saja? 13 jam lebih, Monic! Dan aku sangat lelah, aku mengantuk. Sekarang aku ingin tidur." Tanpa menghiraukan Monica, Rully langsung menuju ke ranjang milik Monica.Monica mematung sembari menatap Rully. Ia bingung akan tidur di mana, karena kini Rully sudah tidur di sana, di tempat tidurnya. Monica akan tidur di lantai, namun, suara Rully yang menggelegar mengejutkannya."Hey! Mengapa kau malah bengong dan tidur di lantai? Ayo, tidurlah, besok pagi kita akan kembali ke Italia," ujar Rully.Monica semakin bingung dengan ucapan Rully. "Apa maksudmu, Tuan Rully?""Sudahlah, aku mengantuk. Tidur di sampingku, atau kuseret kau ke sini!" ucap Rully dengan sarkas.
Ketika bibir Albern hampir menyentuh bibir Harnum, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Albern benar-benar merasa sangat kesal dibuatnya. Albern mengabaikan suara ketukan pintu tersebut, ia kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Harnum."Al, ada yang mengetuk pintu, coba kau lihat dulu, barangkali ada keperluan penting," ucap Harnum.Albern memeluk erat pinggang ramping Harnum, ia benar-benar merindukan momen ini. "Harnum, I love you, aku menginginkanmu," bisik Albern.Harnum terdiam mendengar ucapan Albern. Ia mengerti apa maksud dari kata-kata sang King Mafia itu, yang menginginkan bercinta dengannya. Harnum menatap Albern dengan mata berkaca-kaca, hatinya kembali berdenyut karena ia merasa tidak memiliki harga diri lagi di hadapan Albern."Al, tolong hormati aku, aku mohon." Air mata sudah bercucuran di pelupuk mata Harnum."Aku sangat menghormatimu, Dewi Harnum!" tegas Albern.Tanpa membuang waktu, Albern langsung membopong tubuh Harnum dan dibawanya ke atas ranjang. Harnu
Emosi Albern semakin memuncak, ketika dia melihat Rully yang lagi dan lagi membela Harnum dan memasang badan untuk menyelamatkan nyawanya. Napas Albern sudah naik turun karena emosi, dia langsung menyelipkan belatinya dan dia langsung menendang perut Rully. Rully langsung terjengkang, ia memegangi perutnya yang terasa sangat sakit dan kram akibat tendangan dari sang King Mafia yang sangat kuat.Albern langsung menarik kerah baju Rully dan ia memukul wajahnya secara membabi-buta. Karena Albern tidak puas dengan semua itu, ia pun memukul dada dan perut serta wajah Rully. Kini, Rully sudah babak belur, darah bercucuran dari luka-luka di wajahnya, bibirnya pecah akibat pukulan Albern yang sangat kuat.Albern sudah seperti iblis yang kehausan akan nyawa orang, dia menginjak dada Rully hingga Rully terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah. Harnum yang melihat itu tidak bisa hanya berdiam diri saja, dia langsung berlari dan memohon kepada Albern agar menghentikannya."Tuan Al, aku mohon … aku m
"Nona Harnum memang wanita yang sangat sempurna. Aku pun mengaguminya, dan mencintainya," ucap Rully.Monica seketika terdiam mendengar ucapan Rully tersebut. Entah mengapa, ketika Monica mendengar Rully mengatakan bahwa dia mencintai Harnum, Monica seperti merasakan ada sesuatu yang berbeda di dalam hatinya. Namun, dia masih bingung apa yang tengah dia rasakan itu, sebab, antara dirinya dengan Rully tidak memiliki hubungan spesial.Kini, Monica mengobati luka-luka Rully dalam diam. Dia sudah tidak banyak berbicara lagi, dia hanya fokus membersihkan dan mengobati luka-luka Rully saja. Sedangkan Rully memperhatikan perubahan sikap pada Monica. Rully menatap Monica dalam diam.'Mengapa Monica langsung berbeda dan berubah sikapnya, setelah aku mengatakan tentang perasaanku terhadap Nona Harnum?' batin Rully.Ketika Rully dan Monica sedang larut dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan adanya suara dari luar ruangan. Monica yang penasaran bergegas keluar, tapi, kare
"Apa yang tengah kalian lakukan, hah!?"Monica dan George terkejut mendengar suara tersebut, mereka langsung menoleh ke arah sumber suara, dan ternyata itu adalah suara Rully. Wajah Rully terlihat memerah, matanya menatap nyalang pada George dan Monica.Tiba-tiba Rully menerjang George, hingga terjadilah baku hantam. Monica yang melihat itu berteriak histeris meminta mereka untuk menghentikan perkelahian tersebut, namun, baik George maupun Rully, tidak ada yang mau mengalah.“Tuan Rully, Tuan George, mengapa kalian berkelahi? Tolong hentikan!” teriak Monica.“Aku akan menghabismu, George. Aku tidak menyangka bahwa kau juga ternyata laki-laki biadab. Tega sekali kau ingin melakukan perbuatan bejat terhadap Monica!” sentak Rully, “Seperti tidak ada wanita lain saja di luar sana. Monica itu tidak seperti wanita yang sering kau tiduri, brengsek!” teriak Rully.George tidak menerima ucapan Rully tersebut, karena dia tidak merasa bahwa dirinya akan melakukan perbuatan seperti yang Rully tud
“Aku merindukanmu,” bisik Albern.Harnum mengernyitkan keningnya. Ia merasa seperti ada yang aneh pada Albern. “Hey! Aku setiap hari, setiap malam ada di sini, selalu bersamamu, tapi mengapa kau merindukanku? Hmm,” ujar Harnum.“Entahlah … aku merasa seperti akan berpisah denganmu,” jawab Albern.Harum tercenung mendengar ucapan Albern. Karena, tidak seperti biasanya Albern berbicara seperti itu. Harnum menatap Albern dengan dalam, entah mengapa, tiba-tiba perasaannya merasa tidak enak ketika mendengar ucapan Albern tersebut, karena seolah-olah akan terjadi sesuatu yang buruk.“Al, apa maksudmu berbicara seperti itu? Aku tidak mengerti,” tanya Harnum.Albern tidak langsung menjawab pertanyaan Harnum tersebut, dia menyungingkan senyum dan mengelus kepala Harnum lalu mengecup keningnya. “Tidak apa-apa, mungkin karena ini perasaanku yang sangat dalam terhadap dirimu, mungkin karena aku yang sangat mencintaimu, jadi, di saat aku akan pergi meninggalkanmu, aku merasa cemas yang berlebihan,
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai