Emily hanya membawa sebuah senter dan nyaris lupa memakai sepatu. Ia bertubuh mungil, jadi tak seberapa susah baginya untuk menyelinap dari halaman Puri menuju hutan yang hanya dipisahkan oleh pagar hidup rendah. Dan karena puri Vagano tak seberapa terang di malam hari, ia bersyukur pencahayaan yang minim itu membuat para penjaga tak sadar bila ia sudah mencapai hutan.
'Kurasa hanya ini caranya untuk segera mengetahui segala-galanya malam ini.'
Mercusuar itu sepertinya berada di tepi laut, dan untuk menuju ke sana melalui hutan adalah rute terbaik. Bila melalui perkebunan, kemungkinan besar akan segera tertangkap oleh petugas-petugas yang berjaga malam di jalan tanah sederhana yang biasanya dilalui kereta kuda dan kendaraan pengangkut lainnya.
Tapi Emily sama sekali tak menduga bila tanah hutan itu sebenarnya begitu sukar dilalui karena terlalu gelap, licin, berbahaya dan juga penuh rintangan.
Semak-semak belukar berduri, suara-suara hewan liar yang m
Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Emily, Doc Lilian hanya bisa mendesah. Beliau bisa merasakan kalau sesuatu akan segera tiba dan itu bukanlah hal yang menyenangkan, karena sudah terpendam selama hampir dua puluh tiga tahun. Sesuatu yang sudah lama bagaikan api dalam sekam. Tertimbun namun tidak kelihatan, namun lama-kelamaan akan menjadi api yang bukan hanya bernyala-nyala, namun bisa membumihanguskan apa saja yang ia lalui. "Ceritanya sangat panjang, dan aku tak bisa menjelaskannya kepadamu seorang diri, karena sebenarnya ceritaku ini hanya dari apa yang kuketahui saja." Doc Lilian ganti bertanya, "Darimana Emily tahu semua itu dan mengapa kau bisa menanyakan hal yang bahkan Ocean dan Sky pun belum mengetahui setitik komapun dari siapapun?" "Lorong Bawah Tanah, Dokter. Aku sudah dua kali berada di sana dan aku sebenarnya tak ingin tahu apa-apa. Tapi ada sesuatu atau sesorang di sana..." "Baiklah. Ya, memang sejak kematian ibu kembar Vagano, tem
Emily mendengarkan lanjutan kisah Doc Lilian dalam diam sementara hujan di luar mercusuar semakin deras menderu. "Hannah dan Zeus tak pernah bisa mendapatkan restu walau keluarga Hannah adalah keluarga kaya-raya dan memiliki perusahaan multinasional sekalipun. Malah sekembalinya mereka ke pulau Vagano, keluarga besar menyambut mereka dengan kejutan tak sedap : perjodohan dengan Duchess Florencia Lancaster. Gadis bermata biru dari Everopa yang kecantikannya menyaingi Hannah. Anehnya, Zeus saat diperkenalkan dengan Florencia atau Florence, mau saja dan malah dalam waktu dekat semakin akrab dan akhirnya betul-betul memutuskan dan meninggalkan hubungannya dengan Hannah. Jadi Florence dan Zeus menikah dalam kondisi dimabuk cinta sedangkan Hannah dibiarkan begitu menderita. Namun entah mengapa, ia tetap tegar dan memilih mengalah. Hingga akhirnya Florence hamil dan pada suatu pagi yang dingin, hampir dua puluh tiga tahun yang lalu, ia melahirkan bayi, atau le
"Pedang itu ditempa oleh Zeus dengan tujuan yang kami tak tahu pasti. Setelah kematian istrinya, ia lama merenung seperti orang hilang ingatan dan akhirnya menuliskan puisi Angka Tiga di gulungan perkamen yang ada di museum, dimana kami tak mengerti apa maksudnya. Tapi Hannah sepertinya tahu semua itu dan ia segera menyembunyikan bayi kembar ketiga. Bukan karena kasihan atau ingin menyelamatkannya dari amarah Zeus yang selalu menuduh bayi itu anak terkutuk yang merenggut nyawa ibunya sendiri." "Maksud Doc Lilian?" Tiba-tiba petir menggelegar, cahayanya berkilat jelas dari jendela-jendela mercusuar yang berada tinggi di atas tangga spiral menuju puncak menara. "Hannah masih menyembunyikan bayi itu hingga saat ini. Ia memiliki rencananya sendiri, entah sejalan puisi Zeus atau tidak. Aku yakin sekali bayi itu masih hidup di suatu tempat di pulau ini. Kuburan kosong tersedia di pemakaman Vagano itu sengaja digali atas titah Zeus sebelum ia mati. K
Emily berjalan dalam kegelapan dan hujan, tak perduli pada pakaiannya yang basah kuyup dan berusaha keras untuk berkonsentrasi pada nyala kecil lampu senter yang ada dalam genggamannya. Ia tak inginkan apa-apa, hanya segera pulang ke puri dan mengungkapkan semua yang telah ia ketahui kepada Ocean dan Sky. Ia tak perduli pada kesehatannya, bahkan ia tak ingin segera berganti baju lalu masuk ke balik selimut, karena saat ini apa yang ia ketahui jauh lebih penting daripada apapun... Sesekali petir sambar-menyambar di langit memekakkan telinga. Belum pernah Emily mengalami badai seperti ini di kota. Di pulau kecil ini tak ada penangkal petir maupun tempat berlindung dari hujan seperti pulau-pulau wisata. Pulau ini masih begitu liar dan suram seperti sejarah hampir dua puluh tiga tahun silam! Hutan dalam badai tentu saja bertambah tak ramah. Selain semak-semak belukar, tanah berlumpur dan becek, serta rerumputan tinggi liar dan membuat kaki gatal,
(point-of-view Kembar Vagano Tak Dikenal:) 'Aku tahu harus segera berbuat sesuatu untuk menghangatkan kembali tubuh Emily yang mulai kehilangan hangatnya ini. Aku tak boleh panik. Walau aku tak tahu arti dari perasaanku ini, bahkan sejujurnya aku tak mengenalnya secara pribadi, kecuali, yah, pernah dua kali melihat bagian-bagian pribadinya di luar kehendak dan kuasaku, yang kadang masih menguasai diriku, menggiringku untuk memuaskan sesuatu yang kelelakianku inginkan. Tapi kali ini berbeda. Aku hanya ingin dia selamat. Maka kubaringkan dia di lantai batu gua yang dingin dan gelap itu. Kubuka gaunnya yang basah kuyup, untuk sekali lagi menemui pemandangan indah yang sudah pernah kulihat namun takkan pernah bosan untuk kupandangi lagi dan lagi. Tapi kali ini aku tak punya nafsu birahi. Aku hanya ingin tubuh wanita muda ini hangat lagi dan tak ingin sesuatu yang buruk menimpanya. Kubuka juga jubahku agar kehangatan tubuhku yang kurus kering bisa sedikit
(Point-of-view kembar Vagano tak dikenal:) 'Aku tak tahu mengapa malam ini aku begitu nekad melakukan semua ini. Bila saja aku tak punya belas kasihan, kubiarkan saja Emily di sana sekalian kunikmati keseluruhannya, sisa-sisa tubuhnya dan hidupnya. Sebab bagaimanapun ia disukai dan menyukai Ocean, kurasa begitu. Ia tak mengenalku. Ia bukan siapa-siapaku. Namun tidak. Aku sangat cemburu dan marah, tapi belum saatnya kulampiaskan. Maka kubawa tubuhnya naik perlahan kembali ke kamarnya lewat pohon dengan susah-payah karena memanjat sambil membawa tubuh seseorang tak semudah kedengarannya. "Peluk aku erat, aku akan menaruhmu di balkon lalu pergi." "Mengapa kita lewat sini, Ocean?" Emily merasa heran. "Aku harus pergi. Kau masuk dan segera bebersih saja dan beristirahat." "Jangan tinggalkan aku." "Aku harus pergi." Emily dalam jubah ksatria lamanya dan tanpa apa-apapun lagi di dalamnya kuletakkan saja di balkon dan aku seger
(Point-of-view Emily:) 'Astaga. Earth, betulkah dia orang yang kusangka sebagai Ocean tadi? Dia masih hidup? Diakah yang pertama kali kudengar erangannya pada malam-malam pertamaku di sini dan kemudian terulang lagi sehingga aku begitu ketakutan dan lari ke kamar tidur Ocean? Diakah yang mengintaiku dalam berbagai kesempatan, termasuk... yang menyelamatkanku hingga dua kali walau dalam keadaanku yang paling polos dan terbuka? Aku sungguh merasa malu dan betul-betul risih, bila begitu, bisa saja lelaki tak kukenal itu memperlakukanku apa saja. Tapi tidak, dia tak begitu. Earth, penghuni Lorong Bawah Tanah yang kerap diberi makan Hannah! Dialah yang kucari-cari selama ini! Hannah... !!! Dia merencanakan sesuatu! Dia sangat berbahaya!' Emily langsung berdiri dan menghambur keluar dari ruang perpustakaan. Sudut Pandang / point-of-view Earth Vagano : 'Malam itu hujan berhenti, namun aku tak bisa tidur
Emily dan kedua kembar tampan Vagano tak menyadari bahwa Hannah sedari awal mendengarkan dan sabar menunggu momen-momen kelengahan mereka. Saat mereka berkumpul ia sengaja menyediakan teh hangat yang ternyata lebih istimewa daripada yang biasa ia sajikan..."Astaga, aku kok tiba-tiba mengantuk.." Emily melepaskan genggaman tangan Ocean yang berusaha memberinya ketenangan."Nanti.. pagi-pagi sekali baru kita bertindak, aku mau ke kamar dulu. Besok akan kuberitahu kalian.." Emily hendak berdiri, namun tiba-tiba ia terkulai.Ocean dan Sky berdiri, mereka kompak mencegah Emily terjatuh ke lantai, namun mereka juga tiba-tiba diserang oleh rasa kantuk yang luar biasa."Aduh, kenapa aku juga mengantuk.."Ocean maupun Sky buru-buru menggotong Emily bersama-sama ke sofa terdekat, lalu mereka sendiri segera duduk di sofa-sofa tunggal sebelah Emily dan segera terpulas."Ya, ya, obat tidur itu akan bekerja selama beberapa jam, selain mengantuk lelah dan cemas,
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa