Burung raksasa ini melenting ke atas lalu menukik ke bawah dengan cara berputar. Danurwenda terkejut karena burung tersebut meluncur ke arahnya seperti hendak menerkam.
Tambah terkejut lagi dari belakang menghempas angin kuat, lalu terdengar suara melengking memekak telinga."Kraaak ...!"Danurwenda menoleh sedikit ke belakang, ternyata ada satu burung raksasa lagi yang juga tengah menukik ke arahnya. Burung ini bulunya berwarna putih kemerahan. Ukurannya sedikit lebih besar dari yang pertama.Si pemuda sudah siap menghindar dengan melompat ke atas menggunakan Ilmu Raga Angin. Akan tetapi baru setengah jalan kedua burung itu tiba-tiba meliuk ke atas lagi seolah membatalkan niatnya menerkam Danurwenda.Pendekar muda ini tidak menyadari dari kepalanya memancarkan cahaya putih berkilau yang membuat mata kedua burung silau sehingga mengurungkan serangannya.Danurwenda heran, tidak tahu apa sebabnya. Sudah dua kali cahaya putih dari dUntungnya sepasang rajawali tunggangan milik orang tua Danurwenda ini mengerti. Mereka tidak memaksa pemuda itu untuk tinggal di sana. Mereka juga paham masalah yang sedang dihadapi putra majikan mereka itu.Akhirnya Danurwenda di antar ke luar gua dengan menunggangi rajawali betina atau yang disebut Bikang ini. Danurwenda diturunkan di kaki gunung sebelah timur."Terima kasih, Bibi Bikang!" begitulah Danurwenda menyebutnya sekarang.Si Bikang angguk-angguk kepala lalu mengepakkan sepasang sayapnya sehingga tubuhnya melayang ke atas. Angin yang berhembus akibat kepakan sayap tersebut cukup kuat, tapi tidak sampai menggoyahkan Danurwenda.Kemudian Danurwenda berkelebat dengan Ilmu Raga Angin, tetapi baru belasan tombak ke depan dia memperlambat gerakannya.Pemuda ini memasuki sebuah hutan kecil yang tidak begitu rindang, sehingga cahaya matahari masih bebas menembus ke tanah.Yang membuat Danurwenda melambatkan larinya, di depan s
Markas tugas perbatasan timur.Di ruang depan rumah tugas, Sutasena kedatangan dua orang tamu, semuanya laki-laki bertampang gagah. Dari pakaian dan perawakannya mencirikan mereka dari kalangan pendekar.Kedua pendekar ini sama kekar, tingginya rata-rata orang biasa saja. Yang satu kulitnya agak gelap, wajahnya terlihat kasar ditambah rambut yang tergerai tanpa ikat kepala membuat orang ini terkesan urakan."Terima kasih atas kesediaan Tuan Pendekar berdua memenuhi undangan saya, Pendekar Cakar Naga," Sutasena menjura kepada orang ini. "Dan Kampala Si Kaki Besi!" Kemudian Sutasena juga menjura kepada lelaki satunya.Kampala Si Kaki Besi tampilannya lebih bersih dan rapi dari pada Pendekar Cakar Naga. Rambutnya tersisir rapi dikuatkan oleh ikat kepala bercorak batik. Kulitnya juga lebih terang.Sebagai ciri khas dan sesuai dengan julukannya, kedua kaki Kampala mulai dari telapak sampai di bawah lutut terbungkus kain hitam yang dililit deng
Pertarungan dua senapati melawan dua pendekar pendukung Sutasena. Secara tenaga dalam, kedua pendekar itu lebih unggul dibandingkan dua perwira kerajaan Galuh ini. Namun, senapati Gandara dan Jayana pantang mundur.Prabarini berdiri di dekat Ki Dirah, dia telah memberi tahu prajurit di tempat itu sebelumnya agar tidak ikut campur urusan atasan mereka dengan menjelaskan bahwa Sutasena hendak memberontak. Jadi dari pada dicap pemberontak lebih baik berdiam diri saja."Pergilah tangkap dia!" kata Ki Dirah. Nada suaranya berbeda dari biasanya. Sikapnya juga seperti bukan orang biasa. Lalu dia mengawasi pertarungan dua senapati, tetapi tangannya tampak memberikan sesuatu kepada Prabarini.Gadis ini menerima benda itu lalu langsung menelannya, setelah itu segera bergegas masuk mengejar Sutasena.Sesuai dengan julukannya, Kampala lebih sering menggunakan kedua kaki untuk menyerang lawannya. Meski begitu Senapati Jayana tidak mau kecolongan karena sewaktu
"Mohon ampun Gusti Senapati, hamba terpaksa membawa Putri Prabarini mengungsi dari desa. Karena tidak diduga sekelompok orang bertopeng datang merampok dan membantai seluruh warga. Kami mengungsi ke daerah wetan karena lebih aman."Hamba ingat ada ciri khusus pada gerombolan perampok itu dan lebih dipertegas oleh si pemimpin yang ternyata seorang wanita bernama Citrasari. Wajahnya sangat mirip dengan Gusti Putri dan ternyata dia adalah Putri Prabu Gandacitra dari kerajaan Kawunghilir yang telah musnah beberapa tahun yang lalu."Setelah diselidiki ternyata mereka sedang menyusun kekuatan untuk menggempur Galuh. Lebih parah lagi Citrasari tahu wajahnya mirip dengan Prabarini. Maka, hamba harap Gusti Senapati berhati-hati akan kedatangan Citrasari yang menyamar sebagai Gusti Putri, karena mereka akan menuju ke kota raja."Orang-orangnya akan selalu mencari Gusti Putri, menghalangi atau bahkan membunuhnya. Maka hamba segera membawa Gusti Putri mengungsi ke tem
"Masih ada cara lain kalau kau ingin meraih cintamu," kata Ki Dirah alias Prabu Gandacitra."Berarti Ayah tidak akan membunuhnya?" Ada setitik harapan dalam benak Prabarini. Perasaannya memang sudah begitu mendalam terhadap Danurwenda."Asal kau lanjutkan perjuangan!" pinta sang ayah."Bagaimana caranya?""Untuk sekarang ini biarlah dia tidak tahu siapa kita. Nanti, setelah kita menduduki istana Galuh, baru kau mencarinya, menariknya ke istana!"Bola mata Citrasari mendadak berbinar, wajahnya tidak lagi sayu, berubah cerah dan seperti memancarkan harapan. Kalau dia dan ayahnya sudah berkuasa di Galuh, tidak mungkin Danurwenda akan menolaknya."Baiklah, aku akan melanjutkan perjuangan membangkitkan kembali Kawunghilir!""Aku akan mencegah Danurwenda mendekatimu untuk sementara sampai perjuangan kita berhasil. Berjaga-jaga agar dia tidak mengetahui kita yang sebenarnya,""Dan Ayah harus berjanji, tidak akan beruba
Dua orang berkuda ini tidak lain Senapati Jayana dan Gandara, sedangkan orang yang diikat dibawa di atas kuda tunggangan Senapati Jayana adalah Sutasena.Kedua senapati ini langsung turun begitu sampai di depan Raden Jatnika. Mereka menjura bersama."Lapor, Gusti. Kami membawa pengkhianat yang hendak melakukan makar," kata Senapati Jayana setelah menjura lalu menunjuk ke Sutasena yang melintang di atas punggung kuda."Aku sudah tahu!" ujar Raden Jatnika. Kedua senapati langsung memandang ke arah Danurwenda, mengira pemuda itu pasti sudah memberi tahu."Tapi, yang lebih berbahaya bukan dia," lanjut Raden Jatnika membuat kedua senapati saling pandang tidak mengerti.Yang mereka tahu putra sulung Raja ini memiliki kesaktian yang linuwih, seperti manusia setengah dewa yang bisa weruh sedurung winarah. Akhirnya Gandara dan Jayana menunggu penjelasan lebih lanjut."Kalian melihat seorang lelaki tua bersama Prabarini?" tanya Raden Jatni
Citrasari menjadi tegang ketika kereta kuda tiba-tiba berhenti. Gadis ini segera melihat ke depan. Sementara Ki Dirah tampak tenang saja. Salah seorang prajurit berkuda menghampiri dari sisi kereta."Kira-kira dua puluh tombak di depan sana ada empat orang menghadang di tengah jalan, salah satunya Danurwenda," lapor si prajurit.Citrasari langsung terkejut, hatinya jadi berdebar-debar. Empat orang? Siapa tiga orang lainnya?Sang ayah melihat jelas kecemasan di mata putrinya. "Kamu tenang saja," katanya, "maju terus!" perintahnya kepada prajurit tadi. Kereta pun melaju lagi."Dia sudah tahu siapa kita sebenarnya," lanjut Ki Dirah atau Prabu Gandacitra."Bagaimana dan dari mana dia bisa tahu?""Kau masih ingat ketika dia aku jebak dengan kematian Senapati Mandura?" tanya Prabu Gandacitra mengingatkan.Prabarini palsu mengangguk pelan. "Dia hendak memberikan sebuah benda titipan dari seorang bekel,""Aku menduga dan kemungkinan be
Sebelum keluar tadi Prabu Gandacitra sudah yakin dan bulatkan tekad. Dia mampu mengalahkan Raden Jatnika. Di sisi lain dia tidak ingin mengambil resiko kegagalan akibat sikap putrinya.Makanya dia memasukan ramuan pembangkit kesaktian dengan dosis tinggi ke dalam tubuh putrinya. Dengan ramuan tersebut, bukan hanya akan membuat putrinya menjadi sakti untuk sementara waktu, tapi juga bisa mengendalikan pikirannya. Semacam ilmu gendam sehingga bisa menuruti apa yang diperintahkan.Akhirnya dalam keadaan tidak sadar Citrasari mengikuti perintah ayahnya untuk membunuh Danurwenda.Sekarang dia sudah berhadapan dengan Raden Jatnika. Dari awal pertempuran memang sudah dimulai sejak dua hawa sakti saling bertemu.Pasukan yang berada di belakang Prabu Gandacitra sampai menjauh mundur beberapa tindak supaya tidak terkena imbas pertarungan hawa sakti ini.Prajurit asli dari Galuh merasa heran kenapa lelaki yang dipercaya Prabarini itu malah bertarung dengan pu
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal