Huhuhuhu Zie dan Sean bentar lagi end ya, kalian siap-siap pisah sama mereka
Zie menggeleng, dia tidak menjawab pertanyaan Sean karena belum mendapat informasi lain dari adik iparnya. Alih-alih penasaran dengan teman Yura yang disebutkan, Zie malah ingin tahu siapa yang memberikan info itu ke sang suami.“Aku tidak mungkin membiarkan Aaera dengan mudah lepas dari jeratan hukum, aku membayar sipir untuk terus mengawasi gerak-geriknya.”“Benarkah?” Zie tentu kaget, kenapa Sean tidak membicarakan hal ini padanya, atau setidaknya memberitahu. “Kenapa tidak cerita?” tanyanya.“Untuk apa membebanimu dengan membahas Aaera?”Zie cengo, dia bahkan tidak bisa mendebat Sean karena apa yang diucapkan pria itu ada benarnya. Namun, tetap saja bagi Zie rasanya seperti Sean masih memperhatikan Aaera.“Apa aku cemburu? Aku merasa kamu perhatian ke dia,”ucap Zie. Meski terdengar aneh, tapi kondisi itu yang saat ini dia rasa.“Dasar! Untuk apa kamu cemburu, aku bukan perhatian ke dia, hanya mengantisipasi agar Aaera tak lagi mengacaukan hidup kita.”Sean membelai lembut pipi Zie
Melupakan sejenak masalah memang dibutuhkan, terkadang kita harus mengambil napas sebentar demi kewarasan. Itulah yang dilakukan Yura hari ini. Ia terlihat ceria berjalan menyusuri setapak di perkebunan teh yang mengelilingi villa milik sang mertua. Bersama Raiga, dia menikmati udara segar di sana. Zie dan Sean belum datang, mereka harus memastikan Keenan berada di tangan yang tepat sebelum meninggalkan putranya itu liburan.“Sebelah sana milik Sean dan yang sini milikku.”Raiga menunjukkan lahan bagiannya dan sang kakak, sedangkan Yura dibuat tak percaya denga napa yang sang suami tunjukkan.“Ternyata aku menikahi pria kaya, apa anakku juga akan menjadi crazy rich baby juga? Seperti sepupunya?”Yura tertawa, dia hanya bercanda karena tahu gelar itu tak mungkin bisa direbut dari Keenan. Bocah yang bahkan sejak berumur kurang dari satu tahun sudah mendapat gelar bayi terkaya di negara ini.Raiga memulas senyuman, dia tak menanggapi ucapan Yura dan malah meminta sang istri untuk hati-ha
“Apa teman kampusmu ada yang dipenjara?” Yura sampai urung memasukkan pizza ke dalam mulut mendengar pertanyaan Zie. Ia memandang Raiga seolah meminta persetujuan haruskah menjawab dengan jujur pertanyaan barusan. “Ah … itu ….” Raiga mengedipkan mata, hingga Yura pun sadar kalau Zie adalah orang yang bisa dipercaya, jadi dia tidak perlu berbohong dan menyembunyikan fakta ini. Lagi pula Zie sepertinya sudah tahu dan hanya memancing saja. “Hem … ada,”jawab Yura dengan sedikit ragu. Ia bahkan menggigit bibir bawahnya dan hampir meletakkan pizzanya kembali ke meja. “Makan-makan! Jangan membuatku tidak enak karena sudah menanyakan hal itu padamu.” Zie tersenyum canggung, dia merasa tidak enak hati, tapi tidak mungkin juga menyembunyikan fakta bahwa hal ini berhubungan dengan mantan kekasih suaminya. “Aaera, dia satu sel dengan teman kampusmu itu,”ucap Zie. Dia memandang Raiga menunjukkan dengan jelas rasa khawatir di wajah. Sean yang baru saja menurunkan barang pun dibuat sedikit sed
"Kamu pikir siapa yang dulu meredam berita tentang anak koas yang pingsan melihat darah? Memalukan sekali! Lalu siapa yang saat SD dulu selalu membantumu pagi-pagi buta ke ruang laundry membawa sprei yang terkena omp.... "Raiga panik, dia meminta Sean diam bahkan melompat mendekat lalu membungkam mulut sang kakak dengan telapak tangan."Bisa tidak kamu diam, di mana harus aku sembunyikan kemaluanku kalau mereka tahu?" Tanya Raiga sambil memandang ke arah dapur."Sembunyikan saja di boxermu," jawab Sean. Dengan susah payah dia berhasil menyingkirkan tangan sang adik."Maksudnya rasa malu."Raiga sampai salah ucap karena terlalu panik. Ia masih berdebat dengan Sean, saat Zie keluar membawa hidangan yang baru saja selesai dia masak bersama Yura.Zie heran karena posisi duduk Raiga dan Sean sangat dekat bahkan terlihat tangan Raiga ada di belakang badan sang suami."Kalian sedang apa?"Kening Zie berkerut karena curiga. Sama halnya dengan Yura yang menyusul ke ruang tengah membawa nampan
“Menurutmu apa yang dilakukan Raiga dan Yura di kamar?” Pertanyaan Sean yang terdengar sangat konyol itu menggelitik sesuatu di dada Zie. Ia sudah memejamkan mata tapi belum juga terlelap, mungkin karena perasaan dongkol di hatinya karena ketidakpekaan Sean tadi. “Apa kamu sibuk?” Tanya Zie sebagai balasan. “Kenapa?” “Sana keluar dan tanya sendiri sedang apa mereka.” Sedingin-dinginnya Sean, dia jelas paham kalau sang istri sedang kesal. Ia memilih menutup mulut kemudian beringsut memeluk Zie yang berbaring memunggungi dirinya. “Maaf ya, apa kamu marah karena tidak aku suapi?” Meski apa yang dikatakan Sean tepat dan benar, tapi Zie jelas tidak mau mengakui. Ia bahkan mengelak, tapi sambil menyingkirkan tangan Sean dari pinggangnya. “Tidak, siapa yang marah?” “Iya kamu marah!” Sean mencurukkan wajah ke punggung sang istri, jika sudah begini dia menyesal karena tidak langsung bersikap sama seperti adiknya tadi. “Zie, aku mohon maafkan aku,”lirihnya. Zie diam, dia sudah bisa mem
“Apa yang kamu lakukan di situ?”Yura berjengket, dia menoleh lalu memukul dada Raiga dengan kencang. Yura bergegas menarik tangan suaminya itu menjauh. Gadis itu penasaran kenapa kakak iparnya belum keluar dari kamar.“Mereka di dalam ‘kan? Apa lupa dengan janjinya untuk pergi jalan-jalan?”“Ra, kamu itu polos atau apa sih? Sepertinya kamu itu belang-belang, masa begini saja tidak tahu, mereka pasti sibuk itu,”jawab Raiga enteng. Ia membuang muka dengan bibir tertekuk meremehkan Yura.“Itu? Sibuk itu apa?”“Ya seperti apa yang kita lakukan semalam, begitu saja tidak tahu,”cibir Raiga, dia mengayunkan tangan hendak mengetok kening istrinya yang liar di atas ranjang tapi sok alim ini.Yura tertawa jenaka, dia kalungkan tangan ke lengan sang suami dan mengajaknya pergi ke dapur. “Buatkan aku sarapan!” Pintanya.“Hah … “ Raiga memasang muka sebal, meski begitu dia mengambil apron yang tergantung di dekat kulkas lalu memakainya. Apron kembar yang Yura gunakan dan Zie kamarin. “Cih … aku l
“Hebat ya bumil-bumil itu, padahal kita sama-sama tahu apa yang sudah kita lewati.”Sean berjalan bersama Raiga di belakang agak jauh dari Yura dan Zie. Meski kesiangan tapi duo ibu hamil itu tetap memutuskan mengelilingi kebun teh milik suami mereka. Zie bahkan sesekali menyapa para pekerja yang sedang giat memetik pucuk daun teh. Beberapa mengenal Sean, hingga mengucapkan salam ke pria itu.“Memang apa yang sudah kita lewati?”Raiga berlagak bodoh, hingga membuat Sean menghentikan langkah dan menatapnya kesal.“Bunyi ranjangmu semalam terdengar sampai kamarku,”kata Sean asal. Ia sengaja agar Raiga merasa malu.“Benarkah? Tidak mungkin! Kamu bohong ‘kan?”“Kena kau,”gumam Sean. Dia melangkah cepat meninggalkan sang adik yang syok, mulut Raiga mengaga lebar tak percaya. Pria itu memanggil dan memintanya untuk menarik ucapannya barusan.“Kak Zie, ada ulat,”ucap Yura. Bukannya geli mereka malah melihat dengan seksama Binatang itu. “Lihat dia memanjat!”Zie tergelak, dia yang berdiri di
“Sipir itu tidak mengangkat panggilanku.” Sean berulang kali mencoba menelepon petugas yang menjadi kaki tangannya, tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya dia memandang Yura yang duduk diam sejak tadi, bermaksud meminta adik iparnya itu menanyakan masalah ini ke Aris, tapi sudah ditolak bahkan sebelum dia membuka mulut. “Jangan minta aku menghubungi papaku, aku masih kesal padanya,”ucap Yura. Sean dan Zie hanya bisa saling melempar pandang, hingga Zie meminta Sean untuk berhenti mencoba dan menunggu kabar selanjutnya saja. Lagi pula hidup mati Aaera jelas bukan menjadi tanggungjawab mereka. Apapun yang terjadi sudah menjadi ganjaran yang patut diterima oleh mantan kekasih Sean itu. “Ada beberapa jenazah yang tidak bisa dikenali.” Sean diam-diam mengorek info dari papanya. Daniel pasti lebih cepat mendapat informasi karena memiliki banyak kolega. Papanya itu juga berkata bahwa Maureen sampai akan pulang dari Australia guna mengecek kondisi Aaera. “Apa Papa akan membantu tante Maureen