Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil Arka telah sampai di halaman parkir perusahaan besar miliknya.Kinara kembali menutupi kepala dengan penutup hoodienya, sebelum akhirnya menyusul Arka yang terlebih dahulu keluar dari mobil.Mereka berjalan beriringan sesaat sebelum sang Suami merangkul Kinara secara paksa. Kinara hanya memutar bola matanya malas, tanpa mengeluarkan protesnya sedikit pun.Para Security yang berjaga di pintu masuk, terlihat membungkukkan tubuh mereka ketika Kinara dan Arka berjalan melewati mereka."Selamat pagi, Pak, Bu." Sapaan-sapaan hangat, mereka terima dari beberapa karyawan dan karyawati yang berjalan melewati mereka. Kinara hanya mengembangkan senyum tanpa sedikit pun mengeluarkan suara untuk membalas sapaan dari mereka. Sementara sang Suami terlihat acuh tak acuh dengan para Pekerjanya, seolah tuli, pandangan matanya tetap lurus, terus berjalan melewati bisingnya suasana perkantoran di siang hari.Kinara memperhatikan sekelilingnya, terlihat ra
"Tck! Aku lapar, belikan makanan!" ketus Kinara."Astaga, jadi galaknya muncul pas lapar doang nih?" kekeh Arka, sebelum pergi kembali ke meja kerjanya, dan menekan satu tombol di telepon yang langsung menyambungkannya ke salah satu Pegawai kantor."Bawakan makanan ke ruanganku!" Titah Arka singkat sebelum kembali menutup sambungan telepon tanpa menunggu sebuah jawaban.Arka kembali menghampiri sang Istri yang terlihat bengong di atas sofa berwarna biru."Kenapa? Saking laparnya jadi bengong gitu?" ejek Arka."Aku ngantuk, seluruh tubuhku rasanya remuk," keluh Kinara dengan memijat bahunya dengan tangannya sendiri."Apa karena semalam?""Menurutmu?" ketus Kinara yang merasa kesal terhadap sang Suami yang terlalu brutal terhadapnya tadi malam."Ngomong-ngomong, aku jadi mau lagi," ucap Arka malu-malu.Kinara dengan cepat melayangkan tatapan tajam pada sang Suami dengan mengerinyitkan alis."Aku tidak mau!" Kinara menolak permintaan sang Suami dengan begitu yakin."Kenapa? Dosa loh, kal
Para petugas rumah sakit jiwa, mulai melepaskan separuh tali yang masih belum sepenuhnya terlepas dari tubuh Bayu.Mereka membopong tubuh Bayu yang telah tidak sadarkan diri, menuju sebuah mobil hitam.Sementara Risa yang hanya mampu menyaksikan dari halaman rumahnya, merasakan perasaan yang begitu bimbang. Haruskah ia memberitahu Kinara tentang keadaan mantan suaminya?***Sementara itu, di kediaman Arka.Kinara melirik jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempat tidurnya, waktu menunjukkan pukul dua dini hari, namun dirinya tak kunjung bisa tidur. Matanya terasa begitu berat, namun ketika terpejam, tak kunjung membawanya ke alam mimpi. Ada apa ini sebenarnya?Hatinya secara tiba-tiba merasa tidak tenang, seorang telah mendapatkan sebuah firasat buruk.Kinara melirik sang Suami yang telah tertidur dengan pulas. Sampai akhirnya, dirinya memutuskan untuk mengambil air minum, dan kembali untuk tidur.Drrttt.. Drrttt..Belum sempat dirinya kembali menaiki ranjang, ia mendapati ponse
Arka tertegun melihat air mata Kinara yang mulai berjatuhan dari kelopak matanya."Lho? K-kok nangis?" Arka panik bukan kepalang."Huwaa ... kamu jahat! Kenapa terus memarahiku? Aku sudah bilang tidak akan pergi ke sana." Kinara semakin mengeraskan suara tangisannya. Membuat Arka seketika kebingungan harus berbuat apa."O-oke-oke, jangan menangis lagi, kita bicara pelan-pelan, aku tidak akan memarahimu lagi, oke?" Arka meraih tubuh sang Istri yang tengah terduduk di samping tubuhnya, mendekapnya erat di dalam pelukannya."Aku tidak akan pergi, jangan marah lagi," ucap Kinara lirih, sebelum akhirnya membalas pelukan sang Suami.Tatapan sinis dari sang Suami, nyatanya menjadi sebuah hal yang begitu menakutkan untuk Kinara.***Pagi harinya, Arka yang telah bersiap dengan setelan jas hitam miliknya, duduk di atas kursi di ruang makan.Kinara dengan begitu telaten, menghidangkan beberapa masakannya di atas meja makan.Para Koki yang tengah mengintip dari celah pintu dapur, mulai merasa ta
"Astaga, sejak kapan kamu jadi pintar untuk menggombal seperti ini?" Kepala Kinara yang mendadak terasa nyeri, akhirnya bertumpu pada kedua tangannya."Kamu bilang mau Honeymoon kan? Jadi selesaikan pekerjaanmu dulu," lanjutnya.Mendengar hal itu, membuat Arka kembali bersemangat."Benar juga, aku akan memesan tiket pesawat sekarang, aku akan usahakan agar kita bisa berangkat besok pagi," ucapnya sebelum kembali keluar dari dalam kamar.Kinara menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengarkan dari mulut Suaminya. Kenapa setiap kali membuat keputusan harus selalu mendadak seperti ini? Kinara bahkan tidak diberikan waktu untuk melakukan persiapan."Sayang, aku mau berangkat," teriak Arka dari balik pintu kamar.Kinara dengan cepat membawakan sebuah dasi berwarna biru untuk sang Suami yang berada di luar kamar dan memakaikannya dengan begitu telaten."Kamu benar-benar tidak bisa ikut ke kantor bersamaku? Bagaimana jika aku merindukanmu?" rengek Arka ketika Kinara memakaikan da
Waktu berlalu begitu cepat, hingga sebuah jam yang melingkar di pergelangan tangan Arka, menunjukkan pukul sembilan malam.Arka bersender di atas kursi kerja di ruangan pribadinya dengan menghela nafas berat.Setelah melakukan pengecekan pada puluhan bahkan ratusan dokumen penting hari ini, dirinya juga baru menyelesaikan rapat yang mengharuskannya untuk tinggal berlama-lama di kantor.Padahal sebenarnya, Arka begitu ingin cepat pulang untuk menemui sang Istri dan Anak sambungnya yang kini berada di rumah.Arka beberapa kali melirik ponsel yang ia letakkan di atas meja kerja. Namun notifikasi telepon atau sebuah pesan singkat yang ia nanti-nanti tak kunjung muncul di layar itu."Tck! Sebenarnya bagaimana perasaan Kinara terhadapku? Bagaimana mungkin dirinya tidak merindukan Suaminya saat tidak bersamanya setelah seharian penuh," gerutu Arka dengan mata yang tak berhenti memandangi layar ponselnya.Sebenarnya dirinya ingin segera pulang, namun ada sesuatu yang menahannya untuk tetap be
"Syukurlah, apakah kamu makan dengan baik di kantor?" tanya Kinara."Tidak juga, aku tidak suka makan sembarang makanan di tempat terbuka seperti itu, aku hanya akan makan jika merasa perutku sedang lapar saja, jika tidak, aku tidak akan memakannya," jelas Arka dengan mulutnya yang dipenuhi oleh makanan."Apa aku perlu membawakanmu bekal mula besok?" Kinara berinisiatif menawarkan diri, membuatkan bekal untuk sang Suami yang hanya menyukai masakannya."Benarkah? Kamu mau melakukannya?" Wajah Arka terlihat begitu berbinar. Sementara Kinara hanya mengangguk cepat sembari mulai memakan makanannya.Setelah menghabiskan makanan mereka, Arka dengan cepat menarik sang Istri yang hendak membersihkan meja makan."Tidak perlu dibersihkan, serahkan saja tugas itu kepada para Pelayan, jangan biarkan mereka memakan gaji buta karena tidak bekerja dengan baik," ketus Arka sebelum akhirnya menarik paksa sang Istri hingga kembali memasuki kamar mereka.Arka mulai menghimpit tubuh sang Istri di tembok
"Baiklah, kalau kamu memaksa, kita bawa Tono dan Toni saja, karena selain mereka, aku tidak mengenal satu pun Pengawal di kediaman ini," ucap Kinara, memilih Pengawal kembar yang menurutnya sudah akrab dengan dirinya."Oke, aku akan menemui mereka dulu di depan," jawab Arka sebelum akhirnya melangkah pergi mencari Tono dan Toni yang bertugas berjaga di depan rumah hari ini.Setelah selesai menyuapi sang buah hati, Kinara kembali memberikan Nathan pada sang Baby sister untuk dimandikan. Sementara dirinya pergi bersiap-siap untuk segera berangkat menuju bandara.Setelah semua persiapan telah selesai, Kinara dan para rombongan bergegas memasuki mobil untuk segera berangkat ke bandara terdekat di kota itu.Hanya memakan waktu satu jam perjalanan, akhirnya mobil mereka telah sampai di depan sebuah bandara besar yang terlihat begitu ramai.Mereka semua menuruni mobil, sementara mobil mewah berwarna putih itu kembali di bawa seorang Sopir untuk kembali ke kediaman Arka.Mereka semua memasuki
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem