“Sipir itu tidak mengangkat panggilanku.” Sean berulang kali mencoba menelepon petugas yang menjadi kaki tangannya, tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya dia memandang Yura yang duduk diam sejak tadi, bermaksud meminta adik iparnya itu menanyakan masalah ini ke Aris, tapi sudah ditolak bahkan sebelum dia membuka mulut. “Jangan minta aku menghubungi papaku, aku masih kesal padanya,”ucap Yura. Sean dan Zie hanya bisa saling melempar pandang, hingga Zie meminta Sean untuk berhenti mencoba dan menunggu kabar selanjutnya saja. Lagi pula hidup mati Aaera jelas bukan menjadi tanggungjawab mereka. Apapun yang terjadi sudah menjadi ganjaran yang patut diterima oleh mantan kekasih Sean itu. “Ada beberapa jenazah yang tidak bisa dikenali.” Sean diam-diam mengorek info dari papanya. Daniel pasti lebih cepat mendapat informasi karena memiliki banyak kolega. Papanya itu juga berkata bahwa Maureen sampai akan pulang dari Australia guna mengecek kondisi Aaera. “Apa Papa akan membantu tante Maureen
Zie semakin dibuat cemas dengan kabar buruk yang datang bertubi-tubi. Malam itu dia menginap di rumah sang papa, bahkan tak membiarkan Keenan tidur terpisah seperti biasa. Zie membelai pipi putranya, ada rasa takut jika sampai sesuatu yang buruk kembali menimpa Keenan. “Apa aku harus bicara ke Sean?” Gumamnya. Sebuah ide terlintas di kepala Zie, tapi dia merasa Sean pasti akan sedikit sulit untuk menerimanya. “Belum tidur?” Tanpa menoleh Zie menjawab pertanyaan Sean. Pria itu baru selesai mengobrol dengan Airlangga, dan tentu saja sudah bisa Zie tebak apa yang menjadi bahan perbincangan dua pria itu. Apa lagi kalau bukan peristiwa kebakaran yang mengguncang seisi kota bahkan negara. Zie bahkan mendengar semua orang saling tuding dan memanfaatkan kejadian ini sebagai ajang mencari muka juga simpati. Terlepas para napi yang menjadi korban adalah penjahat yang sudah sepatutnya menerima hukuman, tetap saja terluka karena kejahatan orang lain bukan hal manusiawi. “Masih memikirkan mas
Tiga Bulan Kemudian ‘Presiden masih menunggu laporan investigasi akhir kasus kebakaran lapas, sampai sekarang belum diputuskan siapa tersangka dan bagaimana hal ini bisa terjadi.’ Zie mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah tiga bulan semenjak kasus kebakaran yang menyebabkan korban jiwa dan hilangnya Mita dan Aaera terjadi, tapi sampai kini masih juga belum ada satu orangpun yang ditetapkan menjadi tersangka, atau setidaknya bertanggungjawab atas insiden ini. Demo besar-besaran untuk menuntut pengusutan kasus ini pun sudah dilakukan, tapi entah apa yang membuat penangannya menjadi sangat lambat. Bahkan dari semua stasiun televisi yang ada, kini tinggal satu yang masih memuat berita ini, itupun tidak setiap hari karena mereka juga butuh pemasukan dari iklan hingga lebih mementingkan acara hiburan. Zie meregangkan tubuh, dia mencoba mencari posisi yang nyaman lalu mengganjal punggungnya dengan bantal. Hamil di trimester akhir memang jauh lebih berat, janin yang besar sudah
“Yura sepertinya masih tidak bisa memaafkan aku.”Aris mencurahkan isi hatinya ke Mirna, wanita itu masih saja bersikap biasa meskipun tahu tentang perselingkuhannya. Mirna bahkan masih bisa melayani Aris, dia bertahan dalam rumah tangga yang cacat ini. Namun, alasannya bukan karena ingin memberikan kesempatan kedua.Mirna diam-diam ingin menguasai semua harta Aris lebih dulu, jadi jika sampai suaminya itu selingkuh lagi, dia akan dengan mudah pergi dan meninggalkan Aris dalam kondisi tidak memiliki apa-apa selain pangkatnya “Aku juga tidak bisa membujuknya untuk memaafkanmu, jadi jangan minta bantuan padaku,”ucap Mirna di sela kegiatannya menyantap sarapan.“Kamu juga belum sepenuhnya memaafkan aku, sikapmu masih sedikit dingin.”“Kertas yang sudah dirobek meski ditambal pun tidak akan pernah kembali ke bentuk sempurna, ibaratkan hatiku seperti itu,”jawab Mirna dengan santai. “Oh … ya Aku akan pergi belanja bersama Yura hari ini, sebentar lagi dia akan melahirkan jadi aku ingin memb
"Zie, kenapa datang ke sini? Sama siapa kamu?"Sean bangkit dari kursi, sedangkan Bagus yang sejak beberapa bulan lalu menjadi sekretarisnya memilih langsung undur diri. Bagus tersenyum ramah ke wanita yang sudah berbaik hati merekomendasikan dirinya, sampai mendapat pekerjaan yang lebih menjanjikan dari hanya sekadar menjadi manager butik. "Apa kamu naik mobil sendiri?" Tanya Sean. Ia menyusul sang istri yang meletakkan barang bawaannya ke meja. "Aku tiba-tiba ingin memanjakanmu sebelum adik Ken lahir, aku takut kamu merasa kurang perhatian nantinya." Sean geleng-geleng, dia duduk di samping Zie yang sudah mengulurkan alat makan kepadanya. Jelas apa yang dipikirkan Zie tidak mungkin akan terjadi, dia cukup dewasa untuk tidak cemburu ke anaknya sendiri. "Aku memasak makanan ini sejak kamu berangkat tadi, cicipi dulu sedikit!" "Tidak perlu dicicipi, aku yakin kalau masakan buatanmu pasti enak." Sean memberikan pujian, dia memandang empat kotak yang sudah dijajar rapi Zie, lantas m
"Apa mulasnya belum intens?"Hari itu Sean terpaksa pulang awal, karena mendapat kabar kalau Zie sudah merasakan kontraksi. Saat dia masuk rumah, dia mendapati Zie sedang berjalan mondar-mandir dengan satu tangan berada di pinggang."Sudah, tapi tenang saja! Aku bisa menahannya, ini tidak sesakit saat aku melahirkan Ken dulu."Zie jelas berdusta, dia hanya tidak ingin Sean cemas dan bergegas mengajaknya ke rumah sakit. Ia melingkarkan tangan ke lengan Sean, lantas berjalan menuju kamar.Sean pun buru-buru mandi, dia menyiapkan perlengkapannya sendiri, lalu dia sandingkan dengan hospital bag milik sang istri yang — diambilnya dari lemari penyimpanan. Zie tidak perlu membawa banyak baju ganti, karena di rumah sakit milik Kimi semua disediakan, mulai baju ibu sampai baju untuk bayi. Mereka hanya membawa beberapa untuk dikenakan ke bayinya saat ingin mengambil foto nanti."Ken sudah aman bersama mama 'kan? Apa kamu benar-benar tidak mau ke rumah sakit sekarang? Bagaimana kalau nanti ter
Raiga menjatuhkan ponselnya saat mendengar kabar bahwa sang istri mengalami kecelakaan, dia membuat bidan bernama Vita yang menjadi asistennya satu bulan ini kaget dan memungut ponsel itu. Vita heran apa yang terjadi sampai Raiga berlari seperti itu menuju UGD rumah sakit. Namun, dia tidak berani mengejar karena sadar masih dalam masa percobaan tiga bulan. Menjaga sikap adalah hal utama saat ini. "Apa ada telepon untuk mengirim ambulans ke jalan Affandi?" Raiga terlihat terburu-buru dengan wajah ketakutkan. Jika Yura tidak dibawa ke rumah sakit Kimi, Raiga harus mencari tahu lagi karena secepatnya dia ingin memastikan kondisi sang istri. "Iya Dok, ada! Empat ambulans sudah dikirim." Raiga tiba-tiba saja limbung, hingga semua perawat yang melihatnya menjadi sangat panik. “Dokter apa yang terjadi?” Raiga merasa kepalanya berputar, tanpa menjawab pertanyaan itu dia meminta bantuan untuk segera disiapkan ruang operasi. "Kenapa Dok ada apa?" Perawat pun bertanya, karena tak mengerti
"Dok! Saya tidak bisa melakukan itu." Vita ketakutan, dia menggeleng menolak permintaan Raiga yang ingin menukar bayi milik Yura dan Zie. Raiga butuh bantuan, dia tidak bisa melepas selang-selang yang menempel pada tubuh bayi itu sendiri. "Dok bayi itu masih hidup!" Ucap Vita. "Bayi Anda masih -- " Raiga menarik tangan bidan yang merupakan asistennya itu dengan sangat kasar. Vita sampai meringis kesakitan dan diam ketakutan. "Aku akan menjamin karirmu di sini aman, tidak hanya percobaan tiga bulan, kamu akan langsung menjadi pekerja tetap, lagi pula ini anak kakakku sendiri, aku tidak menukar bayiku dengan anak orang lain," ucap Raiga. "Tapi Dok, tetap saja ini tidak dibenarkan, kamera CCTV pasti menangkap apa yang dokter lakukan." Vita mencoba mengingatkan, tapi niatan Raiga seperti kereta yang tak bisa dihentikan. "Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, selagi tidak ada bayi yang hilang di sini, untuk apa butuh mengecek CCTV." Tatapan mata Raiga tajam mengintimidasi, di bawah t
Hari itu Sean dan Zie menemani Lea bermain bersama Keenan di taman. Putra dan putri mereka itu tampak bermain prosotan juga ayunan bersama. Zie duduk tidak jauh dari mereka, dia sangat bahagia melihat Keenan dan Lea yang begitu akur. “Yura masih bersikeras tidak mau melihat kondisi ayahnya. Dia tampaknya sekarang benar-benar tidak peduli,” ucap Zie dengan tatapan tertuju ke Keenan dan Lea. Sean menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Yura masih menganggap kalau kecelakaan yang menimpanya dulu memang disengaja. Sampai sekarang Yura juga sangat yakin jika pak Aris memang dalangnya, padahal yang sebenarnya itu murni kecelakaan. Kakaknya saja yang sengaja membuat isu itu agar Yura membenci papanya, kemudian pergi dan tidak mengharapkan warisan karena terlanjur benci.” Sean menjelaskan panjang lebar akan fakta yang memang diketahuinya. “Hem … tapi Yura sebenarnya juga sudah tahu, dan dia bilang tidak butuh warisan. Buatnya yang terpenting bisa hidup tenang dan Raiga terus mencin
Setelah perbincangan malam itu, hari berikutnya Yura dan Raiga pun menemui Mita yang sudah kembali masuk penjara. Di sana mereka bicara di ruang khusus yang memang disediakan untuk menjenguk narapidana.“Kami sengaja ke sini karena ingin meminta izin darimu. Kami berniat mengadopsi bayimu,” ujar Yura menyampaikan maksud kedatangannya dan sang suami, sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati.Mita terkejut mendengar ucapan Yura, bahkan menatap mantan teman kuliahnya itu seolah tidak percaya.“Aku akan meminta pengacara untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kami juga akan memberimu sejumlah uang, agar nanti saat kamu keluar dari penjara, kamu bisa memulai hidup baru yang lebih baik,” ucap Raiga.“Kamu harus berjanji, tidak akan pernah bertanya, mendekati, atau berpikir untuk melihat anak itu lagi, setelah kamu setuju untuk melimpahkan hak asuhnya kepada kami.”Raiga sengaja menegaskan agar Mita tidak sembrono dan dikemudian hari mengakui anak itu sebagai anaknya.Mita hany
“Tapi memangnya Lea boleh punya adik?” tanya Lea ke Yura, dia menatap wanita itu penuh harap.Yura menoleh Ghea, hingga kemudian mencoba memanfaatkan keinginan Lea untuk membujuk Raiga.“Kalau gitu ngomong ke papa, bilang Lea mau bayi ini jadi adik Lea. Gimana?” Yura mencoba memprovokasi karena mungkin jika Lea yang meminta hasilnya akan berbeda.Lea terlihat senang, hingga kemudian kembali menatap bayi Mita.Raiga baru saja selesai menangani pasien, dia cukup terkejut melihat Yura, Ghea, dan Lea di sana, karena mereka tidak mengatakan jika akan berkunjung ke klinik.“Papa.” Lea langsung berlari ke arah Raiga, kemudian meminta gendong.Raiga pun senang, dia menggendong Lea bahkan mencium pipi bocah itu penuh kasih sayang.“Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau mau ke sini?” tanya Raiga sambil menggendong Lea. “Hanya kebetulan mampir, sekalian mau melihat bayinya Mita, katanya ada di sini,” jawab Ghea.Raiga menoleh ke bayi Mita yang tampak menggeliat di dalam box, kemudian kembali me
“Harusnya kita makan siang bukan makan sore seperti ini.” Raiga tampaknya merasa kasihan ke Yura yang harus menunggu dia membantu persalinan Mita tadi. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahan rasa lapar, lagipula aku senang melihat kakak bisa membantu persalinan ibu hamil dengan selamat.” Yura tersenyum lebar. Ia bahkan menyodorkan sendok ke depan mulut Raiga, dan pria itu tanpa ragu menerima suapannya. “Polisi tadi datang ‘kan?” Tanya Raiga. Masalah Mita sepertinya menjadi topik yang menarik untuk mereka bahas. Baik Raiga dan Yura tak menyangka kalau Mita berujung menjadi PSK dan hamil anak salah satu pelanggannya. Karena membahas soal bayi yang baru saja dilahirkan wanita itu, Yura pun memberanikan diri untuk bertanya bagaimana kalau mereka mengadopsi seorang bayi. Bukankah banyak anak yang butuh orangtua asuh di luaran sana. “Bagaimana menurut kakak? Apa kita harus mengadopsi anak?” Mendengar pertanyaan itu, pikiran Raiga pun langsung tertuju ke Mita. Mungkinkah Yura ingin men
Enam Bulan KemudianHari itu Yura baru saja mengantar Lea yang kemarin menginap bersamanya ke rumah Zie. Dia berada di mobil dan kini sedang menelepon Raiga. Setelah masalah Lea selesai hubungan mereka masih sangat harmonis. Riaga sendiri kini sudah tidak bekerja di rumah sakit karena fokus mengurus klinik bersalin miliknya sendiri.“Apa kakak sibuk? Aku sudah mengantar Lea ke apartemen kak Zie. Bagaimana kalau kita keluar untuk makan siang bersama?” tanya Yura.Dia seberang sana, Raiga tampak memulas senyum bahagia sambil membubuhkan tanda tangan ke berkas yang dipegang oleh perawat.“Tentu, aku tidak mungkin menolak ajakan makan siang dari wanita —yang selalu bisa membuatku merasa menjadi pria paling beruntung di dunia," jawabnya merayu.Yura pun tertawa mendengar ucapan Raiga, pria itu senang sekali menggombal dan membuat hatinya berbunga-bunga. Jika dipikir lagi, mungkin ini adalah hikmah dari kejadian yang menimpa rumah tangga mereka. Bukannya renggang hubungan keduanya malah ber
Hari berikutnya, baik Yura dan Zie terlihat sudah bisa menjaga perasaan dan sikap masing-masing. Keduanya bertatap muka meski tidak saling sapa, tapi tidak seemosi semalam. “Mama.” Lea langsung mendekat ke Yura, bahkan langsung memeluk wanita itu. Zie sedikit iri melihat hal itu, tapi dia mencoba menahan diri meski ada rasa sesak yang tak terelakkan melihat Lea yang memeluk Yura penuh kasih sayang. “Lea mau mandi, sambil main busa,” celoteh anak itu. Yura pun mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian menggandeng Lea untuk pergi mandi, sedangkan Zie hanya bisa memandangi keduanya, tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut membuat Lea sedih. Saat sudah berkumpul untuk sarapan bersama, mereka bersikap wajar meski wajah mereka terlihat begitu tegang. “Aku minta izin untuk bermain dengan Lea sebentar, Kak. Setelah itu baru kita bicara,” ujar Yura ke Zie. Ia memulas senyum tipis saat sang kakak ipar menganggukkan kepala tanda setuju. Yura pun mengajak Lea ke halaman samping. Dia sama se
Raiga tidak bisa berkata-kata saat Sean menghajarnya. Seolah pasrah, Raiga membiarkan kakaknya itu memukul wajahnya bertubi-tubi. Zie hanya diam dan Yura pun masih syok sekaligus bingung. Tak tinggal diam, Daniel mencoba melerai dan menjauhkan Sean yang masih memukuli Raiga. “Sudah, kalian seharusnya tenang! Kasihan Lea jika tahu kalian begini. Seharusnya kalian bicara baik-baik agar Lea tidak terkejut atau bingung dengan fakta sebenarnya,” ujar Daniel yang tidak berniat membela salah satu dan berusaha menjadi penengah. Sean pun akhirnya menjauh dari Raiga, tapi tatapan pria itu jelas masih penuh amarah. “Kalian menginaplah di sini dulu. Besok setelah kalian sedikit tenang, kita bicarakan lagi masalah ini dengan baik-baik, serta memikirkan bagaimana ke depannya,” ujar Daniel ke Zie dan Sean. Sean melirik Zie yang mengangguk tanda setuju dengan ide Daniel, hingga akhirnya mereka pun menginap di sana malam itu. Lea sendiri tidur dengan Keenan, Daniel, dan Ghea agar tidak lagi terjad
Setelah menembus jalanan yang sedikit sepi, Sean dan Zie pun sampai di rumah Daniel. Di sana Yura menyambut hangat mereka, meski Zie dan Sean hanya memasang wajah datar.“Ken, ajak Lea main di kamarnya, ya,” pinta Sean ke sang putra.Keenan pun mengangguk, sedangkan Ghea langsung mengajak dan menemani keduanya pergi ke kamar yang terdapat di lantai atas.“Ra, kita perlu bicara!” ujar Sean.Yura bingung karena sikap Sean dan Zie yang berbeda, apalagi Zie terlihat sedih, hingga kemudian membiarkan saja Keenan dan Lea pergi ditemani sang mertua, sedangkan dia ikut Sean dan yang lain ke ruang keluarga untuk bicara.Mereka kini sudah duduk bersama, Yura sendiri menangkap gelagat aneh dari kakak iparnya.“Kami ingin membicarakan sesuatu. Meskipun menyakitkan, tapi kamu harus tahu kalau Raiga selama ini memiliki kebohongan besar,” ujar Sean sambil memberikan ekspresi wajah datar.Yura mencoba menyiapkan hati dengan hal yang akan didengar selanjutnya, meskipun tangannya kini sudah terlihat g
Hari itu adalah hari Yura wisuda. Binar kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Apalagi Raiga datang ke sana bersama Lea. Bocah itu memakai kebaya yang mirip dengannya, Daniel dan Ghea juga hadir sebagai orangtua. Mereka begitu bahagia melihat Yura yang akhirnya bisa menyelesaikan study-nya.Setelah acar seremonial selesai, mereka pun berfoto bersama, Yura terlihat bahagia karena semua orang memberinya selamat, termasuk Lea yang tampak bangga ke prestasi yang diraihnya.“Papa sudah memesan tempat di restoran untuk kita merayakan kelulusan Yura,” ucap Daniel.Yura semakin bahagia karena keluarga sang suami sangat baik, tidak pernah membedakan antara anak dan mantu. Namun, saat tiba di restoran dan sampai waktu makan tiba, Zie, Sean, dan Keenan tidak terlihat di sana, tentu saja hal itu membuat Yura bertanya-tanya.“Apa Kak Sean dan Kak Zie tidak Papa undang?” tanya Yura. “Sean sibuk dan Zie juga, jadi mereka tidak bisa datang," jawab Raiga membuat alasan.Yura pun memaklumi, hingga kem