Athur merenggangkan ototnya yang terasa pegal, pasalnya pulang dari kampus tadi dia langsung berkuntat dengan berkas-berkas di kantornya. Memang benar Athur belum lulus kuliah, tapi dia sudah di beri tanggung jawab oleh ayahnya sebagai pimpinan di perusahaan ayahnya. Awalnya dia merasa dia tidak mampu dalam mengelola perusahaan ayahnya, tapi setelah dia pelajari sendiri dia mulai paham dengan kinerja perusahaannya bagaimana dan sekarang sudah bisa mengurus perusahaan ayahnya sendiri.
Setelah selesai memeriksa semua berkas, Athur merapikan berkas-berkas tersebut lalu bangkit dari bangkunya dan bergegas pulang. Dia merasa tubuhnya sangat butuh tempat tidur yang sangat nyaman sekarang.
Sepanjang jalan menuju parkiran, ia mendapat sapaan dari beberapa karyawannya, terutama karyawan perempuannya, yang suka sekali menebar senyum dan tingkah laku aneh di depan Athur.
"Selamat malam bos Athur," ucap seorang karyawan perempuan dengan pakaian yang sangat terbuka.
Athur menghentikan langkahnya, ia menatap perempuan di depannya itu dengan ekspresi wajah yang datar.
"Saya Shintia," ujar perempuan itu sambil mengulurkan tangannya kepada Athur. Shintia adalah karyawan tercantik dan terseksi di kantornya, jadi tidak heran jika dia berani mendekati lelaki duluan.
Athur hanya mengangguk lalu melanjutkan jalannya, ia jijik dengan pakaian perempuan yang terlalu terbuka.
Tangan Athur mengepal dan rahangnya mengeras saat mengetahui Shintia mengikuti dirinya hingga ke parkiran. Perempuan itu sudah Athur hiraukan kehadiranya sedari tadi, namun dia tetap memasang senyum manis sambil mengigit bibir bawahnya, lalu berpose memajukan dadanya untuk menggoda Athur. Athur berdecih menatap perempuan itu, dia sangat tidak pantas di sebut karyawan.
Tiba-tiba ide cemerlang muncul di kepala Athur, dia tersenyum menyeringgai menatap Shintia. Perempuan itu telah membangkitkan nafsunya, dan dia harus bertanggung jawab. Athur menelan ludahnya, dia mulai mebayangkan bagaimana suara Shintia akan sangat merdu masuk kedalam telinganya saat perempuan itu bermain di bawahnya, pasti sangat menyenangkan. Ia akan membuat perempuan itu menjerit sepanjang malam karena menikmati permainannya.
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Athur dengan senyum yang manis. Dia sedang basa-basi kepada Shintia.
"Bos tanya sama saya?" tanya balik Shintia dengan suara yang di buat seperti anak kecil. Athur mengangguk. "Saya pulang sendiri, paling nanti naik taksi."
"Manggil aku kamu aja, kan lagi engga di kantor. Kamu pulang bareng aku aja, soalnya udah malam juga, masa perempuan secantik dan seksi kayak kamu pulangnya malam-malam, malah naik taksi lagi, bisa-bisa kamu di apa apain lagi sama laki-laki hidung belang di jalan sana," ucap Athur membuat Shintia tersenyum senang. "Tunggu di sini ya, aku mau ambil mobil dulu."
Shintia mengangguk dan tak henti-hentinya tersenyum menatap punggung Athur yang sedang berjalan mendekati mobilnya. Dia merasa tak sia-sia berpenampilan terbuka di depan bosnya. Benar-benar menakjubkan, tidak ada yang bisa menolak dengan dirinya jika dia sudah berpakaian terbuka, bahkan bosnya saja langsung mengajak dia pulang bersama.
Mobil Athur berhenti di depan Shintia, dengan segera Shintia masuk kedalam mobil Athur tanpa Athur suruh. Setelah itu mobil Athur melaju menyusuri jalan raya. Shintia tersenyum senang, jantungnya berdetak sangat cepat sangking senangnya dia.
*****
Sepanjang jalan Shintia tak henti-hentinya bercerita tentang keseharian dirinya merawat diri. Membuat Athur merasa rirsih, namun berusaha dia tahan karena dia ingin memuaskan perempuan yang duduk di sampingnya ini.
"Loh kok kita kesini, bukannya seharusnya lurus lagi ya??" ujar Shintia saat Athur membelokkan mobilnya, menuju ke suatu tempat.
"Aku ingin bersenang-senang dengan mu, kamu mau kan bersenang-senang denganku?" tanya Athur lembut sambil mengelus pucuk kepala Shintia. Shintia langsung mengangguk cepat, dia tersenyum senang menatap Athur.
Athur memberhentikan mobilnya di sebuah jalan di tepi sungai yang pastinya sangat gelap, tidak ada cahaya sama sekali selain cahaya bulan yang meneranginya. Athur keluar dari mobil lebih dulu lalu membukakan pintu untuk Shintia, Shintia sangat senang saat tangannya di tarik pelan oleh Athur.
"Kamu duduk lah di sana dulu, sambil melihat indahnya bulan, aku ingin mengambil sesuatu terlebih dahulu," ucap Athur menunjuk bangku yang kosong yang tak jauh dari dirinya. Shintia menganguk lalu berjalan mendekati bangku tersebut sambil memelilin roknya gugup, pikiran perempuan itu mulai kemana-mana tentang dirinya dan Athur.
Athur mengambil lakban dari dasboardnya dan pisau kecil kesukaannya. Dia berjalan mendekati Shintia yang sudah duduk di bangku sambil menatap Bulan.
"Sini tangan kamu," ucap Athur mengambil tangan Shintian.
"Mau apa?" tanya Shintia sambil tersenyum manis.
"Ayo kita ke gubuk kecil itu, kayaknya lebih enak duduk di situ ketimbang disini, bisa tidur-tiduran juga, sambil meliat keindahan bulan dan pantulan bulan dari sungai," Athur menunjuk gubuk yang masih terlihat layak untuk di tempati itu. Shintia hanya mengangguk dan mengikuti Athur.
Perempuan itu lagi-lagi tersenyum senang, ia sudah tak sabar akan mencapai kenikmatan bersama dengan Athur di gubuk itu.
Langkah mereka berhenti saat sampai di gubuk tersebut. Athur membuka kemeja dan kaosnya lalu melemparnya kesembarangan tempat, lalu menarik Shintia kedalam pelukannya. Shintia bisa merasakan ABS Athur yang tak sengaja mengenai tangannya, Shintia langsung menelan ludahnya menghirup parfum Athur yang sangat sopan masuk kedalam hidungnya. Pria yang sedang memeluknya ini sudah seperti pria dewasa yang sering pergi nge gym untuk membentuk tubuhnya menjadi sangat sempurna seperti ini.
Athur menyeringgai saat Shintia sudah mulai menggoda dirinya dengan mengelus tubuhnya dan mulai menggerak-gerakkan badannya yang sudah menempel di tubuh Athur. Athur mendorong tubuh Shintia ke dalam gubuk, hingga Shintia duduk di gubuk tersebut, Shintia tersenyum kearah atur sambil melirik abs milik Athur. Dia merasa akan senang hati melakukan itu dengan Athur.
Athur mendekati wajahnya dengan wajah Sintia sembari mengambil lakban dan pisau lipat dari sakunya.
"Aku akan ngikat tangan mu dengan lakban ini," ucap Athur mengambil kedua tangan Shintia, lalu melakbannya kuat.
"Mengapa kau melakban tangan ku? Apa kau tidak membolehkan ku untuk menyentuh bagian tubuh mu?" tanya Shintia yang di jawab anggukan oleh Athur.
"Hanya aku yang boleh menyentuh bagian inti dari tubuh mu, kau tidak boleh, kau hanya boleh menikmati setiap sentuhan ku, dan keluarkan jeritan terbaik mu saat aku mulai melakukannya," ujar Athur dengan senyum yang mengembang lebar.
Shintia mengangguk sambil terpana melihat senyuman manis Athur yang sebelumnya tak pernah dia lihat selama dia bekerja di kantor.
"Aku akan menjerit indah menyebut nama mu sayang," ucap Shintia sambil tersenyum manis.
"Baiklah, kalau begitu tutup mata mu terlebih dahulu, sayang," bisik Athur di telinga Shintia. Shintia langsung menutup matanya, perasaannya mengatakan bahwa Athur sebentar lagi akan menciumnya.
Namun dugaan Shintia salah besar, Athur mendorong Shintia hingga telentang lalu menahan tangan Shintia keatas membuat Shintia tak bisa bergerak karena Athur juga sudah duduk di atas perut Shintia. Athur tersenyum menyeringgai dia mengambil pisau kecil yang tadi dia bawa bersama lakbannya itu di mainkannya di area wajah Shintia.
Sreett
Sreett
"Argh!" teriak kuat Shintia membuka matanya saat melihat Athur yang sedang di atasnya itu tersenyum senang. "K-kenapa kau melakukan ini?!"
"Kenapa?" tanya Athur dengan senyuman menyeramkan. "Ya karna aku menyukainya lah."
Srettt
"Arghhh! B-bukannya kau tadi bilang i-ingin bermain dengan ku?" tanya Shintia sambil menahan rasa sakit dari wajahnya."Ini lah permainannya sayang, ayo keluarkan jeritan terbaik mu sayang," seru Athur memaikan pisaunya kesana kemari di wajah cantik Shintia.
Shintia menggelengkan kepalanya, dia tidak percaya dengan apa yang Athur lakukan, pria yang dia goda sedari tadi adalah seorang psychopath. Shintia merasa salah menggoda lelaki. Dia merasa menyesal dengan perbuatannya.
"Ayo keluarkan suara mu biar semakim nikmat," cetus Athur, Shintia malah menggelengkan kepalanya membuat Athur kesal, dia menangkup wajah Shintia hingga mengeluarkan darah dari beberapa tempat yang sudah dia goresi dengan pisau kesayangannya di wajah Shintia, perih mungkin itu yang dia rasakan, tapi bagi Athur ini adalah sebuah kesenangan.
"Arghhh!!" pekik kuat Shintia saat Athur menusuk pipinya, Athur semakin senang saat Shintia menjerit kuat. "Ss-sakit."
"Makanya jadi cewek jangan murahan! Lo pikir cara lo maju-majuin dada lo itu bikin birahi gue naik iya? Ya kagak lah! Gue lebih tertarik dengan ini," Athur mencolek darah yang keluar dari pipi Shinta dengan tangannya lalu memasukkannya kedalam mulut, Shintia terbelalak hebat saat melihat Athur menikmati darah yang ada di tangannya.
"Gue yakin golongan darah lo pasti O, soalnya warnanya cantik dan rasanya juga nikmat, gue suka," ucup Athur menjilati tangannya.
Athur menghentikan aksinya bermain di wajah Shintia dia malah mengolesi darah Shintia keseluruh tubuh, mulai dari tangan kaki dan perut Shintia.
"Seperti buto merah, hahaha. Bagaimana sayang nikmatkan?" tanya Athur dengan senyum yang merekah lebar.
Malam itu Athur benar-benar menyiksa Shintia hingga dia puas, Athur melakukannya di gubuk dan di saksikan oleh bulan yang memberikan Athur sebuah cahaya walaupun minim. Dia merasa senang, sesenang-senangnya melihat Shintia yang suda tak bernapas lagi, mayatnya langsung dia masukkan kedalam kantong plastik hitam, lalu di lemparnya ke sungai.
Athur tersenyum puas dan merasa penuh kemenangan. Perempuan itu sudah salah menggoda Athur, yang jelas berbeda nafsu dengan dirinya, Athur mungkin sama-sama manusia sama dengan Shintia namun dia lebih nafsu dalam membunuh ketimbang bercinta.
Shintia benar-benar berhasil menjerit merdu sepanjang malam memuaskan Athur. Walaupun kepuasan itu hanya di nimati oleh Athur bukan Shinta, shintia mungkin akan berpikir bahwa mereka akan bercinta di atas gubuk dan di saksikan oleh bulan yang cantik, tapi kenyataannya salah besar Athur membunuh Shinta untuk kepuasannya dirinya sendiri di saksikan oleh bulan. Dia tidak akan mungkin bercinta dengan orang yang tidak dia sayangi dan tidak dia cintai.
Setelah kantong plastik hitam berisi mayat Shintia itu sudah tak terlihat lagi, Athur mengambil bajunya lalu berjalan menuju mobilnya untuk pulang, dia sudah tidak merasa lelah lagi, tubuhnya sudah sangat fresh sekarang, dan moodnya sudah sangat baik. Athur Paker benar-benar seorang psychopath berwajah malaikat berhati iblis dan berdarah dingin.
Shena berjalan menuju kelasnya dengan cepat, dia baru saja pulang dari kerja part time di salah satu rumah makan sebagai pelayan. Ia tak sempat untuk mandi ketika sampai di rumah tadi, untungnya dia membawa parfum dengan aroma yang enak untuk di hirup dan tahan lama.Sampai di kelas Shena melihat sudah banyak murid yang datang membuatnya segera mencari tempat duduk sebelum dosen datang, tapi hanya ada dua tempat duduk yang kosong, satu di samping Athur dan satu lagi di samping Eric, kawan satu SMAnya dulu. Shena binggung ingin duduk di mana. Dia menatap Athur dan Eric bergantian, namun saat melihat wajah Athur yang datar dan sedang meliriknya tajam, membuat Shena berjalan menuju meja Eric. Dia teringat dengan kejadian kemarin betapa anehnya tingkah Athur kepada dirinya."Gue duduk di sini yah," ucap Shena meminta izin terlebih dahulu sebelum duduk."Disini ada Victor," ucap Eric."Ahh... Victor duduk sama Athur ajalah," seru Shena mengangkat tas Eri
Shena Caroline, seorang Wanita yang baru saja turun dari bis sambil memainkan ponselnya itu, baru saja pulang dari kerja part timenya di tengah kota."Kok engga ada lowongan kerja buat pagi hari sih," ucap Shena Sambil menatap ponselnya mencari pekerjaan. Pasalnya ia masih seorang mahasiswa yang bekerja serabutan di kafe-kafe dan di rumah makan, tapi itu hanya berlaku pada malam hari di waktu-waktu tertentu. Dia ingin mencari pekerjaan lagi untuk di pagi hari, karena bulan ini jadwal kuliahnya banyak di siang hari, jadi dia ingin memanfaatkan pagi hari untuk bekerja sekalian sedikit berolah raga. Shena menggaruk-garuk kepalanya, ia sangat merasa frustasi karena ia sangat membutuh uang sekarang, untuk membayar sewa rumah."Loh kok malah ke hutan," kaget Shena saat menyadari kalau yang dia lewati bukan jalan menuju rumahnya, melainkan jalan menuju hutan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya."Ahh... Begok banget sih, padahal ud
Setelah turun dari bis, Shena berlari menuju kelasnya. Dia melirik jam di tangannya sekilas, yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi, yang artinya kelas sebentar lagi akan segera di mulai. Namun saat melihat kelasnya, terlihat masih banyak yang keluar masuk, dan masih banyak juga yang duduk di taman depan kelasnya, membuat Shena berjalan santai sambil memasukkan tangannya di saku celananya."Pagi kak Rangga yang ganteng," sapa shena pada salah satu lelaki yang sedang berjalan bersama tema-temannya di lorong menuju kelasnya."Pagijuga Shena yang cantik," balas Rangga dengan senyum yang mengembang lebar, hingga lesung pipinya terbentuk."Yang di sapa cuman Rangga nih? Mentang-mentang cuman Rangga yang ganteng," ucap lelaki yang berada di samping Rangga bernama Sagara.
"Aiss... pak Andi merepot sekali sih nyuruh cari referensi pakai buku perpus segala, ahh."Shena berjalan mengelilingi perpustaan untuk mencari buku referensi yang disuruh pak Andi. Pasalnya saat dia maju tadi, ada yang kurang lengkap, membuat Shena harus menglengkapinya sekarang juga, padahal sebelum pak Andi sadar dengan kekurangan tugas Shena, dia sudah mengatakan bagus. tapi saat di bacanya ulang dia menyadari kekurangan itu."Haahhh.... Keselll mana gue laperr lagi ah!" Shena mulai kesal, kepalanya seketika ingin meledak karena buku yang dia cari tidak kunjung ketemu. Dia memilih untuk duduk menyender meluruskan kaki sambil membaca ulang jurnalnya.Namun saat membaca jurnal, Shena tiba-tiba teringat dengan Athur yang mungkin sekarang sedang duduk sendiri di dalam kelas. "Ath
Shena berjalan menuju kelasnya dengan cepat, dia baru saja pulang dari kerja part time di salah satu rumah makan sebagai pelayan. Ia tak sempat untuk mandi ketika sampai di rumah tadi, untungnya dia membawa parfum dengan aroma yang enak untuk di hirup dan tahan lama.Sampai di kelas Shena melihat sudah banyak murid yang datang membuatnya segera mencari tempat duduk sebelum dosen datang, tapi hanya ada dua tempat duduk yang kosong, satu di samping Athur dan satu lagi di samping Eric, kawan satu SMAnya dulu. Shena binggung ingin duduk di mana. Dia menatap Athur dan Eric bergantian, namun saat melihat wajah Athur yang datar dan sedang meliriknya tajam, membuat Shena berjalan menuju meja Eric. Dia teringat dengan kejadian kemarin betapa anehnya tingkah Athur kepada dirinya."Gue duduk di sini yah," ucap Shena meminta izin terlebih dahulu sebelum duduk."Disini ada Victor," ucap Eric."Ahh... Victor duduk sama Athur ajalah," seru Shena mengangkat tas Eri
Athur merenggangkan ototnya yang terasa pegal, pasalnya pulang dari kampus tadi dia langsung berkuntat dengan berkas-berkas di kantornya. Memang benar Athur belum lulus kuliah, tapi dia sudah di beri tanggung jawab oleh ayahnya sebagai pimpinan di perusahaan ayahnya. Awalnya dia merasa dia tidak mampu dalam mengelola perusahaan ayahnya, tapi setelah dia pelajari sendiri dia mulai paham dengan kinerja perusahaannya bagaimana dan sekarang sudah bisa mengurus perusahaan ayahnya sendiri. Setelah selesai memeriksa semua berkas, Athur merapikan berkas-berkas tersebut lalu bangkit dari bangkunya dan bergegas pulang. Dia merasa tubuhnya sangat butuh tempat tidur yang sangat nyaman sekarang. Sepanjang jalan menuju parkiran, ia mendapat sapaan dari beberapa karyawannya, terutama karyawan perempuannya, yang suka sekali menebar
"Aiss... pak Andi merepot sekali sih nyuruh cari referensi pakai buku perpus segala, ahh."Shena berjalan mengelilingi perpustaan untuk mencari buku referensi yang disuruh pak Andi. Pasalnya saat dia maju tadi, ada yang kurang lengkap, membuat Shena harus menglengkapinya sekarang juga, padahal sebelum pak Andi sadar dengan kekurangan tugas Shena, dia sudah mengatakan bagus. tapi saat di bacanya ulang dia menyadari kekurangan itu."Haahhh.... Keselll mana gue laperr lagi ah!" Shena mulai kesal, kepalanya seketika ingin meledak karena buku yang dia cari tidak kunjung ketemu. Dia memilih untuk duduk menyender meluruskan kaki sambil membaca ulang jurnalnya.Namun saat membaca jurnal, Shena tiba-tiba teringat dengan Athur yang mungkin sekarang sedang duduk sendiri di dalam kelas. "Ath
Setelah turun dari bis, Shena berlari menuju kelasnya. Dia melirik jam di tangannya sekilas, yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi, yang artinya kelas sebentar lagi akan segera di mulai. Namun saat melihat kelasnya, terlihat masih banyak yang keluar masuk, dan masih banyak juga yang duduk di taman depan kelasnya, membuat Shena berjalan santai sambil memasukkan tangannya di saku celananya."Pagi kak Rangga yang ganteng," sapa shena pada salah satu lelaki yang sedang berjalan bersama tema-temannya di lorong menuju kelasnya."Pagijuga Shena yang cantik," balas Rangga dengan senyum yang mengembang lebar, hingga lesung pipinya terbentuk."Yang di sapa cuman Rangga nih? Mentang-mentang cuman Rangga yang ganteng," ucap lelaki yang berada di samping Rangga bernama Sagara.
Shena Caroline, seorang Wanita yang baru saja turun dari bis sambil memainkan ponselnya itu, baru saja pulang dari kerja part timenya di tengah kota."Kok engga ada lowongan kerja buat pagi hari sih," ucap Shena Sambil menatap ponselnya mencari pekerjaan. Pasalnya ia masih seorang mahasiswa yang bekerja serabutan di kafe-kafe dan di rumah makan, tapi itu hanya berlaku pada malam hari di waktu-waktu tertentu. Dia ingin mencari pekerjaan lagi untuk di pagi hari, karena bulan ini jadwal kuliahnya banyak di siang hari, jadi dia ingin memanfaatkan pagi hari untuk bekerja sekalian sedikit berolah raga. Shena menggaruk-garuk kepalanya, ia sangat merasa frustasi karena ia sangat membutuh uang sekarang, untuk membayar sewa rumah."Loh kok malah ke hutan," kaget Shena saat menyadari kalau yang dia lewati bukan jalan menuju rumahnya, melainkan jalan menuju hutan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya."Ahh... Begok banget sih, padahal ud