"Sekarang! itu restoran langgananku, bahkan kasirnya pun mengenalku, mau di taruh di mana mukaku sekarang?" teriak Intan, kelakuannya lebih mirip seperti seorang anak kecil yang ingin merebut permen dari temannya, apapun alasannya ia harus mendapatkan keinginannya."Kalau bingung mau taruh di mana, di tinggal saja di rumah, tidak perlu bawa wajah saat keluar rumah," ucap datar Bayu."Mas Bayu!"Intan yang baru mengerti dengan maksud Bayu kembali berteriak kencang."Astaga! ayo kita tebus sekarang!"Bayu yang merasa frustrasi, dengan cepat menarik lengan Intan menjauhi kerumunan karyawan yang tengah mengintip mereka dari luar pintu ruangan Bayu karena merasa penasaran."Masuk!" perintah Bayu Pada Intan.Bayu menghempaskan lengan Intan yang sebelumnya di cengkeramnya dengan keras."Sakit Mas! kenapa jadi kasar begini sih Kamu?" pekik Intan kesakitan dengan perlakuan Bayu terhadapnya."Gak usah banyak omong, cepat masuk!" perintah Bayu dengan nafas yang menderu, seakan tengah menahan ama
"Mas!" pekik Intan, ketika ia menyadari Bayu yang tengah melamun sambil mengemudikan mobilnya.Namun Bayu hanya menghela nafas panjang, lagi-lagi Bayu tak menggubris Intan yang berada di sampingnya sama sekali, hal itu membuat Intan semakin kesal dibuatnya."Turun!" perintah Bayu pada Intan, ia menyuruh Intan untuk turun dari mobilnya ketika telah sampai di depan rumah kontrakan milik Intan.Intan yang merasa geram akan sikap Bayu pun bergegas turun dan membanting keras pintu mobil milik Bayu, Bayu merasa tidak peduli dengan sikap Intan, Intan semakin hari semakin melunjak ketika dia memenuhi semua permintaannya, Bayu kembali menancap gas, meninggalkan Intan yang terus menatapnya dari kejauhan.***"Sayang?" Bayu nampak tertegun melihat penampilan Kinara yang menurutnya sedikit berbeda hari ini.Ternyata Kinara cukup cantik jika berdandan, batin Bayu.Kinara nampak memakai lipstik dan sedikit melukis alisnya, meskipun tetap memakai daster saat di rumah, namun penampilan Kinara kini ja
Risa memastikan ada yang tidak beres dengan Kinara, dia sempat melihat Bayu yang tengah memandang ke arah mereka dari kejauhan saat membukakan pintu untuk Kinara."Tunggu sebentar ya Mbak, aku ambilkan minum dulu," ucap Risa yang bergegas masuk ke dalam rumah.Namun alih-alih membuatkan minum, Risa justru berinisiatif untuk menelepon Arka, dia tahu, Arka adalah satu-satunya orang yang paling peduli dengan Kinara saat ini, walaupun sebenarnya dia juga tidak mengetahui apa hubungan mereka sebenarnya."Halo Pak Arka?" ucap Risa setengah berbisik ketika menyadari Arka yang telah mengangkat telepon darinya."Ada apa?" jawab Arka dari seberang telepon."Itu, Mbak Kinara tiba-tiba lari ke rumah saya dengan ketakutan, pas membukakan pintu, saya melihat suaminya yang sedang melihatnya dari kejauhan, Mbak Kinara sangat panik Pak, saya takut kalau Mbak Kinara ternyata mengalami kdrt," ujar Risa dengan panik."Oh, oke-oke saya ke sana sekarang!"Arka pun tak kalah paniknya dari Risa, namun dia sa
Bayu mengambil kunci mobil, lalu bergegas pergi entah ke mana, namun Kinara yakin, Bayu saat ini akan menemui selingkuhannya.'Haduh! kenapa Pak Arka terlalu gegabah begini' batin Risa.Karena takut terkena masalah, Risa memutuskan untuk bersembunyi di dalam rumahnya, dia hanya meminta Arka untuk datang, tapi di luar dugaan Arka justru melayangkan bogemnya ke arah wajah Bayu.Kinara nampak tengah menghela nafas panjang."Kamu tunggu di sini! aku akan mengambil obat merah untuk lukamu," ucap Kinara ketika ia melihat sudut bibir Arka yang mengeluarkan darah.Tanpa mengucap sepatah kata pun, Arka hanya menuruti perintah Kinara, dia benar-benar merasa takut jika Kinara akan membencinya karena terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangganya saat ini. Kinara nampak keluar dari dalam rumah sembari membawa sekotak obat, ia duduk di samping Arka seraya mencari sesuatu dalam kotak obatnya."Hadap sini!" perintah Kinara pada Arka, Kinara meminta Arka agar menghadap ke arahnya, supaya lebih mu
Arka terkejut bukan main mendengar pertanyaan Kinara yang di lontarkan padanya."Aku gak kenal Risa," ucap Arka."Kamu mau bohongin aku? selain Mbak Risa, gak ada yang tahu soal kejadian tadi." Kinara merasa curiga dengan sikap Arka yang selalu berdalih ketika membahas masalah seperti ini."Mbak Risa itu udah bersuami loh Ka, jangan coba-coba buat merebut istri orang, dosa!" lanjut Kinara.Arka benar-benar di buat melongo dengan ucapan Kinara padanya, bisa-bisanya dia mengira jika Arka memiliki hubungan spesial dengan Risa, kalau pun Arka ingin merebut istri orang, yang ingin ia rebut adalah Kinara, kenapa jadi Risa?"Hah? kamu belum minum obat Ra? kenapa jadi ngelantur gini sih?" tanya Arka membari memegang dahi Kinara yang langsung di tepis olehnya."Ya terus kenapa kamu selalu ngeles saat membahas soal Mbak Risa?" tanya Kinara ingin memastikan."Ya karena emang ngak penting," ucap Arka datar."Ya udalah kalau emang gak mau cerita gak apa-apa, itu hak Kamu."Kinara merasa frustrasi
"Masih ingat untuk pulang Mas!?" Ketus Kinara melihat Bayu yang hendak memasuki rumah, namun Bayu hanya diam, tidak memberikan respon apapun, seolah tidak mendengar ucapan apapun dari Kinara yang menghadangnya di depan pintu.Kinara hanya memutar bola matanya dengan malas, dia bergegas untuk tidur mengingat malam yang mulai larut, tidak mempedulikan Bayu yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari terus melamun.***Keesokan harinya, Bayu melihat istrinya yang semakin hari semakin terlihat lebih mempesona di banding sebelumnya.Nampak Kinara yang tengah mempersiapkan beberapa pesanan kuenya, dia nampak berdandan lagi hari ini, membuat Bayu, sang suami semakin ingin meliriknya lebih dekat."Mau di bantu?" Bayu sekedar berbasa-basi pada Kinara yang terlihat sibuk dengan kotak-kotak kuenya."Tidak perlu," ketus Kinara.Bayu hanya tertunduk lesu mendengar jawaban sang istri, hingga dia menemukan Nathan yang tengah bermain sendirian."Anak Papa lagi main sendiri ya? Papa temani main ya?"
Setelah selesai mengantarkan pesanan kuenya, Kinara berdandan secantik yang dia bisa, dia ingin menunjukkan pada sang pelakor, bahwa dirinya lebih cantik dari selingkuhan suaminya, bukan untuk menjauhkan pelakor dari suaminya, tapi hanya untuk membuat hati nurani sang pelakor kepanasan."Tunggu aku Intan!" gumam Kinara dengan seringainya di hadapan cermin.***Suara langkah kaki dengan sepatu hak tinggi berhasil membuat pusat perhatian, Kinara nampak anggun mengenakan dress merah jambu dengan rambutnya yang tergerai, dirinya tengah berjalan berlenggak-lenggok menampakkan tubuh proposionalnya yang bagai seorang model iklan, menghampiri seorang wanita yang terlihat telah lama menunggu kehadirannya.Kinara tersenyum pada Intan yang sedari tadi memperhatikannya dari tempat duduknya."Hai Mbak Intan, lama tidak berjumpa, apa kabar?" tanya Kinara sekedar berbasa-basi sembari menarik kursi dan duduk di sana."Baik," jawab singkat Intan, dia nampak tertunduk malu, dia berfikir Kinara akan dat
"Lha? Kamu siapa bisa-bisanya memerintahku seperti itu?" jawab santai Kinara yang semakin membuat Intan naik pitam."Aku sedang hamil! dan ini anak Mas Bayu, jadi Mas Bayu harus bertanggung jawab padaku atau Kamu akan di madu!" cerca Intan, yang hanya di tanggapi Kinara dengan seringainya."Buat jadi maduku itu bukan perkara yang mudah, lagipula aku juga tidak akan mau punya keluarga dengan bandrol diskon menempel di tubuhnya," ejek Kinara dengan menekankan kata 'diskon' di ucapannya.Brak!Intan tak sadar tengah menggebrak meja di depannya, kebencian itu semakin menggebu, seluruh pengunjung tengah memperhatikan mereka dari kejauhan, nampak Intan yang awalnya berdiri kini terduduk kembali di kursinya, nafasnya menderu begitu hebat hingga tak mampu untuk berkata-kata.Sementara Kinara masih terdiam di tempat dengan senyum penuh kemenangan, memperhatikan Intan yang tengah mengontrol emosinya yang semakin memuncak."Sejak kapan Kamu mengetahui perselingkuhan Suamimu denganku?" tanya Inta
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem