(POV Avalanche:) Pagi itu juga, sekali lagi aku datang lebih cepat ke kafe agar bisa menunggu kedatangan Emily untuk ketiga kalinya. Kali ini kupastikan akan memperoleh jawabannya, apakah dugaanku itu betul atau tidak! Bila memang guru muda itu bukan Emily, mungkin aku akan kecewa, namun sekaligus lega! Karena masih ada kemungkinan Emily belum termiliki oleh siapapun. Dan seperti sudah 'keberuntunganku', pagi itu, pelanggan wanita yang sama datang lagi untuk menikmati kopi paginya. Namun kali ini ia tidak langsung masuk. Wajahnya terlihat gundah saat membaca pesan di telepon genggamnya. Sambil membuka pintu dengan sebelah tangan dan tangan lainnya memegang ponsel untuk menelepon, ia memulai pembicaraan yang cukup keras untuk kudengar. "Hai, Xander." Aku bertambah yakin itu suara Emily, namun aku tak ingin terburu-buru membuka identitasku. Segera kukenakan sebuah kacamata hitam yang sudah kusiapkan sedari kemarin. Ia tampak cantik dengan blus kerja dan rok sedang ala pegawai kant
(POV Erato:) Pagi itu aku sedikit terlambat bekerja, sementara tentu saja Barista kopi Avalanche sudah datang terlebih dahulu membuka kafe. M's Brew kebetulan masih sepi, jadi aku berlambat-lambat berjalan masuk, sementara pelanggan pertama kami baru saja hendak keluar. Oh, guru Evertown High wanita muda yang kemarin! Kali ini ia datang sendiri, dan juga keluar kafe hanya sendiri juga tanpa kekasihnya. Ada kegundahan di raut wajah cantiknya, seolah sedang memikirkan sesuatu. Sementara Barista Avalanche kulihat baru saja mengenakan pin namanya kembali di seragamnya. Kacamata hitam yang bertengger di wajah terburu-buru ia lepaskan. Entah mengapa tadi ia mengenakannya. Seperti biasa, tentu saja Avalanche si Pendiam tak menyapaku atau sekedar mengucapkan hai. "Hai, Avalanche. Selamat pagi. Sambutan yang ramah." panggilku dingin. "Oh, hai juga,"akhirnya ia menyahut. Nada suaranya sepertinya jauh dari riang. Ia juga tampak gelisah. Dibersihkannya gelas bekas pelanggan tadi, namun tanpa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Avalanche : Seharian itu saat bekerja aku merasa tidak tenang, sepertinya aku begitu ingin segera pergi ke Evertown High dan menunggui Emily hingga ia selesai mengajar. Aku jarang keluar sendiri pada pagi dan malam hari di luar jam kerja maupun pada waktu luangku, namun sudut-sudut kota kecil ini mulai kukenal dengan baik. SMA satu-satunya terletak tak jauh dari M's Brew, hanya memerlukan sedikit waktu saja untuk berjalan ke sana. Maka siang itu juga, saat karyawan dan semua kru shift pertama kafe beristirahat, kuputuskan untuk meninggalkan sejenak tempat kerjaku. Kubuka dan kugantungkan celemek barista dan kulepas pin namaku, lalu kuambil jaket dan kacamata hitam serta topi pet yang kugunakan untuk menyembunyikan kunciran rambut cokelat panjangku. Sebelum Erato yang suka ikut campur itu sadar akan kepergianku, aku buru-buru menyelinap pergi. Kuputuskan untuk menungguinya dengan sabar di bawah sebatang pohon yang rindan
Sudut Pandang / 'point-of-view' Avalanche : Aku tak ingin berlama-lama melakukan permainan 'hide-and-seek' yang kekanak-kanakan ini. Aku ingin Emily segera tahu, segera sadar, akan keberadaanku, hingga pada akhirnya ia harus membuat sebuah keputusan maha sukar, memilih dia atau aku! Berjalan kaki, sesekali gadis itu menoleh ke belakang dengan perasaan tak nyaman. Dan tentu saja aku langsung berbalik dengan sigap. Lalu ia seperti terburu-buru melanjutkan perjalanannya. Langkah-langkah kecilnya semakin cepat, cepat, dan cepat. Seakan-akan ia memang mengetahui bahwa seseorang membuntutinya. Emily memang memiliki intuisi yang sangat baik. Sedari dahulu ia memang tak pernah salah menduga. Mungkin juga karena itu ia bertahan hingga sejauh ini. Gadis yang tangguh dan hebat! Ia berusaha untuk menghilang di balik kerumunan orang-orang yang bergerombol di tepi jalan, penduduk yang sedang mengantri makanan instan di truk-truk kecil penjaja hidangan yang
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart : Siapakah orang itu? Aku tak tahu, dan sungguh, aku tak mau tahu. Selain Xander, tak ada siapapun yang kukenal, dan juga tak ada siapapun yang mendekatiku baik di sekolah maupun di sekitar tempat tinggalku. Dan setahuku, tak ada pria lain yang menyukaiku. Tunggu! Apakah Barista kopi yang bernama Ava itu, terkesan 'berminat' padaku? Sepertinya aku tersanjung sekaligus merinding saat memikirkan hal ini. Mengapa agaknya aku telah 'mengenalnya' di titik kehidupan yang lain? Ava, Avalanche?Earth? Tidak mungkin, sungguh tak mungkin! Entah dimana pemuda itu sekarang, dan sungguh, aku tak ingin bertemu dengannya lagi! Atau lebih tepatnya, aku tak bisa! Kenangan lamaku seketika muncul kembali dalam setiap langkah. Bagaikan 'slide' proyektor hitam putih yang diputar kembali secara acak di awan langit siang menuju sore yang putih cerah. Riuh langkah pejalan kaki sepa
Ocean tak bisa berkutik lagi saat kedua gadis kembar Forrester bersama-sama duduk di sisinya, berhadap-hadapan bertiga dalam jacuzzi berair hangat memijat yang deras berputar namun nyaman itu.Tanpa sehelai benangpun menutupi bagian tubuh atas mereka, baik Kate maupun Katy tampak percaya diri. Tubuh mereka segar ranum dan indah, tentu saja belum tersentuh oleh siapapun, kecuali pria muda di hadapan mereka yang hampir saja berhasil masuk ke 'gerbang kebun rahasia' mereka malam itu!Bagaimana dengan usaha mereka hari ini?Mereka berdua terkikih genit, tertawa-tawa menggoda, mencoba menantang pemuda yang gigih bertahan memejamkan mata untuk segera membuka keduanya.'Duh, bagaimana ini? Aku tak bisa selamanya bertahan dalam posisi ini. Mengusir mereka dari sisiku, jelas tak mungkin dilakukan begitu saja! Aku harus memilih salah satu, atau berusaha mencari alasan agar tak usah mempersunting mereka!'Namun namanya pria tampan kesepian, sekuat-kuatnya per
Tak berlama-lama ingin lanjut bersenang-senang (lagi) dengan kedua Kembar Forrester di jacuzzi, Ocean Vagano segera keluar pemandian dan mengenakan kembali busana lengkapnya untuk pergi meninjau laporan mengejutkan si petugas puri.Interupsi yang menyebalkan sekaligus menyelamatkannya. 'Saved by the knocks'.'Mengapa Pedang Terkutuk Dangerous Attraction kembali 'berulah' hari ini? Rantainya putus sendiri? Bagaimana bisa? Sebenarnya apa yang telah terjadi?' gundah Si Sulung sambil mengikuti petugas yang tadi melapor menuju TKP yang selalu terkunci rapih dan ketat, museum puri.Kedua gadis bangsawan Kate dan Katy Forrester yang tadi sudah mulai terlena dalam gairah tentu saja terpaksa kecewa berat untuk kedua kalinya. Namun mereka tak dapat menahan-nahan Sang Tuan Rumah Tampan, yang sampai hari ini juga belum 'termiliki' oleh siapapun dari mereka."Awas ya, Tuan Muda Ocean yang terhormat! Kau harus menikahiku nanti karena sudah melakukan semuanya, ehm
Emily melangkah masuk semakin dalam, tersesat dalam lorong-lorong sempit dari pagar hidup. Lebarnya kurang dari satu meter, dan dedaunan hijau kecil-kecil yang rapat itu tampak hitam kusam di bawah sinar lemah lampu taman. Lantainya yang berupa rumput tampak hitam tersaput bayang-bayang, hingga tak ada sesuatupun yang gadis itu bisa lihat di bawah telapak kakinya. Keseluruhan labirin itu tidak terlalu luas, namun sangat ruwet. Dinding-dinding hijau rimbun itu mengingatkan Emily pada Lorong Bawah Tanah. Rasa khawatir dan gelisahnya semakin menjadi-jadi, semua momen terhilang dan jatuh pingsan yang ia alami 3 tahun silam kembali melanda dirinya bagai deja vu, mimpi buruk yang begitu nyata. Merasa ingin terbangun, namun tak bisa. "Emily..." pemuda asing yang menguntitnya mulai mengeluarkan suara. Berat, namun mirip sekali dengan suara yang baru-baru ini didengarnya di suatu tempat! 'Astaga, ia tahu namaku!' gadis itu menyadari bila orang itu meng