(POV Emily Rose Stewart:) 'Aku tak pernah menduga sebelumnya, semua akan terjadi secepat ini, atau selancar ini. Aku yang tak pernah membuka hati untuk siapa-siapa selama tiga tahun ini. Aku yang kesepian, hancur, merasa malu dan segan kepada siapapun yang kutemui. Walau media massa maupun media sosial mengejar-ngejarku, berusaha mewawancaraiku, ingin tahu segala 'perjuangan heroikku untuk bertahan hidup sebagai satu-satunya korban selamat di samudra yang luas sampai terdampar di pulau misterius.' Mereka bahkan berani membayar mahal untuk sebuah 'interview live' eksklusif atau majalah ternama edisi spesial agar aku membuka rahasia tentang keluarga bangsawan super tertutup yang menyelamatkanku. 'Apakah Anda diselamatkan oleh sekelompok sekte tertentu yang menahan Anda hingga akhirnya Anda diselamatkan oleh kapal yang lewat, Ms. Stewart?' 'Apakah Anda diancam untuk tetap tutup mulut oleh para kaum elit yang menyelamatkan Anda, supaya Anda tidak membocor
(POV Erato alias Lara Samsara Miles-Vagano) Kemarahan Avalanche, alias Earth, sungguh tak terduga dan begitu mengerikan. Aku tak habis pikir mengapa ia mendadak meledak tak lama setelah kehadiran tamu kami, guru Evertown High. Wanita muda itu sukses membuatnya demikian terkejut dan gundah. Apakah mereka sesungguhnya 'saling mengenal'? Apakah ia bukan seseorang dari masa lalu yang terlalu jauh? Sosok Avalanche memang tak dijelaskan secara gamblang dalam lembaran dokumentasi dan kisah Hannah almarhumah ibuku. Tak ada foto maupun informasi yang jelas. Hannah hanya ingin aku 'membalaskan kepada dua pemuda Ocean dan Sky' saja. Saudara-saudara tiriku, anak dari wanita perebut ayahku! Ia adalah kembar ketiga yang tak diinginkan Zeus ayah kami. Sebagai saudara terbuang yang entah diapakan, hingga kemudian tak terhitung dalam sejarah kebangsawanan Keluarga Vagano. Mungkin ia melakukan sesuatu juga, atau tidak? Yang jelas, aku harus mengikutinya. Aku harus tahu segala sesuatu tentangnya. M
Ocean dan kedua gadis Kembar Forrester di Puri Vagano pagi itu menikmati sarapan bersama keluarga mereka dalam posisi duduk yang sama seperti pesta tadi malam. Namun kejadian pecahnya kaca pelindung pedang terkutuk Dangerous Attraction, serta tentunya apa yang ia alami bersama kedua gadis itu, membuat Sang Bangsawan Muda tak merasa gembira.Ia nyaris tak makan apa-apa, hanya terdiam dengan pandangan kosong di depan sarapannya yang lezat. Kedua gadis Forrester yang duduk di kiri-kanannya pada sudut meja bertukar pandang keheranan, namun diam-diam masih suka mencuri pandang pada pemuda yang semalam ternyata begitu 'hot' bermesraan hingga mereka nyaris 'kebobolan'.Antara mereka berdua pun, sejak semalam agaknya timbul bibit-bibit persaingan yang tidak seperti biasanya. Sang Kakak, Kate, sepertinya mulai tak ingin kalah dengan adiknya, Katy. Ia begitu yakin bahwa Ocean juga tertarik padanya. Sebaliknya, Katy juga tak ingin mengalah begitu saja. Keduanya belum pernah berde
(POV Avalanche:) Aku harus segera menyelidiki dimana Emily tinggal saat ini dan siapa pria muda itu! Sungguh, aku tak tahan lagi! Walau para pakar dan ahli yang baik hati di White Nest memberikanku sugesti dan saran agar aku melupakan saja nama gadis yang sering kusebut-sebut seperti terobsesi dan selalu kujadikan satu-satunya bahan atau objek pemuasan keinginan pribadiku yang kotor dan terkutuk, namun, maaf, aku menyerah! Aku akui sejujurnya, 'to the bitter truth', bahwa aku tak bisa, dan takkan pernah bisa. Emily bagaikan cinta pertama, cinta monyet atau apalah istilahnya, yang tak mungkin bisa kulupakan begitu saja! Lekak-lekuk tubuhnya, siluet indahnya, semua warna dan visual saat pertama kali aku mengintipnya secara tak sengaja di Puri Vagano, takkan pernah terlupakan. Bagaimanapun aku berusaha keras dan terus mencoba untuk mensugesti diriku sendiri bahwa gadis itu bukan untukku, bukan jodohku, bukan siapa-siapaku! Kulitnya yang lembut, bagian-bagian raganya yang jelas berbed
(POV Avalanche:) Pagi itu juga, sekali lagi aku datang lebih cepat ke kafe agar bisa menunggu kedatangan Emily untuk ketiga kalinya. Kali ini kupastikan akan memperoleh jawabannya, apakah dugaanku itu betul atau tidak! Bila memang guru muda itu bukan Emily, mungkin aku akan kecewa, namun sekaligus lega! Karena masih ada kemungkinan Emily belum termiliki oleh siapapun. Dan seperti sudah 'keberuntunganku', pagi itu, pelanggan wanita yang sama datang lagi untuk menikmati kopi paginya. Namun kali ini ia tidak langsung masuk. Wajahnya terlihat gundah saat membaca pesan di telepon genggamnya. Sambil membuka pintu dengan sebelah tangan dan tangan lainnya memegang ponsel untuk menelepon, ia memulai pembicaraan yang cukup keras untuk kudengar. "Hai, Xander." Aku bertambah yakin itu suara Emily, namun aku tak ingin terburu-buru membuka identitasku. Segera kukenakan sebuah kacamata hitam yang sudah kusiapkan sedari kemarin. Ia tampak cantik dengan blus kerja dan rok sedang ala pegawai kant
(POV Erato:) Pagi itu aku sedikit terlambat bekerja, sementara tentu saja Barista kopi Avalanche sudah datang terlebih dahulu membuka kafe. M's Brew kebetulan masih sepi, jadi aku berlambat-lambat berjalan masuk, sementara pelanggan pertama kami baru saja hendak keluar. Oh, guru Evertown High wanita muda yang kemarin! Kali ini ia datang sendiri, dan juga keluar kafe hanya sendiri juga tanpa kekasihnya. Ada kegundahan di raut wajah cantiknya, seolah sedang memikirkan sesuatu. Sementara Barista Avalanche kulihat baru saja mengenakan pin namanya kembali di seragamnya. Kacamata hitam yang bertengger di wajah terburu-buru ia lepaskan. Entah mengapa tadi ia mengenakannya. Seperti biasa, tentu saja Avalanche si Pendiam tak menyapaku atau sekedar mengucapkan hai. "Hai, Avalanche. Selamat pagi. Sambutan yang ramah." panggilku dingin. "Oh, hai juga,"akhirnya ia menyahut. Nada suaranya sepertinya jauh dari riang. Ia juga tampak gelisah. Dibersihkannya gelas bekas pelanggan tadi, namun tanpa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Avalanche : Seharian itu saat bekerja aku merasa tidak tenang, sepertinya aku begitu ingin segera pergi ke Evertown High dan menunggui Emily hingga ia selesai mengajar. Aku jarang keluar sendiri pada pagi dan malam hari di luar jam kerja maupun pada waktu luangku, namun sudut-sudut kota kecil ini mulai kukenal dengan baik. SMA satu-satunya terletak tak jauh dari M's Brew, hanya memerlukan sedikit waktu saja untuk berjalan ke sana. Maka siang itu juga, saat karyawan dan semua kru shift pertama kafe beristirahat, kuputuskan untuk meninggalkan sejenak tempat kerjaku. Kubuka dan kugantungkan celemek barista dan kulepas pin namaku, lalu kuambil jaket dan kacamata hitam serta topi pet yang kugunakan untuk menyembunyikan kunciran rambut cokelat panjangku. Sebelum Erato yang suka ikut campur itu sadar akan kepergianku, aku buru-buru menyelinap pergi. Kuputuskan untuk menungguinya dengan sabar di bawah sebatang pohon yang rindan
Sudut Pandang / 'point-of-view' Avalanche : Aku tak ingin berlama-lama melakukan permainan 'hide-and-seek' yang kekanak-kanakan ini. Aku ingin Emily segera tahu, segera sadar, akan keberadaanku, hingga pada akhirnya ia harus membuat sebuah keputusan maha sukar, memilih dia atau aku! Berjalan kaki, sesekali gadis itu menoleh ke belakang dengan perasaan tak nyaman. Dan tentu saja aku langsung berbalik dengan sigap. Lalu ia seperti terburu-buru melanjutkan perjalanannya. Langkah-langkah kecilnya semakin cepat, cepat, dan cepat. Seakan-akan ia memang mengetahui bahwa seseorang membuntutinya. Emily memang memiliki intuisi yang sangat baik. Sedari dahulu ia memang tak pernah salah menduga. Mungkin juga karena itu ia bertahan hingga sejauh ini. Gadis yang tangguh dan hebat! Ia berusaha untuk menghilang di balik kerumunan orang-orang yang bergerombol di tepi jalan, penduduk yang sedang mengantri makanan instan di truk-truk kecil penjaja hidangan yang
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa