Hingga kopinya habis, Emily belum juga menyadari bila seseorang yang baru saja menghidangkan kopinya adalah pria dari masa lalunya yang ia pernah kenal sedemikian dekat.
Gadis itu malah asyik membalas pesan chat dari teman dekatnya yang ternyata sudah menunggu di sekitar sana.
Jari-jemari lentiknya asyik membalas chat lalu menelepon juga lawan dialognya.
"Xander? Aku ada di M's Brew. Kau mau menyusulku kemari?"
Suara itu. Avalanche sangat mengenalnya. Ia tak pernah bisa melupakannya.
Genggamannya pada serbet yang ia pegang semakin erat dan bergetar hebat. Rasanya sesuatu di dalam nuraninya bergejolak. Hampir saja ia ingin lemparkan serbet itu dan meninju tembok sekuat-kuatnya, seperti hal yang sering ia lakukan di kamar mandi bila amarahnya menjadi-jadi.
'Itu pasti dia. Itu pasti Emily. Tak salah lagi. Aku tak boleh kehilangan dia! Ternyata dia begitu dekat! Dia ada di kota kecil yang sama denganku! Sepertinya begitu kebetulan. Tapi, m
Ocean Vagano, yang baru saja menyelesaikan 'pesta penyambutan' tamu-tamu agung'-nya tentu saja segera ingin beristirahat di kamarnya. Ia tak pernah terlalu suka dengan tradisi-tradisi lama yang menurutnya kolot dan sedikit kaku, walaupun klasik dan menarik. Ia lebih suka pertemuan yang privat dan informal. Hanya saja, dengan tamu kali ini, ia memutuskan untuk lebih berhati-hati dan juga menjaga jarak. 'Dijodohkan? Tapi aku hanya 'wajib' memilih satu gadis saja. Meskipun begitu, tak ada siapapun yang kuinginkan. Aku masih sangat percaya, cinta sejati itu ada. Walau Emily mungkin belum menginginkan cintaku. Aku tak tahu, mengapa perasaanku kepadanya sebegitu kuat. Bila saja aku sedikit lebih berani, akan kutinggalkan semua ini dan menjadi rakyat biasa saja. Hidup di Evermerika seperti yang pernah kulakukan.' Ocean sudah hendak mengunci pintu kamarnya, ingin membuka stelan jas semi formal yang ia kenakan, mandi sejenak lalu berbaring di ranjangnya yang nyaman, ketika te
Ocean tentu saja ingin sekali lepas dari kedua gadis yang masih betah bercokol di atas sofa panjang nan empuk dan nyaman di ruang tidurnya. Setelah memastikan kimono tidurnya rapi, ia keluar dari kamar mandi. 'Bagaimana caranya mengusir kedua gadis ini dan untuk seterusnya menjaga jarak dengan mereka?' ia masih berpikir keras. "Ocean, sementara Anda berada di dalam sana, kami telah menuangkan segelas kecil saja wine untuk Anda. Gelasnya ada di atas meja bar mini di ujung sana, jadi kami pinjam dua untuk kami dan satu untuk Anda. Dicoba, ya." Kate mendekat pada Ocean tanpa tedeng aling-aling. 'Hmmm, wangi sabun mandinya masih sangat nyata dan enak sekali,' gadis muda itu seketika terbius oleh aroma tubuh pemuda yang memang menyukai kebersihan dan sangat resik itu. "Ehh, aku..." Ocean masih begitu ragu. Namun diterimanya juga gelas berkaki itu, di dalamnya berkilau lembut cairan merah keunguan setengah transparan, aromanya manis menggoda.
Erato alias Lara masih terus mengawasi Avalanche, yang ia rasa begitu ia kenal, dan akan segera dicocokkannya dengan semua foto yang almarhumah ibunya Hannah kirimkan sebagai 'surat wasiat'. 'Orang itu mungkin sekali salah satu dari adik tiri kembarku. Dan bila ya, takkan ada reuni yang manis di antara kami. Karena ibu kalian telah merebut ayahku Zeus dari ibuku. Dan karena ibuku sudah tiada, maka sudah kewajibankulah untuk membalas dendam. Avalanche, kau tak sedang sendirian saja. Walaupun kau sangat menarik, bahkan kita berbagi mata biru yang sama seperti ayah kita...' demikian batin Erato yang masih terus bekerja dalam diam hingga hari itu berakhir. Avalanche alias Earth pun masih tampak gelisah. Ia ingin sekali segera keluar dari sini secepatnya dan menyelidiki apakah itu betul-betul Emily, bukan halusinasi belaka. Sebab selama ia menjalani rehab selama 3 tahun dalam ruangan berbentuk kotak putih empuk yang sunyi, ia selalu menemui 'Emily'. 'Apalah kali ini juga Emily? Atau hany
Sementara itu, Ocean yang sedari tadi betul-betul terlena dengan kehadiran dan kehangatan kedua gadis di ranjangnya, bagai tersadar dari mimpi, segera sadar dengan suara maha keras dari sesuatu yang pecah berkeping-keping itu. "Astaga, kalian, ayo berpakaian kembali dan tinggalkanlah aku!" pemuda itu bangkir dari ranjangnya yang nyaman dan segera menyambar kimono tidurnya. 'Duh, hampir saja, walau aku sangat menginginkan itu, tapi mana mungkin aku bisa terjatuh sedalam ini...' Hampir saja ia betul-betul melakukan hal terintim yang paling tak ingin ia lakukan bersama dua gadis cantik yang belum juga ia cintai. "Ocean, kami.. uhh, baiklah," kedua gadis Kate dan Katy Forrester juga bergegas menutupi tubuh mereka dengan gaun tidur kembali, setengah kecewa seperti dibangunkan mendadak dari mimpi basah terindah. Tak lama kemudian, petugas-petugas keamanan puri segera datang melapor pada Ocean di lounge. "Tuan Muda Ocean Vagano! Gawat!
Pagi itu juga, Avalanche terburu-buru membuka kafe M's Brew, seakan-akan menunggu kembalinya sosok pelanggan kemarin yang ia duga kuat dalam hatinya sebagai Emily Rose Stewart, gadis yang betul-betul tak bisa ia singkirkan keluar dari benaknya. Kepadanya telah diserahkan anak kunci pintu depan agar ia bisa segera berbenah, sama seperti kepada beberapa anak buah lain oleh manajernya. Walau kemarin karena melamun, performa kerjanya sedikit mengecewakan, manajernya telanjur suka pada barista kopi yang satu ini. Penampilannya yang menarik serta racikan kopi buatannya yang memang enak selalu memikat pengunjung baru, terutama Kaum Hawa. Avalanche tak peduli. Ia hanya mau bertemu kembali dengan gadis pirang bermata cokelat yang kemarin memesan secangkir 'caramel macchiato'. Dan tak lama setelah ia berada di belakang stasiun pelayanan di samping meja panjang, seseorang yang ia nanti-nantikan berjalan di depan kafe. Mendekat, Kaca jendela M's Brew yang bening cukup jelas untuk melihat kelu
(POV Emily Rose Stewart:) 'Aku tak pernah menduga sebelumnya, semua akan terjadi secepat ini, atau selancar ini. Aku yang tak pernah membuka hati untuk siapa-siapa selama tiga tahun ini. Aku yang kesepian, hancur, merasa malu dan segan kepada siapapun yang kutemui. Walau media massa maupun media sosial mengejar-ngejarku, berusaha mewawancaraiku, ingin tahu segala 'perjuangan heroikku untuk bertahan hidup sebagai satu-satunya korban selamat di samudra yang luas sampai terdampar di pulau misterius.' Mereka bahkan berani membayar mahal untuk sebuah 'interview live' eksklusif atau majalah ternama edisi spesial agar aku membuka rahasia tentang keluarga bangsawan super tertutup yang menyelamatkanku. 'Apakah Anda diselamatkan oleh sekelompok sekte tertentu yang menahan Anda hingga akhirnya Anda diselamatkan oleh kapal yang lewat, Ms. Stewart?' 'Apakah Anda diancam untuk tetap tutup mulut oleh para kaum elit yang menyelamatkan Anda, supaya Anda tidak membocor
(POV Erato alias Lara Samsara Miles-Vagano) Kemarahan Avalanche, alias Earth, sungguh tak terduga dan begitu mengerikan. Aku tak habis pikir mengapa ia mendadak meledak tak lama setelah kehadiran tamu kami, guru Evertown High. Wanita muda itu sukses membuatnya demikian terkejut dan gundah. Apakah mereka sesungguhnya 'saling mengenal'? Apakah ia bukan seseorang dari masa lalu yang terlalu jauh? Sosok Avalanche memang tak dijelaskan secara gamblang dalam lembaran dokumentasi dan kisah Hannah almarhumah ibuku. Tak ada foto maupun informasi yang jelas. Hannah hanya ingin aku 'membalaskan kepada dua pemuda Ocean dan Sky' saja. Saudara-saudara tiriku, anak dari wanita perebut ayahku! Ia adalah kembar ketiga yang tak diinginkan Zeus ayah kami. Sebagai saudara terbuang yang entah diapakan, hingga kemudian tak terhitung dalam sejarah kebangsawanan Keluarga Vagano. Mungkin ia melakukan sesuatu juga, atau tidak? Yang jelas, aku harus mengikutinya. Aku harus tahu segala sesuatu tentangnya. M
Ocean dan kedua gadis Kembar Forrester di Puri Vagano pagi itu menikmati sarapan bersama keluarga mereka dalam posisi duduk yang sama seperti pesta tadi malam. Namun kejadian pecahnya kaca pelindung pedang terkutuk Dangerous Attraction, serta tentunya apa yang ia alami bersama kedua gadis itu, membuat Sang Bangsawan Muda tak merasa gembira.Ia nyaris tak makan apa-apa, hanya terdiam dengan pandangan kosong di depan sarapannya yang lezat. Kedua gadis Forrester yang duduk di kiri-kanannya pada sudut meja bertukar pandang keheranan, namun diam-diam masih suka mencuri pandang pada pemuda yang semalam ternyata begitu 'hot' bermesraan hingga mereka nyaris 'kebobolan'.Antara mereka berdua pun, sejak semalam agaknya timbul bibit-bibit persaingan yang tidak seperti biasanya. Sang Kakak, Kate, sepertinya mulai tak ingin kalah dengan adiknya, Katy. Ia begitu yakin bahwa Ocean juga tertarik padanya. Sebaliknya, Katy juga tak ingin mengalah begitu saja. Keduanya belum pernah berde