Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Emily, Doc Lilian hanya bisa mendesah. Beliau bisa merasakan kalau sesuatu akan segera tiba dan itu bukanlah hal yang menyenangkan, karena sudah terpendam selama hampir dua puluh tiga tahun.
Sesuatu yang sudah lama bagaikan api dalam sekam. Tertimbun namun tidak kelihatan, namun lama-kelamaan akan menjadi api yang bukan hanya bernyala-nyala, namun bisa membumihanguskan apa saja yang ia lalui.
"Ceritanya sangat panjang, dan aku tak bisa menjelaskannya kepadamu seorang diri, karena sebenarnya ceritaku ini hanya dari apa yang kuketahui saja." Doc Lilian ganti bertanya, "Darimana Emily tahu semua itu dan mengapa kau bisa menanyakan hal yang bahkan Ocean dan Sky pun belum mengetahui setitik komapun dari siapapun?"
"Lorong Bawah Tanah, Dokter. Aku sudah dua kali berada di sana dan aku sebenarnya tak ingin tahu apa-apa. Tapi ada sesuatu atau sesorang di sana..."
"Baiklah. Ya, memang sejak kematian ibu kembar Vagano, tem
Emily mendengarkan lanjutan kisah Doc Lilian dalam diam sementara hujan di luar mercusuar semakin deras menderu. "Hannah dan Zeus tak pernah bisa mendapatkan restu walau keluarga Hannah adalah keluarga kaya-raya dan memiliki perusahaan multinasional sekalipun. Malah sekembalinya mereka ke pulau Vagano, keluarga besar menyambut mereka dengan kejutan tak sedap : perjodohan dengan Duchess Florencia Lancaster. Gadis bermata biru dari Everopa yang kecantikannya menyaingi Hannah. Anehnya, Zeus saat diperkenalkan dengan Florencia atau Florence, mau saja dan malah dalam waktu dekat semakin akrab dan akhirnya betul-betul memutuskan dan meninggalkan hubungannya dengan Hannah. Jadi Florence dan Zeus menikah dalam kondisi dimabuk cinta sedangkan Hannah dibiarkan begitu menderita. Namun entah mengapa, ia tetap tegar dan memilih mengalah. Hingga akhirnya Florence hamil dan pada suatu pagi yang dingin, hampir dua puluh tiga tahun yang lalu, ia melahirkan bayi, atau le
"Pedang itu ditempa oleh Zeus dengan tujuan yang kami tak tahu pasti. Setelah kematian istrinya, ia lama merenung seperti orang hilang ingatan dan akhirnya menuliskan puisi Angka Tiga di gulungan perkamen yang ada di museum, dimana kami tak mengerti apa maksudnya. Tapi Hannah sepertinya tahu semua itu dan ia segera menyembunyikan bayi kembar ketiga. Bukan karena kasihan atau ingin menyelamatkannya dari amarah Zeus yang selalu menuduh bayi itu anak terkutuk yang merenggut nyawa ibunya sendiri." "Maksud Doc Lilian?" Tiba-tiba petir menggelegar, cahayanya berkilat jelas dari jendela-jendela mercusuar yang berada tinggi di atas tangga spiral menuju puncak menara. "Hannah masih menyembunyikan bayi itu hingga saat ini. Ia memiliki rencananya sendiri, entah sejalan puisi Zeus atau tidak. Aku yakin sekali bayi itu masih hidup di suatu tempat di pulau ini. Kuburan kosong tersedia di pemakaman Vagano itu sengaja digali atas titah Zeus sebelum ia mati. K
Emily berjalan dalam kegelapan dan hujan, tak perduli pada pakaiannya yang basah kuyup dan berusaha keras untuk berkonsentrasi pada nyala kecil lampu senter yang ada dalam genggamannya. Ia tak inginkan apa-apa, hanya segera pulang ke puri dan mengungkapkan semua yang telah ia ketahui kepada Ocean dan Sky. Ia tak perduli pada kesehatannya, bahkan ia tak ingin segera berganti baju lalu masuk ke balik selimut, karena saat ini apa yang ia ketahui jauh lebih penting daripada apapun... Sesekali petir sambar-menyambar di langit memekakkan telinga. Belum pernah Emily mengalami badai seperti ini di kota. Di pulau kecil ini tak ada penangkal petir maupun tempat berlindung dari hujan seperti pulau-pulau wisata. Pulau ini masih begitu liar dan suram seperti sejarah hampir dua puluh tiga tahun silam! Hutan dalam badai tentu saja bertambah tak ramah. Selain semak-semak belukar, tanah berlumpur dan becek, serta rerumputan tinggi liar dan membuat kaki gatal,
(point-of-view Kembar Vagano Tak Dikenal:) 'Aku tahu harus segera berbuat sesuatu untuk menghangatkan kembali tubuh Emily yang mulai kehilangan hangatnya ini. Aku tak boleh panik. Walau aku tak tahu arti dari perasaanku ini, bahkan sejujurnya aku tak mengenalnya secara pribadi, kecuali, yah, pernah dua kali melihat bagian-bagian pribadinya di luar kehendak dan kuasaku, yang kadang masih menguasai diriku, menggiringku untuk memuaskan sesuatu yang kelelakianku inginkan. Tapi kali ini berbeda. Aku hanya ingin dia selamat. Maka kubaringkan dia di lantai batu gua yang dingin dan gelap itu. Kubuka gaunnya yang basah kuyup, untuk sekali lagi menemui pemandangan indah yang sudah pernah kulihat namun takkan pernah bosan untuk kupandangi lagi dan lagi. Tapi kali ini aku tak punya nafsu birahi. Aku hanya ingin tubuh wanita muda ini hangat lagi dan tak ingin sesuatu yang buruk menimpanya. Kubuka juga jubahku agar kehangatan tubuhku yang kurus kering bisa sedikit
(Point-of-view kembar Vagano tak dikenal:) 'Aku tak tahu mengapa malam ini aku begitu nekad melakukan semua ini. Bila saja aku tak punya belas kasihan, kubiarkan saja Emily di sana sekalian kunikmati keseluruhannya, sisa-sisa tubuhnya dan hidupnya. Sebab bagaimanapun ia disukai dan menyukai Ocean, kurasa begitu. Ia tak mengenalku. Ia bukan siapa-siapaku. Namun tidak. Aku sangat cemburu dan marah, tapi belum saatnya kulampiaskan. Maka kubawa tubuhnya naik perlahan kembali ke kamarnya lewat pohon dengan susah-payah karena memanjat sambil membawa tubuh seseorang tak semudah kedengarannya. "Peluk aku erat, aku akan menaruhmu di balkon lalu pergi." "Mengapa kita lewat sini, Ocean?" Emily merasa heran. "Aku harus pergi. Kau masuk dan segera bebersih saja dan beristirahat." "Jangan tinggalkan aku." "Aku harus pergi." Emily dalam jubah ksatria lamanya dan tanpa apa-apapun lagi di dalamnya kuletakkan saja di balkon dan aku seger
(Point-of-view Emily:) 'Astaga. Earth, betulkah dia orang yang kusangka sebagai Ocean tadi? Dia masih hidup? Diakah yang pertama kali kudengar erangannya pada malam-malam pertamaku di sini dan kemudian terulang lagi sehingga aku begitu ketakutan dan lari ke kamar tidur Ocean? Diakah yang mengintaiku dalam berbagai kesempatan, termasuk... yang menyelamatkanku hingga dua kali walau dalam keadaanku yang paling polos dan terbuka? Aku sungguh merasa malu dan betul-betul risih, bila begitu, bisa saja lelaki tak kukenal itu memperlakukanku apa saja. Tapi tidak, dia tak begitu. Earth, penghuni Lorong Bawah Tanah yang kerap diberi makan Hannah! Dialah yang kucari-cari selama ini! Hannah... !!! Dia merencanakan sesuatu! Dia sangat berbahaya!' Emily langsung berdiri dan menghambur keluar dari ruang perpustakaan. Sudut Pandang / point-of-view Earth Vagano : 'Malam itu hujan berhenti, namun aku tak bisa tidur
Emily dan kedua kembar tampan Vagano tak menyadari bahwa Hannah sedari awal mendengarkan dan sabar menunggu momen-momen kelengahan mereka. Saat mereka berkumpul ia sengaja menyediakan teh hangat yang ternyata lebih istimewa daripada yang biasa ia sajikan..."Astaga, aku kok tiba-tiba mengantuk.." Emily melepaskan genggaman tangan Ocean yang berusaha memberinya ketenangan."Nanti.. pagi-pagi sekali baru kita bertindak, aku mau ke kamar dulu. Besok akan kuberitahu kalian.." Emily hendak berdiri, namun tiba-tiba ia terkulai.Ocean dan Sky berdiri, mereka kompak mencegah Emily terjatuh ke lantai, namun mereka juga tiba-tiba diserang oleh rasa kantuk yang luar biasa."Aduh, kenapa aku juga mengantuk.."Ocean maupun Sky buru-buru menggotong Emily bersama-sama ke sofa terdekat, lalu mereka sendiri segera duduk di sofa-sofa tunggal sebelah Emily dan segera terpulas."Ya, ya, obat tidur itu akan bekerja selama beberapa jam, selain mengantuk lelah dan cemas,
(Point-of-view Earth Vagano:) 'Aku tiba juga di bangunan tinggi yang selalu memancarkan cahaya berputar di puncaknya yang disebut mercu suar itu. Aku tahu seseorang yang tinggal di sana adalah orang yang Emily baru temui, dan aku harus menemuinya juga karena aku harus tahu siapa dia! Aku tak ingin langsung masuk, kedatanganku pada dini hari ini tentu akan dianggap sebagai pencuri. Maka aku mencoba mencari jendela atau apapun untuk menyelinap masuk. Sayangnya jendela-jendela yang ada terlalu tinggi dan tak ada pohon di sekitar menara itu untuk kugapai. Tiba-tiba seekor kuda dan seorang penunggangnya mendekat. Segera aku bersembunyi di balik pohon-pohon terdekat dan mengintip apa yang akan terjadi. Aku mulai merasakan firasat buruk menghujam jantungku, orang itu sepertinya kukenal dengan cukup baik. Sosok wanita tua. Si Tua !!! Malam itu berkabut, namun berkat cahaya rembulan yang temaram serta mataku yang terlatih dalam ke