Keesokan paginya dalam keremangan menjelang merekahnya fajar di teluk pondok Aina yang permai, dua sosok tampak sedang mempersiapkan segalanya untuk keberangkatan diam-diam mereka. Tanpa lelah mereka berkemas menaikkan beberapa benda ke atas sebuah perahu kecil, bersiap-siap meninggalkan masa lalu di pulau tropis sepi nan indah yang sudah mempertemukan keduanya.
"Selamat tinggal tanah airku, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan oleh orangtua, saudara-saudari dan sukuku. Maafkan aku yang kini harus pergi jauh demi cinta..."
Aina memandang sedih sekaligus bahagia pada pondok kecil yang sudah ia bangun sendiri dan huni selama bertahun-tahun lamanya. Ia siap untuk memulai hidup barunya bersama Kai, yang juga mencoba untuk melupakan hidup lamanya dan hanya ingin menatap masa depan berdua saja bersama Aina.
Walau mereka tahu, jalan di depan masih sangat panjang dan penuh dengan ketidakpastian. Aina masih memikirkan kata-kata Kepala Suku Kamau'le yang berulangkali berk
"Tidak, Aina! Kita harus dan akan pergi jauh-jauh bersama apapun yang terjadi!" Kai dengan berani mendatangi pemuda-pemuda berkulit gelap dan bertubuh tegap yang bersenjata itu, seolah-olah ia yakin bahwa mereka takkan berani melawannya.Mereka bersiaga dan pasang kuda-kuda dengan posisi siap serang. Kai merasa pasrah sekaligus tegar, tak ingin mengalah di bawah ancaman nyata yang bisa sewaktu-waktu mengakhiri hidupnya. Ia merasa inilah pertaruhan nyawa yang harus ia menangkan lagi. Dulu ia pernah dilawan oleh sesuatu yang seperti ini, namun ia menang! Kali ini, bagaiman? Ia takkan pernah tahu jika ia tak melakukannya!Aina ingin mendekat untuk menghalangi, namun dua orang di sampingnya tetiba mencekal kedua lengan rampingnya."Lepaskan aku! Aku tak ingin disentuh oleh kalian! Aku milik Kai!" serunya berusaha menepiskan genggaman tangan kasar orang-orang sukunya sendiri yang tak ia kenal itu.Namun kedua pria kasar yang mencekalnya tersenyum gembira dan s
Semua orang-orang dari suku Aina itu tak berani lagi semilimeterpun mendekat kepada Aina dan Kai. Seperti dilanda gelombang ketakutan yang amat sangat, mereka mundur, menjauh sambil mencetuskan ancaman-ancaman yang disertai sumpah serapah dalam bahasa daerah yang tak Kai pahami.Kini mereka harus segera angkat kaki dan melempar sauh dari pulau itu karena sekarang Kamau'le dan semua orang-orangnya tak hanya mengeluarkan badik. Ternyata mereka memiliki senjata lain, busur-busur kayu dan anak panah yang telah dipersiapkan sebelumnya."Kai, awas, anak-anak panah sukuku selalu diolesi racun yang sangat kuat. Kita belum tahu kejadian tadi sebenarnya adalah keberuntungan belaka ataukah memang semacam kekuatan magis yang kau miliki. Sebaiknya kita segera naiki perahu kita dan berlayar jauh-jauh dari sini," bisik Aina sambil menggamit lengan Kai."Baiklah, itu memang hal terbaik yang harus kita lakukan secepatnya! Mari, Aina!"Di bawah ancaman busur-busur yang tel
POV Aina:"Kai, mungkin kedengarannya ini gila! Namun aku tak ingin kau hidup tanpa masa lalumu! Kau berhak dan wajib untuk mengetahuinya!"Susah payah aku berseru sambil berenang mengejar Kai saat kami berdua terjatuh ke permukaan laut tenang, namun Kai masih bersikeras untuk membuang cincin-cincin miliknya itu. Ia berenang cepat menghindariku, namun tak lama segera berbalik arah kembali ke perahu kecil kami."Aina, biarkanlah aku memilih untuk bersamamu, dan biarkanlah aku menghilangkan jejak-jejak ini sehingga tak seorangpun akan tahu siapa diriku sebenarnya!" Kai akhirnya berhasil mencapai perahu kami lagi dan segera naik ke atasnya.Aku menyusulnya, bersyukur kami tak sampai lama 'bermain kejar-kejaran dalam air' hingga melupakan perahu dan tujuan kami. Namun ia masih belum mau menyerahkan cincin-cincin itu ke dalam tanganku."Sudah kubuang, tadi kuhanyutkan ke dalam laut!" Kai berkelit saat aku memaksanya untuk membuka genggaman kedua tangann
Kai dan Aina entah berapa lama melakukan hal itu tanpa menyadari segala yang terjadi di sekitar mereka hingga tengah hari, tak peduli bila mereka berlayar tanpa arah, hingga angin laut membawa perahu mereka entah kemana.Mereka benar-benar lupa pada daratan, secara harfiah, hingga akhirnya mereka tersadar pada satu hal yang sungguh membuat mereka kembali pada kenyataan dan buru-buru menutup diri. Aina hanya berhasil menemukan sehelai kain yang dibalutkannya asal saja pada tubuhnya yang molek.Di lautan yang luas itu, tetiba mereka tak lagi hanya berdua saja! Sebuah kapal besar berlayar mendekati perahu mereka, hampir saja bertabrakan! Para penumpang di atasnya seolah-olah penasaran, mengapa kedua sosok yang berada di atas perahu kecil tampak begitu terkejut dan berusaha menutup diri secepatnya dengan semua yang ada."Hei, kalian berdua yang ada di sana! Tidakkah kalian menyadari bahwa bahkan di lautan tersepi sekalipun, sangat berbahaya untuk tidak mengendalikan
"Hentikan sekarang juga dan pergilah! Atau kalian semua akan menyesal!"Kegeraman Kai itu hanya awal dari malapetaka yang kemudian mengguncang seisi kapal perompak yang kelihatannya belum sadar bahwa hal buruk yang mereka coba perbuat hanya akan berbalik kepada mereka sendiri!Salah seorang Perompak yang berada di kapal itu terus mencoba untuk mendekati Aina sementara Kai mencoba menghalanginya dengan tangan hampa. Luka di lengannya masih meneteskan darah segar, sepertinya diam-diam 'memanggil' sesuatu untuk menolong mereka!Adapun Kai yang belum berbuat apa-apa, ternyata masih dilindungi oleh sebentuk kekuatan gaib yang lagi-lagi muncul seperti saat di pulau itu, saat berusaha melindungi diri dari orang-orang suku Aina yang tidak ramah dan mengusir mereka!Sesuatu dari laut kembali 'menunjukkan diri' dalam rupa yang tak kasatmata. Sebentuk kekuatan yang tak bisa dilihat siapapun, namun begitu kuat bagaikan seekor ikan besar, tetiba mengangkat tinggi-ting
"Tapi, itu bukan, maksudku, belum tentu orang yang dicari, yang tercetak pada poster itu adalah diriku, aku hilang ingatan, aku sendiri tak yakin siapa diriku yang sebenarnya, dan kekuatan apa yang tadi dua kali muncul dariku..."Kai begitu ingin berpaling, begitu ingin mengelak, bila bisa, ia ingin kabur saja, namun rasanya tak ada gunanya nekat mencoba berbuat hal itu di kapal laut besar yang dijaga puluhan petugas patroli perbatasan Evermerika berseragam yang tegas-tegas dan kelihatan begitu disiplin ini!Apalagi Aina malah datang mendekat, masih dalam balutan selimutnya, turut menatap poster yang sedang diperlihatkan sang petugas kepada Kai."Ya, ini memang dia, calon suamiku, Pak!" Ucap Aina dengan suara lantang, "Ternyata benar, ia seseorang yang sangat penting! Syukurlah, hari ini Anda telah menemukannya kembali!""Aina!" Kai ingin menahan kalimat pengakuan Aina itu, namun gadis itu berusaha keras menghindari tatapan mata biru pemuda yang sed
Sementara itu...."Sedang apa kau sendirian di dalam sana, Erato?""Oh, kau, Xander!" Erato alias Lara terkesiap. Buru-buru dikenakannya blusnya kembali dan dibukakannya pintu kabin, "Aku, ehhh, sedang kepanasan lalu membuka sedikit kancing pakaianku, tak ada apa-apa!""Keberatan jika aku masuk?"Keduanya sedang berlayar mengarungi lautan Evertika dengan kapal sewaan dari Kingfisher menuju Pulau Vagano. Sudah hampir sehari semalam mereka hanya bertiga bersama seorang pria nelayan yang tak peduli dan sangat jarang berbicara dengan 'pasangan' itu. Ia lebih sering berada sendirian di haluan, entah di dek atau ruang kemudi sambil memandang laut, terkadang sambil menyeruput secangkir kopi panas, terkadang hanya duduk terkantuk-kantuk. Intinya, ia selalu menjauh dari para penyewa kapalnya nyaris tak bicara sepatah katapun.Sedangkan Erato dan Xander lebih banyak berada di kabin kecil yang terletak dekat buritan, menghabiskan waktu hanya berdua saja. Kada
"Ehm, permisi, Tuan dan Nona.."Sementara nelayan yang juga merupakan pemilik kapal yang mereka sewa itu membuka pintu, Xander dan Erato yang terkesiap buru-buru menutup tubuh polos mereka dengan apapun yang ada di dekat ranjang kabin."Ups, ehm, mohon maaf, aku mengerti. Urusan anak-anak muda. Kalian boleh lanjutkan, aku hanya ingin mengabari bahwa kita hampir berlabuh di Pulau Vagano. Oke, terima kasih." Pria itu berbalik dan pergi lagi, entah ia sempat menikmati pemandangan gratis yang disuguhkan tamu-tamunya atau tidak!Xander merutuk kesal karena hampir saja untuk kesekian kalinya ia 'berhasil', namun derit pintu itu membuat usahanya gagal total! Sedangkan Erato malah buru-buru menyambar semua pakaiannya dengan penuh semangat. "Ayo, kenakan pakaianmu, Xander! Sebaiknya kita segera bersiap-siap! Di tempat ini tentunya ada entah satu atau dua saudara tiriku! Sudah tak sabar lagi untuk segera mengenal mereka lebih jauh dan berusaha untuk mengenal almarhu
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak