"Aku tidak akan pergi ke mana-mana, aku akan tetap di sini untuk menjagamu." Kinara memeluk sang Suami yang kini terduduk di atas tempat tidur."Aku punya sesuatu untukmu," ucap Kinara dengan begitu antusias.Arka mengerinyitkan alis, menatap sang Istri dengan penuh tanda tanya.Kinara merogoh saku celananya untuk mengambil sesuatu dari dalam sana.Sebuah kotak berwarna biru dengan pita merah yang dihias sedemikian rupa layaknya sebuah kado ulang tahun."Ini untukmu, bukalah!" Kinara memberikan sebuah kotak kecil persegi panjang dengan begitu antusias.Arka melirik ekspresi wajah sang Istri yang terlihat tengah menahan seulas senyum, sebelum akhirnya menerima kotak pemberian darinya."Apa ini?" Arka mengguncang kotak itu seolah tengah menebak isinya."Hey, jangan dikocok seperti itu." Kinara berusaha merebut kembali kotak yang ia berikan, namun Arka dengan cepat mengangkat kotak itu tinggi-tinggi agar sang Istri tidak bisa meraihnya."Kenapa enteng sekali? Apa isinya?" Arka terlihat b
"Tapi jika hanya diam saja di rumah juga membuatku bosan," ucap Kinara memelas.Arka hanya terdiam seraya memegangi kepalanya yang terasa nyeri."Sudahlah, aku tidak bisa berbuat apa-apa padamu. Kamu boleh beraktivitas seperti biasa, tapi jangan terlalu sering, oke?""Siap, Bos." Kinara begitu bersemangat dengan memberikan sebuah hormat layaknya seorang pengibar bendera di upacara anak SD.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu dari luar kamar seketika mengejutkan mereka berdua."Tuan, Nyonya, makan malamnya sudah siap," ujar seorang Pelayan wanita dari balik pintu kamar."Baik, kami segera ke sana," sahut Kinara dengan lantang.Terdengar suara langkah kaki yang semakin menjauh dari balik pintu, sepertinya Pelayan wanita itu pergi begitu saja meninggalkan mereka.Arka dengan cepat menggendong Nathan dan hendak membawanya keluar dari kamar, namun dengan cepat Kinara menghalangi jalannya dengan merentangkan kedua tangannya di ambang pintu kamar."Ada apa?" Arka kebingungan dengan mengerinyi
"Nathan, omelin tuh adek kamu yang suka nyakitin Mama." Arka menggoda putra angkat yang berada di atas pangkuannya.Nathan terlihat mendongak untuk sesaat, seolah mengerti apa yang tengah sang ayah sampaikan padanya.Ocehan bayi yang baru belajar bicara memenuhi seluruh penjuru ruang makan. Nathan seolah tengah mengomeli sang adik yang masih berada dalam kandungan ibunya.Tawa dari seluruh Pelayan yang berdiri di belakang mereka membuat Nathan tertawa bahagia. Tawa kecil itu memperlihatkan empat gigi susu yang baru tumbuh di dalam mulut sang bayi berusia satu setengah tahun itu.Setelah menghabiskan makanan mereka, Arka dan Kinara mempersiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit melakukan pengecekan terhadap kandungan Kinara.Namun Nathan merengek seolah tidak ingin ikut dengan mereka, ia terus menempel pada sang Baby sister."Mbak, titip Nathan ya." Kinara berpamitan pada baby sisternya."Baik, Nyonya, saya akan menjaga Nathan dengan baik."Kinara dan Arka berjalan perlahan menuju mobil
Setelah Dokter selesai menuliskan sebuah resep obat, Kinara dan Arka segera pergi untuk mengambil obat di sisi lain rumah sakit itu.Sorot kebahagiaan terpancar dari wajah pria yang sekarang resmi menjadi calon ayah."Tunggu di sini sebentar! Aku akan pergi mengambil obat untukmu."Kinara duduk di sebuah bangku yang terletak tak jauh dari tempat Suaminya mengambil obat. Netranya menatap lurus pada punggung lebar yang berjalan semakin menjauh.Syukurlah, setelah mengalami cobaan di pernikahan pertamanya, kini Kinara memiliki seorang Suami yang begitu perhatian terhadapnya. Hal itu seakan menjadi obat yang perlahan menyembuhkan goresan luka masa lalu dalam hati kecilnya."Ayo pulang!" Arka menenteng sebuah tas kresek putih kecil pada genggaman tangannya. Tersenyum tipis pada sang Istri yang telah lama menunggunya di bangku rumah sakit."Sayang, aku sedang ingin makan es krim," ujarnya lirih seakan merasa sungkan untuk mengutarakan keinginannya pada sang suami.Arka tersenyum geli untuk
"Kenapa dibuang? Ini sudah dibeli, sayang kalau tidak dihabiskan." Kinara menatap nanar pada es krim yang mulai mencair di tangannya."Astaga ...." Arka tidak sanggup melihat wajah sedih sang Istri, yang akhirnya membuat ia terpaksa menghabiskan es krim itu meski dengan sedikit ekspersi muntah di wajahnya.Kinara tersenyum puas. Sorot mata itu tak sedikit pun ingin berpaling dari sang Suami yang bersusah payah menghabiskan es krimnya."Aku tiba-tiba merasa pusing, aku akan masuk mobil dulu." Kinara tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa nyeri, berjalan terhuyung ke dalam mobil, meninggalkan Arka yang masih berdiri dengan es krim yang masih berada di tangannya.Arka melirik Istrinya sekilas, setelah dirasa Kinara telah memasuki mobil, ia dengan cepat membuang es krim itu ke luar pembatas jalan. Rasa mual mulai menyeruak di dalam perut, perutnya terasa seolah tengah diaduk-aduk oleh sesuatu, membuat Arka terpaksa memuntahkan semua isi perutnya di luar pembatas jalan."Astaga Tuhan, k
"Hari ini saya hanya akan pilih dua orang saja," ujarnya frustasi. Netra hitam pekat itu seolah mengawasi sekelilingnya yang di kerumuni oleh puluhan Pelayan wanita."Kamu dan kamu. Yang lainnya kembali, segera kerjakan tugas yang lain." Arka menunjuk dua Pelayan wanita di depannya. Mereka seolah menampakkan ekspresi wajah penuh kemenangan, sorot mata kedua wanita itu terus memperhatikan teman-temannya yang terlihat berhamburan dengan wajah kecewa."Jika kalian merasa mual, apa yang akan kalian lakukan?" tanya Arka dengan wajah datar tanpa seulas senyum terukir di bibirnya."Minum teh hangat.""Minum obat atau dipijat." Dua Pelayan itu menjawab secara bergantian. Jantung mereka berdebar kencang. Mata mereka tak berani sedikit pun untuk menatap sorot mengintimidasi dari atasannya.Arka terdiam sejenak. Otaknya mencoba untuk berpikir keras. Mempertimbangkan saran dari kedua Pelayan wanitanya."Baiklah, buatkan segelas teh jahe hangat untuk Nyonya, setelah itu bawa ke kamar saya," perint
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se