Setelah menendang tubuh si pemimpin yang sudah menemui ajal dan menyarungkan kembali pedang pendeknya, Pancaka langsung melompat ke kuda lalu menggebah kuda tersebut hingga berlari.
Danurwenda terbengong melihat tindakan Pancaka tersebut sambil garuk-garuk kepala. Menghempas napas sejenak, menggeleng lalu menyusul si pengawal pribadi Raden Jatnika itu."Ternyata ada orang yang berwatak aneh seperti dia," batin Danurwenda.Dua hari kemudian mereka sampai di pantai selatan. Sepanjang jalan memang tidak menemui hambatan lagi, tapi naluri mereka yang tajam merasakan bahwa sepanjang perjalanan selalu ada yang mengikuti secara diam-diam.Mereka tidak khawatir apalagi takut. Selama tidak menggangu, maka mereka juga tidak akan membuat masalah. Danurwenda dan Pancaka fokus pada tugas yang sedang diemban.Di pantai ini tampak sepi karena bukan merupakan dermaga tempat berlabuhnya kapal dari berbagai wilayah.Karena ini hanya tempat khususMelihat Danurwenda yang hanya melumpuhkan lawan saja, tidak sampai membunuh, maka Pancaka juga bertindak serupa.Pancaka tidak menarik senjatanya. Dia menggunakan jurus pertahanan dengan sesekali melakukan serangan balasan. Itu juga hanya untuk merobohkan lawan tanpa membunuh."Kepandaian mereka setingkat senapati, berarti tugas mereka sangat penting!" ujar seseorang yang bersembunyi di balik rimbun pohon, melihat ke arah pertempuran dari jauh."Apa perlu menambah pasukan, Gusti?" tanya satu orang lagi di sebelahnya."Tidak perlu, kita hanya menguji saja. Kebetulan mereka juga tidak ada niat membunuh, padahal mudah saja kalau mau melakukannya,""Jadi bagaimana, Gusti Senapati?""Biarkan mereka masuk, aku akan menyambutnya!"Dengan kualitas belasan penyerang yang rendah, maka pertempuran pun berlangsung singkat. Danurwenda dan Pancaka sudah merobohkan semua lawannya. Mereka berdua sudah semakin masuk ke dalam pulau.
Janggala yang tadinya berdiri di dekat pintu, kini sudah duduk di samping permaisuri. Meski di usiannya yang sudah lima puluh tahun, tapi wajahnya masih tampak gagah dengan bulu-bulu tipis.Tatapan Janggala begitu menghujam dalam ke bola mata permaisuri yang juga tengah menatapnya. Ratnacitra seperti melihat satu sosok perkasa yang membuat gairahnya memuncak."Sekarang tumpuan kita hanya putramu, Amoksa. Aku akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk membantunya. Kakang Gandacitra memang gagal, tapi Amoksa tidak akan gagal. Kawunghilir harus bangkit dan menjadi ancaman kuat bagi Galuh!"Ketika berkata tadi, tangan Janggala sudah meraba ke balik kemben permaisuri dan meremas salah satu gunung kembar yang masih tampak kencang dan mulus itu."Oohh ...."Permaisuri mendesah lirik, kedua matanya menyipit, wajahnya mendongak dengan bibir ranum yang merekah. Napasnya menghempas pelan menimpa wajah Janggala.Lelaki gagah perkasa ini tak ku
Danurwenda merasakan energi yang lebih kuat dari sebelumnya, tenaga dalam orang ini bisa dikatakan setara dengan Birawayaksa alias Prabu Gandacitra. Energi ini menyerang dengan tekanan sangat kuat.Segera saja dia gunakan Ilmu Raga Angin, dia merasa belum saatnya menghadapi wanita yang belum jelas wujudnya ini."Gawat, masih ada orang sesakti ini di sini!" Pikiran Danurwenda langsung menduga-duga.Serangan tak kasat mata itu terus mengejarnya, beruntung Ilmu Raga Angin membantunya bergerak lebih cepat, sehingga serangan perempuan itu hanya sia-sia."Gila, gerakannya secepat itu. Aku tidak bisa meraba keberadaannya. Walaupun tidak tahu seberapa tinggi ilmunya, tapi dia cukup berbahaya dan bisa menjadi lawan tangguh!"Wanita setengah baya ini akhirnya tidak meneruskan mengejar Danurwenda. Ada urusan yang lebih penting yang sedang dia tangani. Lalu dia berbalik dan melesat ke atas bukit.Di lereng bukit mendekati puncak terdapat seb
"Baiklah, aku mengerti dan sekarang aku akan memutuskan mengenai isi pesan rajamu," kata Permaisuri Ratnacitra kemudian.Dari tadi Danurwenda tidak pernah mendengar Ratnacitra menyebut nama kebesaran raja, baik itu 'Gusti' atau 'Prabu', wanita ini hanya mengucapkan 'rajamu' saja.Namun, itu tidak jadi masalah bagi Danurwenda, walau sebenarnya mengandung suatu maksud tertentu. Danurwenda menunggu sang tuan rumah melanjutkan bicara."Kami akan memenuhi anjuran raja kalian untuk tinggal di Karang Kamulyan. Kami merasa sangat berterima kasih karena istana sudah memperhatikan kehidupan kami. Tentu ini suatu anugerah bagi kami. Walaupun sudah memberontak, tapi kerajaan masih mau mempedulikan kami,""Gusti Prabu hanya memandang satu orang saja sebagai pemberontak," kata Danurwenda, "sementara keluarganya tidak dianggap terlibat. Makanya Gusti Prabu memberikan kemurahan hatinya, tidak seperti raja lain yang menganggap Gusti Permaisuri sebagai harta rampas
Segulung angin badai berhembus dari langit menghancurkan pusaran angin dan lidah air di bawah. Hal ini membantu Ilmu Bayu Buana yang ingin menyingkirkan serangan lawan tersebut."Kraaak ... Kraaak ...!"Danurwenda tersenyum memandang ke atas, sedangkan Pancaka masih berusaha bertahan agar tidak terpental jatuh ke laut.Sementara Nini Manjeti terkejut melihat sesuatu yang menukik dari atas langit menuju perahu yang ditumpangi dua utusan Galuh."Kurang ajar, makhluk apa itu?"Orang sakti andalan keluarga permaisuri ini tambah tenaga dalam lagi. Kedua tangan diputar beberapa kali lalu dihentakkan ke depan.Swuuugh!Segelombang angin berhawa panas menerjang ke arah sosok yang terbang menukik. Sosok burung raksasa dengan bulu berwarna merah kecoklatan yang tidak lain adalah si Jalu.Rajawali raksasa ini sadar akan datangnya serangan. Selagi menukik dia putar tubuh dua kali dengan sayap mengembang lebar.Wush!Dari putarannya ini menghasilkan angin badai menghalau serangan. Dua gelombang an
Tugas Danurwenda selanjutnya adalah menjemput Prabarini yang asli. Menurut keterangan yang didapat, putri Senapati Mandura tinggal di seorang juragan di wilayah kerajaan Kalingga bersama Bekel Kartaguna.Artinya Danurwenda dan Pancaka harus menyeberangi sungai Pemali.Perlahan Pancaka sudah berubah sikap, tidak lagi angkuh seperti sebelumnya. Dia mulai ramah kepada Danurwenda.Keduanya sudah memasuki wilayah kerajaan Kalingga dengan perjalanan berkuda. Sepanjang jalan Danurwenda menceritakan asal usulnya yang merupakan anak pasangan pendekar Sepasang Rajawali Sakti.Anehnya Danurwenda mengetahui hal itu dari mimpi. Pancaka juga heran tentang sosok yang merawat dan mendidik Danurwenda yang disebut Eyang, tidak pernah sekali pun mengetahui wujudnya."Mungkin kau orang pertama yang tahu," ujar Danurwenda."Lalu Prabarini palsu?""Aku belum sempat memberitahunya,"Selama perjalanan itu pula, setiap ada kesempatan, Danurwenda membuka kitab pemberian orang tuanya. Ternyata bukan hanya beris
Gadis ini lebih cantik dari Mayang, istrinya yang direbut orang. Kulitnya putih, tidak seperti gadis di negeri ini yang pada umumnya berwarna sawo matang.Dari sisi birahi, Saksana mungkin tertarik melihat tubuh indah nyaris sempurna bagai bidadari turun dari langit. Mataya lentik, senyumnya menawan.Namun, dari sisi hati yang masih menyimpan trauma, dia tidak ingin mengulangi kepahitan untuk yang ke dua kalinya. Apalagi gadis ini lebih cantik, pastinya banyak lelaki yang menginginkannya.Namanya Selasih, dia mengaku sudah yatim piatu dan dari kecil dirawat serta dididik oleh Eyang tanpa wujud itu. Dia juga datang ke sini atas perintah Eyang.Eyang yang tak pernah menampakkan wujudnya itu memang memerintahkan keduanya untuk berguru kepada sepasang rajawali raksasa di gunung ini.Menurut Eyang, mereka cocok sebagai pasangan yang akan mewarisi jurus-jurus dan ilmu dari burung rajawali sakti yang hanya ada sepasang ini.Akhirnya hanya karena perintah Eyang, Saksana tinggal di sana untuk
Pasukan yang dikumpulkan Senapati Janggala adalah orang-orang yang masih setia kepada Kawunghilir. Jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar tiga puluh orang saja, tapi semuanya memiliki kepandaian di atas prajurit biasa.Sekarang pasukan yang selama ini dilatih di pulau pengasingan telah siap mengabdi untuk junjungan mereka yang baru yaitu Raden Amoksa.Amoksa yang telah mendapat kesaktian baru menyematkan nama baru di belakang namanya. Amoksa Naga Sangkala, itulah sebutannya sekarang.Pasukan Amoksa meninggalkan pulau pengasingan menggunakan tiga perahu besar. Sampai di darat, kereta kuda sudah disiapkan untuk ibundanya.Amoksa menunggangi kuda di depan, Janggala menjadi kusir kereta dan pasukan dibagi dua. Lima belas di depan bersama Amoksa dan lima belas di belakang kereta kuda.Tujuan pertama Amoksa adalah sebuah desa terkaya dan luas di dekat sungai Pemali. Desa Andir namanya, dulu desa ini berada di dekat kota raja Kawunghilir yang sekarang telah lenyap menjadi perkampungan biasa s