Shena Caroline, seorang Wanita yang baru saja turun dari bis sambil memainkan ponselnya itu, baru saja pulang dari kerja part timenya di tengah kota.
"Kok engga ada lowongan kerja buat pagi hari sih," ucap Shena Sambil menatap ponselnya mencari pekerjaan. Pasalnya ia masih seorang mahasiswa yang bekerja serabutan di kafe-kafe dan di rumah makan, tapi itu hanya berlaku pada malam hari di waktu-waktu tertentu. Dia ingin mencari pekerjaan lagi untuk di pagi hari, karena bulan ini jadwal kuliahnya banyak di siang hari, jadi dia ingin memanfaatkan pagi hari untuk bekerja sekalian sedikit berolah raga. Shena menggaruk-garuk kepalanya, ia sangat merasa frustasi karena ia sangat membutuh uang sekarang, untuk membayar sewa rumah.
"Loh kok malah ke hutan," kaget Shena saat menyadari kalau yang dia lewati bukan jalan menuju rumahnya, melainkan jalan menuju hutan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
"Ahh... Begok banget sih, padahal udah 5 tahun hidup sendiri masih aja lupa jalan, begok, tolol, bodoh kamu Shena," ucapnya merutuki dirinya sendiri.
Wanita itu berbalik, berjalan menuju jalan raya, kakinya sudah sangat lelah, dia ingin segera sampai dirumah untuk beristirahat. Untuk menuju jalan raya dia harus melewati gang-gang kecil.
"Ayo semangat Shena," ujarnya menyemangati dirinya sendiri. "Pakai earphone dulu deh."
Shena berjalan menunduk sambil bersenandung, tiba-tiba dia merasa ada seseorang yang sedang mengikutinya. Shena menoleh kebelakang, namun tidak ada orang disana. Dia mempercepat langkahnya, agar segera sampai di jalan raya. Saat mulai masuk ke dalam gang kecil, Shena berpapasan dengan seorang gadis SMA yang masih menggunakan seragam, gadis itu berjalan sedikit lambat karena dia fokus dengan ponselnya, Shena yang merasa gelisah berjalan lebih dulu meninggalkan gadis itu di belakangnya. Namun beberapa menit kemudian langkah gadis itu sudah tidak terdengar lagi, membuat Shena berlari. Dan lagi-lagi dia merasa ada yang mengikutinya, Shena melihat di depan ada pembelokan dan ada sebuah gubuk, dia langsung belok untuk bersembunyi, sambil berjalan mengendap ngendap.
"Tuhann tolong lindungi aku." Shena melanjutkan perjalannya, namun baru beberapa langkah...
"AAAAAAA..." terdengar suara teriakan membuat Shena berhenti dan menutup telinganya.
"Gadis itu?" Shena menoleh kebelakang.
"AAAAAA..." lagi-lagi teriakan itu terdengar, Shena yang tadinya ingin pulang jadi mengurung niatnya, sekarang dia malah mencari asal teriakan itu dari mana.
"Gad--" Shena menutup mulutnya, dia melihat seorang lelaki dengan pakaian serba hitam, kepalanya di tutupi dengan tudung hoodie, dan wajahnya di tutupi dengan masker hitam. Shena terbelalak hebat saat orang itu mencekik leher gadis berseragam itu dengan tangan kanannya, lalu tangan kirinya memegang sebuah pisau.
Shena mundur selangkah, saat melihat gadis itu sudah melemas akibat di cekik. Shena mulai merasakan bau amis yang menyengat, dia sedikit melirik dan melihat kaki dan tangan gadis itu ternyata sudah berlumuran darah. Shena seakan sedang menonton flim pembunuhan yang biasa dia tonton dengan sahabatnya di rumah. Pikiran kotor tentang psychopath mulai masuk kedalam otak Shena.
Apa yang selanjutnya akan dia lakukan? apa dia akan mengeluarkan semua organ gadis itu? Atau dia akan menusuk tubuh gadis itu hingga tak berbentuk?
"AAA!" pekik Shena saat melihat lelaki itu mulai mengukir lengan gadis itu dengan pisau. Dia langsung berlari kencang, karena sudah tidak berani lagi untuk melihat gadis SMA itu disiksa. Namun sayang, keberuntungan tidak sedang berada di pihaknya, tangan Shena di tarik lalu tubuhnya di banting ke tembok membuat punggung Shena terasa sakit.
"S-siapa kau?" tanya Shena memejamkan wajahnya, dia takut melihat mata lelaki yang berada di depannya.
Lelaki itu mendekati wajahnya dengan wajah Shena. Shena meneguk salvitanya, dia menciup bau mint dari tubuh lelaki itu.
"Buka mata mu," ucap lelaki itu dengan suara berat membuat Shena membuka matanya perlahan. Terlihat jelas sorot mata yang tajam dengan bola mata yang coklat, menatap Shena seperti ingin membunuh.
"J-jangan bunuh ak--"
"Akhirnya aku menemukan mu."
Setelah turun dari bis, Shena berlari menuju kelasnya. Dia melirik jam di tangannya sekilas, yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi, yang artinya kelas sebentar lagi akan segera di mulai. Namun saat melihat kelasnya, terlihat masih banyak yang keluar masuk, dan masih banyak juga yang duduk di taman depan kelasnya, membuat Shena berjalan santai sambil memasukkan tangannya di saku celananya."Pagi kak Rangga yang ganteng," sapa shena pada salah satu lelaki yang sedang berjalan bersama tema-temannya di lorong menuju kelasnya."Pagijuga Shena yang cantik," balas Rangga dengan senyum yang mengembang lebar, hingga lesung pipinya terbentuk."Yang di sapa cuman Rangga nih? Mentang-mentang cuman Rangga yang ganteng," ucap lelaki yang berada di samping Rangga bernama Sagara.
"Aiss... pak Andi merepot sekali sih nyuruh cari referensi pakai buku perpus segala, ahh."Shena berjalan mengelilingi perpustaan untuk mencari buku referensi yang disuruh pak Andi. Pasalnya saat dia maju tadi, ada yang kurang lengkap, membuat Shena harus menglengkapinya sekarang juga, padahal sebelum pak Andi sadar dengan kekurangan tugas Shena, dia sudah mengatakan bagus. tapi saat di bacanya ulang dia menyadari kekurangan itu."Haahhh.... Keselll mana gue laperr lagi ah!" Shena mulai kesal, kepalanya seketika ingin meledak karena buku yang dia cari tidak kunjung ketemu. Dia memilih untuk duduk menyender meluruskan kaki sambil membaca ulang jurnalnya.Namun saat membaca jurnal, Shena tiba-tiba teringat dengan Athur yang mungkin sekarang sedang duduk sendiri di dalam kelas. "Ath
Athur merenggangkan ototnya yang terasa pegal, pasalnya pulang dari kampus tadi dia langsung berkuntat dengan berkas-berkas di kantornya. Memang benar Athur belum lulus kuliah, tapi dia sudah di beri tanggung jawab oleh ayahnya sebagai pimpinan di perusahaan ayahnya. Awalnya dia merasa dia tidak mampu dalam mengelola perusahaan ayahnya, tapi setelah dia pelajari sendiri dia mulai paham dengan kinerja perusahaannya bagaimana dan sekarang sudah bisa mengurus perusahaan ayahnya sendiri. Setelah selesai memeriksa semua berkas, Athur merapikan berkas-berkas tersebut lalu bangkit dari bangkunya dan bergegas pulang. Dia merasa tubuhnya sangat butuh tempat tidur yang sangat nyaman sekarang. Sepanjang jalan menuju parkiran, ia mendapat sapaan dari beberapa karyawannya, terutama karyawan perempuannya, yang suka sekali menebar
Shena berjalan menuju kelasnya dengan cepat, dia baru saja pulang dari kerja part time di salah satu rumah makan sebagai pelayan. Ia tak sempat untuk mandi ketika sampai di rumah tadi, untungnya dia membawa parfum dengan aroma yang enak untuk di hirup dan tahan lama.Sampai di kelas Shena melihat sudah banyak murid yang datang membuatnya segera mencari tempat duduk sebelum dosen datang, tapi hanya ada dua tempat duduk yang kosong, satu di samping Athur dan satu lagi di samping Eric, kawan satu SMAnya dulu. Shena binggung ingin duduk di mana. Dia menatap Athur dan Eric bergantian, namun saat melihat wajah Athur yang datar dan sedang meliriknya tajam, membuat Shena berjalan menuju meja Eric. Dia teringat dengan kejadian kemarin betapa anehnya tingkah Athur kepada dirinya."Gue duduk di sini yah," ucap Shena meminta izin terlebih dahulu sebelum duduk."Disini ada Victor," ucap Eric."Ahh... Victor duduk sama Athur ajalah," seru Shena mengangkat tas Eri
Shena berjalan menuju kelasnya dengan cepat, dia baru saja pulang dari kerja part time di salah satu rumah makan sebagai pelayan. Ia tak sempat untuk mandi ketika sampai di rumah tadi, untungnya dia membawa parfum dengan aroma yang enak untuk di hirup dan tahan lama.Sampai di kelas Shena melihat sudah banyak murid yang datang membuatnya segera mencari tempat duduk sebelum dosen datang, tapi hanya ada dua tempat duduk yang kosong, satu di samping Athur dan satu lagi di samping Eric, kawan satu SMAnya dulu. Shena binggung ingin duduk di mana. Dia menatap Athur dan Eric bergantian, namun saat melihat wajah Athur yang datar dan sedang meliriknya tajam, membuat Shena berjalan menuju meja Eric. Dia teringat dengan kejadian kemarin betapa anehnya tingkah Athur kepada dirinya."Gue duduk di sini yah," ucap Shena meminta izin terlebih dahulu sebelum duduk."Disini ada Victor," ucap Eric."Ahh... Victor duduk sama Athur ajalah," seru Shena mengangkat tas Eri
Athur merenggangkan ototnya yang terasa pegal, pasalnya pulang dari kampus tadi dia langsung berkuntat dengan berkas-berkas di kantornya. Memang benar Athur belum lulus kuliah, tapi dia sudah di beri tanggung jawab oleh ayahnya sebagai pimpinan di perusahaan ayahnya. Awalnya dia merasa dia tidak mampu dalam mengelola perusahaan ayahnya, tapi setelah dia pelajari sendiri dia mulai paham dengan kinerja perusahaannya bagaimana dan sekarang sudah bisa mengurus perusahaan ayahnya sendiri. Setelah selesai memeriksa semua berkas, Athur merapikan berkas-berkas tersebut lalu bangkit dari bangkunya dan bergegas pulang. Dia merasa tubuhnya sangat butuh tempat tidur yang sangat nyaman sekarang. Sepanjang jalan menuju parkiran, ia mendapat sapaan dari beberapa karyawannya, terutama karyawan perempuannya, yang suka sekali menebar
"Aiss... pak Andi merepot sekali sih nyuruh cari referensi pakai buku perpus segala, ahh."Shena berjalan mengelilingi perpustaan untuk mencari buku referensi yang disuruh pak Andi. Pasalnya saat dia maju tadi, ada yang kurang lengkap, membuat Shena harus menglengkapinya sekarang juga, padahal sebelum pak Andi sadar dengan kekurangan tugas Shena, dia sudah mengatakan bagus. tapi saat di bacanya ulang dia menyadari kekurangan itu."Haahhh.... Keselll mana gue laperr lagi ah!" Shena mulai kesal, kepalanya seketika ingin meledak karena buku yang dia cari tidak kunjung ketemu. Dia memilih untuk duduk menyender meluruskan kaki sambil membaca ulang jurnalnya.Namun saat membaca jurnal, Shena tiba-tiba teringat dengan Athur yang mungkin sekarang sedang duduk sendiri di dalam kelas. "Ath
Setelah turun dari bis, Shena berlari menuju kelasnya. Dia melirik jam di tangannya sekilas, yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi, yang artinya kelas sebentar lagi akan segera di mulai. Namun saat melihat kelasnya, terlihat masih banyak yang keluar masuk, dan masih banyak juga yang duduk di taman depan kelasnya, membuat Shena berjalan santai sambil memasukkan tangannya di saku celananya."Pagi kak Rangga yang ganteng," sapa shena pada salah satu lelaki yang sedang berjalan bersama tema-temannya di lorong menuju kelasnya."Pagijuga Shena yang cantik," balas Rangga dengan senyum yang mengembang lebar, hingga lesung pipinya terbentuk."Yang di sapa cuman Rangga nih? Mentang-mentang cuman Rangga yang ganteng," ucap lelaki yang berada di samping Rangga bernama Sagara.
Shena Caroline, seorang Wanita yang baru saja turun dari bis sambil memainkan ponselnya itu, baru saja pulang dari kerja part timenya di tengah kota."Kok engga ada lowongan kerja buat pagi hari sih," ucap Shena Sambil menatap ponselnya mencari pekerjaan. Pasalnya ia masih seorang mahasiswa yang bekerja serabutan di kafe-kafe dan di rumah makan, tapi itu hanya berlaku pada malam hari di waktu-waktu tertentu. Dia ingin mencari pekerjaan lagi untuk di pagi hari, karena bulan ini jadwal kuliahnya banyak di siang hari, jadi dia ingin memanfaatkan pagi hari untuk bekerja sekalian sedikit berolah raga. Shena menggaruk-garuk kepalanya, ia sangat merasa frustasi karena ia sangat membutuh uang sekarang, untuk membayar sewa rumah."Loh kok malah ke hutan," kaget Shena saat menyadari kalau yang dia lewati bukan jalan menuju rumahnya, melainkan jalan menuju hutan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya."Ahh... Begok banget sih, padahal ud