DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 66Siang hari, Bunda memberi kejutan dengan membawa Violet ke kamar rawat inapku. Bayi mungilku datang bersama Mbok Asih, yang langsung berlinang air mata karena melihatku tergolek lemah dengan luka lebam di bibir, serta perban di kepala dan lengan. Karena aku sudah tidur cukup lama berkat obat tidur yang diberikan dokter, tenagaku sudah mulai pulih. Vio bayiku yang belum genap berusia dua bulan itu menggapai gapaikan tangannya ke arahku."Oh sayang. Mama kangen."Aku menciumi wajah mungilnya. Bayiku merengek seakan minta digendong. Tapi Bunda segera menjauhkannya dariku dan memberinya susu dalam botol."Nadya nggak boleh gendong dulu ya. Itu luka di lengan kirimu belum sembuh. Sabar. Vio nggak akan kemana-mana kok." Ujar Bunda."Kalau sudah sembuh, antar aku ke klinik laktasi ya Bang. Mudah mudahan ASI-ku bisa keluar lagi." Ujarku sambil memandang Vio yang lahap menyusu dari dalam botol dengan hati sedih. Karena sempat depresi saat Papa meninggal, A
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 67Aku berdiri, namun tangan wanita itu terulur, seakan menahan apapun gerakan yang ingin aku lakukan. "Kau wanita yang pemberani. Tapi seperti kataku tadi, berhati hatilah."Usai mengucapkan kata-kata itu, dia lalu pergi dengan cepat. Langkah kaki bersepatunya meninggalkan gema di dadaku. Aku terdiam dengan dada berdebar, kali ini tak sanggup melakukan apa apa. Bagaimana bisa ada orang yang begitu serupa? Aku tidak pernah bisa melupakan wajah Jenny, wanita yang menjadi selingkuhan Mas Haris. Bagaimana wajahnya yang cantik mengeras dan berang luar biasa saat tahu dirinya di pecat dari kampus.Apakah hidupku yang penuh bahaya masih belum berakhir?Pintu terbuka lagi. Kali ini wajah Bang Emir tiba-tiba muncul. Aku langsung menghambur ke dalam pelukannya. Abangku satu satunya adalah saudara kandung ku yang tersisa. Wajahnya sungguh mirip Papa, membuatku semakin terisak."Nadya." Bang Emir memegang kedua bahuku. "Kenapa kau selalu membuat Abang khawatir?
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 68Entah kapan hidupku yang penuh kejutan ini akan kembali berjalan normal. Seakan akan dalam dunia sinetron, baru saja aku menikmati malam pertama yang kedua bersama suamiku, subuh buta seperti ini aku dikejutkan oleh pesan singkat dari Tante Eva. Berulang kali aku membaca pesan itu. Setengah tak percaya."Sayang? Kamu sudah bangun?"Aryan masuk, dia baru kembali dari dapur. Pasti habis menyiapkan bahan bahan untuk dimasak setelah shalat subuh nanti.Aku menoleh. Wajahku yang terlihat tegang itu pasti terlihat olehnya. Aryan meraih ponsel dari tanganku. Dia mendesah."Mandi dan sholat dulu. Habis sarapan, kita ke Lapas." Ujarnya sambil mengelus kepalaku."Kira-kira apa yang ditinggalkan Tante Liana untukku Bang?""Aku tidak bisa menduga-duga. Aku harap bukan sesuatu yang buruk."Aku mengangguk. Sayup sayup di kejauhan, adzan subuh berkumandang. Aku bangkit menuju kamar mandi. Belum sempurna pintu kututup, suara Aryan terdengar lagi."Sayang, mau dite
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 69Aku menatap wanita itu. Usianya mungkin tak jauh beda denganku dan jelas dia lebih muda dari Jenny. Sikapnya yang polos itu bisa saja dengan mudah membuat orang percaya. Tapi pengalaman mengajarkan padaku bahwa aku tak bisa begitu saja mempercayai orang lain. Apalagi yang baru ku kenal.Aku membalas senyumnya, berniat mengikuti alur permainannya. Dia tampak senang sekali melihatku mau membalas senyumnya."Aku berharap bisa menjadi sahabatmu.""Bagiku, sahabat yang paling baik setelah seorang wanita menikah adalah suaminya sendiri." Jawabku pelan, sambil meremas tangan Aryan yang sejak tadi berdiam diri mengamati kami. 'Tentu saja Intan adalah pengecualian. Selain sahabat, dia juga saudaraku.' Bantah ku dalam hati.Aryan membalas remasan tanganku dan memberiku isyarat agar segera pergi."Senang berkenalan denganmu Sindy. Saya dan Nadya permisi." Ujar Aryan sopan. Tanpa menunggu jawaban Sindy, kami berlalu dan naik ke dalam mobil. Dari kaca spion dap
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 70PoV INTANAku menatap lelaki yang baru dua hari ini menjadi suamiku. Sejak setengah jam yang lalu, tangannya tak henti berselancar di atas layar ponsel mahalnya. Entah apa yang dia kerjakan di sana. Aku yang sejak tadi mondar mandir dari dapur ke ruang tengah, tempatnya duduk, bahkan sama sekali tak mampu mengalihkan perhatiannya dari benda pipih itu.Aku duduk di sebelahnya dan meletakkan secangkir vanilla late buatanku sendiri. Biasanya jika kami mampir ke coffee shop, minuman itulah yang akan di pesannya."Terima kasih Sayang."Surya meletakkan ponselnya dia atas meja. Dia tersenyum sambil mengusap pipiku sekilas. Namun, aku tetap bisa menangkap takut wajahnya yang menegang. Layar ponsel nya sudah gelap dan aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk memberinya privacy.Surya menyesap kopinya, lalu memejamkan mata, seakan akan tengah merasakan nikmat yang menjalar di seluruh tenggorokan. Perlahan, raut wajahnya mulai mengendur."Jadi kita beran
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 71PoV NADYA"Ayo semangat!"Aku nyengir mendengar Aryan berteriak seakan sedang menjadi supporter sepak bola. Dia lalu berjalan ke dapur, hendak membuatkanku susu almond. Aku tengah memangku Vio, menyodorkan pu*ing payudaraku ke bibir mungilnya yang kini sibuk menjilati dan berusaha menghisap. Di hari pertama kemarin, belum ada setetespun ASI yang keluar sehingga membuatku sedih. Tapi setelah hari ketiga, aku bisa tersenyum karena akhirnya, ASI ku keluar meski baru satu dua tetes saja. Vio yang awalnya terbiasa memakai dot selama tiga minggu ini, awalnya menolak dan menangis keras. Dia mengalami bingung puting. Tapi dengan kesabaran dan ketelatenan, bayiku akhirnya bisa menyusu lagi."Harus sering sering disusui ya Mbak. Dan kalau bayi tidur, bisa dirangsang dengan alat pompa. InsyaAllah kalau tekad Mbak Nadya kuat, adik Vio bisa minum ASI lagi."Bu Farida sang konselor laktasi yang kami kunjungi sangat ramah dan membantu. Dia mengajariku bagaimana p
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 72"Nadya, tolong aku Nadya. Mas Hendra sepertinya kena serangan jantung. Aku harus bagaimana?"Aku terdiam sejenak dengan hati berdebar. Wajah Sindy yang polos dan memelas seakan membayang di wajahku. Juga kata-katanya di pemakaman Tante Liana kemarin. Dia rela berpura-pura atas kematian madunya demi meraih simpati orang lain. Dia membuang identitas demi hidup nyaman berlimpah harta, bahkan tak mengakui hubungan darahnya dengan sang kakak. Bagaimana aku harus percaya pada orang seperti dia?"Nadya…""Sindy, Kau salah menghubungi orang. Seharusnya yang kau panggil itu dokter, bukan aku. Lagi pula, bukankah kau bisa menyetir? Di rumahmu ada ART kan? Bawalah Om Hendra ke rumah sakit.""Tapi aku…""Maaf ya. Ini sudah larut malam. Aku tadi lupa mematikan ponsel. Bye Sindy. Segeralah hubungi dokter." Ujarku lalu menyudahi percakapan dan mematikan ponsel tanpa menunggu jawaban darinya..Apa sebenarnya yang ingin dia rencanakan? Tiba-tiba saja, aku teringat
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 73"Nadya… Sayang…"Ada yang menepuk-nepuk pipiku. Lalu sepasang tangan memeluk tubuhku yang menegang. Ponsel ditangan, yang tanpa sadar ku cengkraman erat-erat ditarik orang. Lalu suara isak tangis samar terdengar.Allah, aku rasanya tak ingin bangun lagi jika kenyataan yang nanti akan kuterima terlalu menyakitkan. Tidak cukupkah aku kehilangan Mama dan Papa. Kenapa harus Intan juga?Tiba-tiba suara tangis bayi melengking, membuatku terkejut. Reflek, aku melepaskan diri dari pelukan sosok tubuh beraroma maskulin yang sangat kukenal tadi. Aku membuka mata dan mendapati Vio menangis keras dalam gendongan Mbok Asih. Mbok Asih sendiri sibuk menenangkan Vio sambil mengusap air matanya sendiri.Aku mengerjakan, mengulurkan tangan hendak mengambil Vio, tapi tangan Aryan menahanku."Kau yakin kuat menggendong Vio?"Aku mengangguk, merasakan dadaku yang mengeras, merespon suara Vio yang meminta ASI. Aryan memberi isyarat pada Mbok Asih, yang segera memberikan