"Nona, apakah masih ada hal lain yang dapat kubantu selain dengan sedikit dana tanda terima kasih dari kami?" Desak David, masih ingin menawarkan bantuannya sekali lagi, entah mengapa belum ingin melepas Aina begitu saja.
"Oh, mungkin satu hal saja. Bila Anda tak keberatan, Tuan David, dapatkah Anda menolongku menuliskan sepucuk surat? Aku belum dapat menulis dalam bahasa ini dengan baik."
"Tentu saja! Aku memiliki selembar kertas dan pen. Apa saja yang Anda ingin kubantu tuliskan?"
**********
Keesokan paginya saat mentari masih berada di horison, Aina berdiri menatap air laut di atas geladak kapal sewaan yang sama dengan yang ditumpangi Lara dan Xander sekitar dua hari silam. Ia diam-diam pergi meninggalkan Kingfisher tanpa pamit. Tak mau membuat kantor pemerintahan dan semua petugas di sana curiga, ditinggalkannya sepucuk surat yang telah ia minta David bantu tuliskan semalam. Isinya hanya permintaan maaf karena terpaksa meninggalkan semua secara diam-d
Ocean dan Carl masih duduk menunggu di lounge, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Jam tua grandfather clock antik di sudut ruangan berdentang cukup keras tepat waktu menunjukkan pukul sembilan malam.Ocean bergeming. Pemuda bangsawan itu masih berpikir keras, mengolah semua informasi yang ia terima bertubi-tubi semenjak kedatangannya dari 'petualangan di pulau bersama Aina' selama beberapa minggu atau bulan.Hubungan di masa lalu dengan Emily Rose Stewart, seorang wanita yang mengaku sebagai 'calon istri yang sedang hamil' yang kata Carl adalah salah seorang dari pasangan gadis kembar bangsawan Everopa, dan tentunya 'kekuatan magis' yang ia miliki. Sesuatu yang sudah dua kali menunjukkan kuasa bahkan sebelum ia menginjakkan kaki di tempat ini.Di sini, di puri tua megah tempat ia dilahirkan, tentunya banyak menyimpan memori. Apa saja? Ocean belum terlalu bisa mengingatnya. Semua bagai tersaput kabut samar-samar menyelubungi semua citra yang ingin ia tatap
Kedua sosok manusia yang pernah 'bersama sebagai teman atau mungkin lebih' di masa lalu itu tetap terpaku di tempat mereka masing-masing. Mereka seakan tak peduli pada kehadiran saudara-saudara kembar maupun seorang pria lain di ruangan itu. Saling beradu mata dengan diam.'Ocean, kau masih persis seperti dulu saat kita berpisah; tampan, elegan, sekaligus begitu menyesakkan' Emily merasa sangat ingin mengucapkan kata-kata itu, namun tertahan dalam benak, 'ah, mengapa lidahku terasa kelu dan juga hatiku ingin menangis pilu saat mengingat momen terakhir kita tiga tahun silam di pulau ini? Bila saja bisa kuputar balik waktu, membiarkanmu mengatakan apa yang kau pernah ingin ucapkan.'Sementara Ocean juga berkata dalam hati, 'Jadi inilah gadis yang bernama Emily Rose Stewart. Cantik, walau tak berlebihan. Aku bisa merasakan kerendahan hatinya, walau ada 'sesuatu' padanya yang saat ini sedang menggangguku. Ada getaran luar biasa darinya seperti magnet yang berusaha keras me
Namun sedalam-dalamnya Emily tersesat dalam alam pikirannya sendiri, ia segera sadar bahwa Earth di sisinya sedang diam-diam memupuk emosi yang semakin memuncak. Mereka nyaris tak pernah berdialog selama 'acara' itu, sungguh bukanlah hal yang wajar."Ada apa, Earth? Ayo kita segera makan, habiskan semua di piringmu dan kita bisa segera beristirahat," Emily berusaha untuk memulai pembicaraan."Oh, ya? Kau mau 'beristirahat' denganku malam ini?" Pemuda itu menoleh, suara lembut Emily seakan-akan meredakan badai yang masih berkecamuk dalam hatinya. Genggamannya pada serbet makan pun melonggar."Uh, aku tak berkata begitu. Nanti Sky tak senang dan tak mengizinkan kita bertemu sama sekali, apa kau ingin kita dijauhkan?" Emily memperoleh kalimat yang tepat."Hmm, benar juga, Emily. Kuakui, kakakku yang satu itu memang masih tak suka padaku karena masa lalu kami yang kurang baik! Kalau begitu, baiklah. Besok kita harus segera 'meminta restu' dari Ocean, me
Malam turun semakin larut, rasa kantuk pun telah hadir, namun Emily malah tak bisa tidur pulas. Berkali-kali ia berusaha memejamkan mata, namun sosok Ocean selalu hadir di pelupuk mata yang baru ia tutup. Bukan Earth, karena bagaimanapun, bukan dirinya yang pertama... Namun Ocean. Karena 3 tahun silam itu Emily untuk pertama kalinya merasakan getaran aneh saat bersama Ocean. Bahkan saat pemuda itu mencium bibirnya ketika mereka berdua bermain piano adalah momen yang takkan pernah dilupakannya untuk seumur hidupnya. First kiss. Walau beberapa waktu kemudian di atas piano itu Ocean meluruhkan kemarahan dan gairahnya juga. Nyaris saja mereka melakukan itu. First rage. Meskipun dengan kedua pria Vagano Emily hampir saja 'berbuat' di masa silam, namun akhirnya dirinya ia serahkan untuk pertama kalinya kepada Xander. Hubungan mereka singkat saja dan 'berakhir' tanpa kejelasan. Semua karena Earth! 'Entah mengapa, semenjak berada di sini aku hampir tak
Akhirnya Emily kembali duduk berdampingan di hadapan piano besar putih bersama Ocean persis seperti kejadian tiga tahun silam, saat mereka belum terlibat dalam hubungan apa-apa. Saat semua masih begitu indah, naif dan 'suci'.Hanya saja malam ini perbedaan begitu kental terasa. Semuanya sudah tak sama seperti dahulu lagi!Ocean yang dahulu sudah tak ada lagi. Kini ia bagaikan seseorang dari dunia lain, yang bagaimanapun dekat jaraknya, seberapapun ingin digapainya, akan selalu akan menjadi seseorang yang 'out of reach' bagi Emily. Sesuatu yang tersisa di antara mereka nan menimbulkan duka berkepanjangan, kesedihan dan penyesalan mendalam di hati gadis itu."Nona Emily, aku tahu kehadiranku kembali di pulau ini sebetulnya bukan saja untuk kembali bertemu dengan dirimu, melainkan demi seorang wanita muda yang belum hadir di antara kita malam ini. Bila boleh aku bertanya, siapakah dia?"Pertanyaan dadakan Ocean itu tambah membuah Emily gundah, 'Haruskah kuce
Tentu saja Emily tak bisa semudah itu menghindar. Dua pemuda bangsawan Ocean dan Earth sama-sama memiliki pesona keturunan bangsawan Vagano yang begitu memikat. Wanita muda mana yang dapat menghindari tatapan mata sedemikian mesra bak pusaran lautan biru terdalam nan mampu menghanyutkan apa saja yang tercebur ke dalamnya? Dengan kelembutan nan tetap terbalut maskulinitas tak kasat mata, sama seperti ciuman pertama mereka tiga tahun silam, sekali lagi Ocean berhasil membuat Emily terjatuh ke dalam pelukan hangatnya. Pemuda itu tak hanya menikmati mulut Emily yang gemetaran bagai kelopak mawar basah terguyur air hujan ciuman sang kembar sulung. Bibirnya terus turun ke leher putih jenjang dan tangannya lanjut menyingkap kimono malam di bawah tulang belikat gadis itu. Juga gaun tidur sutra tipis yang ada di baliknya, dimana Emily tak memiliki pertahanan apa-apa lagi di baliknya. Emily awalnya merasa begitu malu, ingin disingkirkannya Ocean saat itu juga, 'tidak, tidak, j
"Ini entah sebuah mimpi terindah atau malah mimpi terburuk!" Emily masih tak begitu percaya pada semua yang baru saja terjadi. Kini dirinya serasa terapung di awang-awang aula nan gelap sunyi, sementara tubuh polosnya baru saja entah berapa kali menyatu bagaikan kepingan puzzle bersama tubuh Ocean. Tarik menarik bagaikan kutub magnet utara dan selatan. Pagut memagut bagaikan sepasang ular berbisa nan mematikan.Seumur hidupnya sudah tiga kali Emily membukakan pintu lebar-lebar menuju ruang maha sucinya! Gadis yang pada awalnya pendiam, alim, manis, dan baik. Sama sekali tak nakal, liar, apalagi binal!Pertama kali dilakukannya dengan Xander yang kini entah berada di mana, kedua kali dengan Earth, dan kini..."Astaga, Ocean! Bagaimana jika adik bungsumu sampai tahu apa yang kita baru saja lakukan? Dia bisa membunuh kita berdua!" Emily seperti tersentak dari mimpi indah. Bergegas duduk di karpet, dengan panik diraihnya semua busananya yang tergeletak di dekat pian
"Ocean Vagano, keluarlah! Aku tahu kau ada di sini!" 'Suara itu... Earth!' - Emily hampir saja mengucapkannya walau ia dan Ocean berhasil bersembunyi tepat pada waktunya di backstage, sebuah ruangan rahasia kecil di belakang panggung. Mereka berdua belum mengenakan sehelai benangpun."Sshh..." Ocean erat mendekap, menenangkan Emily yang kini gemetaran. Gadis itu sadar betul bila Earth belum -dan tidak pernah akan- menjadi pribadi yang 'benar-benar stabil'. Letupan kemarahannya bila berhasil menemukan mereka berdua di tempat ini bukan hanya akan membawa masalah baru! "Kak! Tadi aku belum bisa memejamkan mata saat mendengar permainan pianomu, dan setelahnya suasana sunyi cukup lama!" Suara 'monolog' Earth menggema di ruangan gelap kosong cukup luas dengan beberapa puluh atau seratusan kursi. "Lalu pikirku, daripada berlama-lama menunda hingga besok, aku ingin sekali bicara empat mata denganmu malam ini! Apalagi tadi pintu kulihat setengah terbuka! Ma
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak