Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :
Siapakah orang itu? Aku tak tahu, dan sungguh, aku tak mau tahu. Selain Xander, tak ada siapapun yang kukenal, dan juga tak ada siapapun yang mendekatiku baik di sekolah maupun di sekitar tempat tinggalku.
Dan setahuku, tak ada pria lain yang menyukaiku.
Tunggu! Apakah Barista kopi yang bernama Ava itu, terkesan 'berminat' padaku? Sepertinya aku tersanjung sekaligus merinding saat memikirkan hal ini.
Mengapa agaknya aku telah 'mengenalnya' di titik kehidupan yang lain?
Ava, Avalanche?
Earth?Tidak mungkin, sungguh tak mungkin! Entah dimana pemuda itu sekarang, dan sungguh, aku tak ingin bertemu dengannya lagi!
Atau lebih tepatnya, aku tak bisa!
Kenangan lamaku seketika muncul kembali dalam setiap langkah. Bagaikan 'slide' proyektor hitam putih yang diputar kembali secara acak di awan langit siang menuju sore yang putih cerah.
Riuh langkah pejalan kaki sepa
Ocean tak bisa berkutik lagi saat kedua gadis kembar Forrester bersama-sama duduk di sisinya, berhadap-hadapan bertiga dalam jacuzzi berair hangat memijat yang deras berputar namun nyaman itu.Tanpa sehelai benangpun menutupi bagian tubuh atas mereka, baik Kate maupun Katy tampak percaya diri. Tubuh mereka segar ranum dan indah, tentu saja belum tersentuh oleh siapapun, kecuali pria muda di hadapan mereka yang hampir saja berhasil masuk ke 'gerbang kebun rahasia' mereka malam itu!Bagaimana dengan usaha mereka hari ini?Mereka berdua terkikih genit, tertawa-tawa menggoda, mencoba menantang pemuda yang gigih bertahan memejamkan mata untuk segera membuka keduanya.'Duh, bagaimana ini? Aku tak bisa selamanya bertahan dalam posisi ini. Mengusir mereka dari sisiku, jelas tak mungkin dilakukan begitu saja! Aku harus memilih salah satu, atau berusaha mencari alasan agar tak usah mempersunting mereka!'Namun namanya pria tampan kesepian, sekuat-kuatnya per
Tak berlama-lama ingin lanjut bersenang-senang (lagi) dengan kedua Kembar Forrester di jacuzzi, Ocean Vagano segera keluar pemandian dan mengenakan kembali busana lengkapnya untuk pergi meninjau laporan mengejutkan si petugas puri.Interupsi yang menyebalkan sekaligus menyelamatkannya. 'Saved by the knocks'.'Mengapa Pedang Terkutuk Dangerous Attraction kembali 'berulah' hari ini? Rantainya putus sendiri? Bagaimana bisa? Sebenarnya apa yang telah terjadi?' gundah Si Sulung sambil mengikuti petugas yang tadi melapor menuju TKP yang selalu terkunci rapih dan ketat, museum puri.Kedua gadis bangsawan Kate dan Katy Forrester yang tadi sudah mulai terlena dalam gairah tentu saja terpaksa kecewa berat untuk kedua kalinya. Namun mereka tak dapat menahan-nahan Sang Tuan Rumah Tampan, yang sampai hari ini juga belum 'termiliki' oleh siapapun dari mereka."Awas ya, Tuan Muda Ocean yang terhormat! Kau harus menikahiku nanti karena sudah melakukan semuanya, ehm
Emily melangkah masuk semakin dalam, tersesat dalam lorong-lorong sempit dari pagar hidup. Lebarnya kurang dari satu meter, dan dedaunan hijau kecil-kecil yang rapat itu tampak hitam kusam di bawah sinar lemah lampu taman. Lantainya yang berupa rumput tampak hitam tersaput bayang-bayang, hingga tak ada sesuatupun yang gadis itu bisa lihat di bawah telapak kakinya. Keseluruhan labirin itu tidak terlalu luas, namun sangat ruwet. Dinding-dinding hijau rimbun itu mengingatkan Emily pada Lorong Bawah Tanah. Rasa khawatir dan gelisahnya semakin menjadi-jadi, semua momen terhilang dan jatuh pingsan yang ia alami 3 tahun silam kembali melanda dirinya bagai deja vu, mimpi buruk yang begitu nyata. Merasa ingin terbangun, namun tak bisa. "Emily..." pemuda asing yang menguntitnya mulai mengeluarkan suara. Berat, namun mirip sekali dengan suara yang baru-baru ini didengarnya di suatu tempat! 'Astaga, ia tahu namaku!' gadis itu menyadari bila orang itu meng
'point-ot-view' Avalanche : Emily. Ia sudah hampir menjadi milikku. Tampaknya seisi penduduk Evertown menghilang, membuka jalan lebar-lebar untukku maju untuk memulai 'pendekatan' yang sama sekali baru. A brand new beginning, second chance, apapun namanya! Dan aku takkan membiarkan gadis itu berlalu lagi! Aku tak peduli bagaimana caranya. Aku hanya ingin ia jadi milikku kali ini. Di kota kecil ini tak ada Ocean dan Sky yang bisa menolongnya, bahkan bersaing memilikinya! Mengingat betapa berkuasa dan dominannya aku saat ini, langkahku semakin tegap dan cepat! Ya, aku kali ini akan memilikimu! Emily berusaha berlari ke dalam sebuah taman hijau yang dikelilingi pagar hidup yang rumit. Kurasa, inilah yang dinamakan labirin. Tempat anak-anak dan remaja biasa bermain hide-and-seek dan berusaha keras menemukan jalan keluar. Namun di dalam sini juga pasti ada point-of-no-return! Hatiku bersorak sorai. Aku betul-betul merasa keren seperti penja
Sudut Pandang / 'point-of-view' Avalanche :Pagi harinya, aku berangkat kerja seperti biasa. Membuka pintu-pintu dan membereskan segalanya. Kuharap Pak Manajer tak memecatku gegara kejadian kemarin. Meninggalkan pekerjaan tanpa izin, kurasa aku akan ditegur karena melakukan pelanggaran.Baru saja aku menyelesaikan beberapa tugas, Erato juga hadir. Tanpa menyapa selamat pagi, kami berdua bekerja masing-masing dalam diam, tak ada yang saling mengucap apapun."Aku tahu, Ava, kau memiliki koneksi dengan tamu gadis guru Evertown High itu.."Perkataan Erato itu mengejutkanku. Hampir saja kujatuhkan gelas kopi bersih yang baru kulap kering dan hendak kuletakkan di rak."Kemana saja kau pergi kemarin selepas makan siang? Pak Manajer mencarimu sambil marah-marah. Kubilang saja kau minta izin pulang karena sakit mata." Erato sekali lagi mendesak.Hening. Aku bersyukur pagi itu hanya ada kami berdua bersiap-siap membuka M's Brew. Belum ada tanda-tanda
Pagi hari cerah itu seperti yang kerap dilakukannya, sang guru muda tampan Alexander Chan-Meyer datang menjemput Emily Stewart kekasihnya, di depan kamar sewaan di pinggiran Evertown.Setelah kemarin seharian Xander beristirahat karena flu, pagi ini ia telah merasa segar bugar kembali dan tak sabar ingin segera berjumpa lagi dengan Emily.Pemuda itu sedikit heran saat kemarin sore ibunya mengabarkan bila ia kedatangan tamu wanita muda yang mencarinya saat ia pergi ke dokter. Diduganya itu pasti Emily. Namun karena ia masih belum pulih benar, ia hanya masuk rumah dan beristirahat sambil menunggu telepon atau kedatangan Emily untuk kedua kalinya.Yang tak pernah terjadi, bahkan hingga malam hari tiba.Merasa sedikit heran karena tak ada kabar lebih lanjut, Xander memutuskan untuk segera makan malam, minum obat dan pergi ke kamar untuk beristirahat. Ia hanya ingin malam itu segera berlalu dan bisa segera berganti pagi agar bisa segera berangkat bekerja dan m
Sementara itu, jauh di Pulau Vagano, Ocean masih sebisa mungkin menjaga jarak dengan kedua Kembar Forrester yang selalu menggodanya. Ia tak tahu bagaimana harus bersikap. Mereka begitu jelita dan menggoda, bagaikan sepasang Succubus yang selalu muncul 'meresahkan', bahkan di siang hari. Ocean kadang merasa sedikit banyak 'bersalah' karena secara tak sengaja membiarkan 'iblis' dalam dirinya keluar lepas. Menyentuh dan mengencani bahkan menikmati sosok gadis-gadis lain, sungguh di luar kebiasaan dan etika keningratan klasik Everopa yang sedari belia membelenggunya. Dan selama 23 tahun hidupnya, semasa masih ada Emily di sini, hanya gadis itu yang dikenalnya, yang berhasil membawanya mengenal cinta. Gadis yang ia temukan di pantai saat terluka, seperti bidadari yang dihantarkan Tuhan ke Bumi, yang ia selamatkan, kemudian membuatnya jatuh hati. Sayangnya, Emily harus pergi. Ia merasa tempatnya bukan di sini, melainkan di Evermerika bersama keluarganya. Terpaksa direlakan
Sementara itu, pasangan baru Emily dan Xander masih berada di kamar sewaan Emily, di pagi hari menjelang jam masuk sekolah. "Apa yang terjadi padamu, Emily? Mengapa kau jadi kusut dan tampak lusuh begini?" pilu Xander sambil menatap kekasihnya yang masih belum pulih dari apa yang ia alami kemarin malam. Emily menutup rapat mulutnya sambil terisak-isak. Ia belum siap, atau belum ingin bercerita mengenai kejadian kemarin. Ia sebetulnya tak mengalami trauma. Lebih tepatnya, ia mengalami deja vu. Sesuatu yang lebih seperti terulangnya memori di masa lalu. Penguntit yang ia curigai sebagai 'Earth' itu bukan orang asing. Herannya, seberapa keraspun ia berusaha menyangkal, mengapa 'crime of passion' itu bertahan dalam benaknya? Mengapa tubuhnya tak menolak bahwa seperti itulah yang ia butuhkan selama ini? Bukan hanya perlakuan manis dan kebaikan saja? "Emily. kau bisa berterus terang kepadaku. Aku bukan tipe pria tak pedulian. Dan aku bukan orang asing! Aku kekasihmu!" desak Xander. "Maa
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa