“Apa teman kampusmu ada yang dipenjara?” Yura sampai urung memasukkan pizza ke dalam mulut mendengar pertanyaan Zie. Ia memandang Raiga seolah meminta persetujuan haruskah menjawab dengan jujur pertanyaan barusan. “Ah … itu ….” Raiga mengedipkan mata, hingga Yura pun sadar kalau Zie adalah orang yang bisa dipercaya, jadi dia tidak perlu berbohong dan menyembunyikan fakta ini. Lagi pula Zie sepertinya sudah tahu dan hanya memancing saja. “Hem … ada,”jawab Yura dengan sedikit ragu. Ia bahkan menggigit bibir bawahnya dan hampir meletakkan pizzanya kembali ke meja. “Makan-makan! Jangan membuatku tidak enak karena sudah menanyakan hal itu padamu.” Zie tersenyum canggung, dia merasa tidak enak hati, tapi tidak mungkin juga menyembunyikan fakta bahwa hal ini berhubungan dengan mantan kekasih suaminya. “Aaera, dia satu sel dengan teman kampusmu itu,”ucap Zie. Dia memandang Raiga menunjukkan dengan jelas rasa khawatir di wajah. Sean yang baru saja menurunkan barang pun dibuat sedikit sed
"Kamu pikir siapa yang dulu meredam berita tentang anak koas yang pingsan melihat darah? Memalukan sekali! Lalu siapa yang saat SD dulu selalu membantumu pagi-pagi buta ke ruang laundry membawa sprei yang terkena omp.... "Raiga panik, dia meminta Sean diam bahkan melompat mendekat lalu membungkam mulut sang kakak dengan telapak tangan."Bisa tidak kamu diam, di mana harus aku sembunyikan kemaluanku kalau mereka tahu?" Tanya Raiga sambil memandang ke arah dapur."Sembunyikan saja di boxermu," jawab Sean. Dengan susah payah dia berhasil menyingkirkan tangan sang adik."Maksudnya rasa malu."Raiga sampai salah ucap karena terlalu panik. Ia masih berdebat dengan Sean, saat Zie keluar membawa hidangan yang baru saja selesai dia masak bersama Yura.Zie heran karena posisi duduk Raiga dan Sean sangat dekat bahkan terlihat tangan Raiga ada di belakang badan sang suami."Kalian sedang apa?"Kening Zie berkerut karena curiga. Sama halnya dengan Yura yang menyusul ke ruang tengah membawa nampan
“Menurutmu apa yang dilakukan Raiga dan Yura di kamar?” Pertanyaan Sean yang terdengar sangat konyol itu menggelitik sesuatu di dada Zie. Ia sudah memejamkan mata tapi belum juga terlelap, mungkin karena perasaan dongkol di hatinya karena ketidakpekaan Sean tadi. “Apa kamu sibuk?” Tanya Zie sebagai balasan. “Kenapa?” “Sana keluar dan tanya sendiri sedang apa mereka.” Sedingin-dinginnya Sean, dia jelas paham kalau sang istri sedang kesal. Ia memilih menutup mulut kemudian beringsut memeluk Zie yang berbaring memunggungi dirinya. “Maaf ya, apa kamu marah karena tidak aku suapi?” Meski apa yang dikatakan Sean tepat dan benar, tapi Zie jelas tidak mau mengakui. Ia bahkan mengelak, tapi sambil menyingkirkan tangan Sean dari pinggangnya. “Tidak, siapa yang marah?” “Iya kamu marah!” Sean mencurukkan wajah ke punggung sang istri, jika sudah begini dia menyesal karena tidak langsung bersikap sama seperti adiknya tadi. “Zie, aku mohon maafkan aku,”lirihnya. Zie diam, dia sudah bisa mem
“Apa yang kamu lakukan di situ?”Yura berjengket, dia menoleh lalu memukul dada Raiga dengan kencang. Yura bergegas menarik tangan suaminya itu menjauh. Gadis itu penasaran kenapa kakak iparnya belum keluar dari kamar.“Mereka di dalam ‘kan? Apa lupa dengan janjinya untuk pergi jalan-jalan?”“Ra, kamu itu polos atau apa sih? Sepertinya kamu itu belang-belang, masa begini saja tidak tahu, mereka pasti sibuk itu,”jawab Raiga enteng. Ia membuang muka dengan bibir tertekuk meremehkan Yura.“Itu? Sibuk itu apa?”“Ya seperti apa yang kita lakukan semalam, begitu saja tidak tahu,”cibir Raiga, dia mengayunkan tangan hendak mengetok kening istrinya yang liar di atas ranjang tapi sok alim ini.Yura tertawa jenaka, dia kalungkan tangan ke lengan sang suami dan mengajaknya pergi ke dapur. “Buatkan aku sarapan!” Pintanya.“Hah … “ Raiga memasang muka sebal, meski begitu dia mengambil apron yang tergantung di dekat kulkas lalu memakainya. Apron kembar yang Yura gunakan dan Zie kamarin. “Cih … aku l
“Hebat ya bumil-bumil itu, padahal kita sama-sama tahu apa yang sudah kita lewati.”Sean berjalan bersama Raiga di belakang agak jauh dari Yura dan Zie. Meski kesiangan tapi duo ibu hamil itu tetap memutuskan mengelilingi kebun teh milik suami mereka. Zie bahkan sesekali menyapa para pekerja yang sedang giat memetik pucuk daun teh. Beberapa mengenal Sean, hingga mengucapkan salam ke pria itu.“Memang apa yang sudah kita lewati?”Raiga berlagak bodoh, hingga membuat Sean menghentikan langkah dan menatapnya kesal.“Bunyi ranjangmu semalam terdengar sampai kamarku,”kata Sean asal. Ia sengaja agar Raiga merasa malu.“Benarkah? Tidak mungkin! Kamu bohong ‘kan?”“Kena kau,”gumam Sean. Dia melangkah cepat meninggalkan sang adik yang syok, mulut Raiga mengaga lebar tak percaya. Pria itu memanggil dan memintanya untuk menarik ucapannya barusan.“Kak Zie, ada ulat,”ucap Yura. Bukannya geli mereka malah melihat dengan seksama Binatang itu. “Lihat dia memanjat!”Zie tergelak, dia yang berdiri di
“Sipir itu tidak mengangkat panggilanku.” Sean berulang kali mencoba menelepon petugas yang menjadi kaki tangannya, tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya dia memandang Yura yang duduk diam sejak tadi, bermaksud meminta adik iparnya itu menanyakan masalah ini ke Aris, tapi sudah ditolak bahkan sebelum dia membuka mulut. “Jangan minta aku menghubungi papaku, aku masih kesal padanya,”ucap Yura. Sean dan Zie hanya bisa saling melempar pandang, hingga Zie meminta Sean untuk berhenti mencoba dan menunggu kabar selanjutnya saja. Lagi pula hidup mati Aaera jelas bukan menjadi tanggungjawab mereka. Apapun yang terjadi sudah menjadi ganjaran yang patut diterima oleh mantan kekasih Sean itu. “Ada beberapa jenazah yang tidak bisa dikenali.” Sean diam-diam mengorek info dari papanya. Daniel pasti lebih cepat mendapat informasi karena memiliki banyak kolega. Papanya itu juga berkata bahwa Maureen sampai akan pulang dari Australia guna mengecek kondisi Aaera. “Apa Papa akan membantu tante Maureen
Zie semakin dibuat cemas dengan kabar buruk yang datang bertubi-tubi. Malam itu dia menginap di rumah sang papa, bahkan tak membiarkan Keenan tidur terpisah seperti biasa. Zie membelai pipi putranya, ada rasa takut jika sampai sesuatu yang buruk kembali menimpa Keenan. “Apa aku harus bicara ke Sean?” Gumamnya. Sebuah ide terlintas di kepala Zie, tapi dia merasa Sean pasti akan sedikit sulit untuk menerimanya. “Belum tidur?” Tanpa menoleh Zie menjawab pertanyaan Sean. Pria itu baru selesai mengobrol dengan Airlangga, dan tentu saja sudah bisa Zie tebak apa yang menjadi bahan perbincangan dua pria itu. Apa lagi kalau bukan peristiwa kebakaran yang mengguncang seisi kota bahkan negara. Zie bahkan mendengar semua orang saling tuding dan memanfaatkan kejadian ini sebagai ajang mencari muka juga simpati. Terlepas para napi yang menjadi korban adalah penjahat yang sudah sepatutnya menerima hukuman, tetap saja terluka karena kejahatan orang lain bukan hal manusiawi. “Masih memikirkan mas
Tiga Bulan Kemudian ‘Presiden masih menunggu laporan investigasi akhir kasus kebakaran lapas, sampai sekarang belum diputuskan siapa tersangka dan bagaimana hal ini bisa terjadi.’ Zie mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah tiga bulan semenjak kasus kebakaran yang menyebabkan korban jiwa dan hilangnya Mita dan Aaera terjadi, tapi sampai kini masih juga belum ada satu orangpun yang ditetapkan menjadi tersangka, atau setidaknya bertanggungjawab atas insiden ini. Demo besar-besaran untuk menuntut pengusutan kasus ini pun sudah dilakukan, tapi entah apa yang membuat penangannya menjadi sangat lambat. Bahkan dari semua stasiun televisi yang ada, kini tinggal satu yang masih memuat berita ini, itupun tidak setiap hari karena mereka juga butuh pemasukan dari iklan hingga lebih mementingkan acara hiburan. Zie meregangkan tubuh, dia mencoba mencari posisi yang nyaman lalu mengganjal punggungnya dengan bantal. Hamil di trimester akhir memang jauh lebih berat, janin yang besar sudah
Hari itu Sean dan Zie menemani Lea bermain bersama Keenan di taman. Putra dan putri mereka itu tampak bermain prosotan juga ayunan bersama. Zie duduk tidak jauh dari mereka, dia sangat bahagia melihat Keenan dan Lea yang begitu akur. “Yura masih bersikeras tidak mau melihat kondisi ayahnya. Dia tampaknya sekarang benar-benar tidak peduli,” ucap Zie dengan tatapan tertuju ke Keenan dan Lea. Sean menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Yura masih menganggap kalau kecelakaan yang menimpanya dulu memang disengaja. Sampai sekarang Yura juga sangat yakin jika pak Aris memang dalangnya, padahal yang sebenarnya itu murni kecelakaan. Kakaknya saja yang sengaja membuat isu itu agar Yura membenci papanya, kemudian pergi dan tidak mengharapkan warisan karena terlanjur benci.” Sean menjelaskan panjang lebar akan fakta yang memang diketahuinya. “Hem … tapi Yura sebenarnya juga sudah tahu, dan dia bilang tidak butuh warisan. Buatnya yang terpenting bisa hidup tenang dan Raiga terus mencin
Setelah perbincangan malam itu, hari berikutnya Yura dan Raiga pun menemui Mita yang sudah kembali masuk penjara. Di sana mereka bicara di ruang khusus yang memang disediakan untuk menjenguk narapidana.“Kami sengaja ke sini karena ingin meminta izin darimu. Kami berniat mengadopsi bayimu,” ujar Yura menyampaikan maksud kedatangannya dan sang suami, sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati.Mita terkejut mendengar ucapan Yura, bahkan menatap mantan teman kuliahnya itu seolah tidak percaya.“Aku akan meminta pengacara untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kami juga akan memberimu sejumlah uang, agar nanti saat kamu keluar dari penjara, kamu bisa memulai hidup baru yang lebih baik,” ucap Raiga.“Kamu harus berjanji, tidak akan pernah bertanya, mendekati, atau berpikir untuk melihat anak itu lagi, setelah kamu setuju untuk melimpahkan hak asuhnya kepada kami.”Raiga sengaja menegaskan agar Mita tidak sembrono dan dikemudian hari mengakui anak itu sebagai anaknya.Mita hany
“Tapi memangnya Lea boleh punya adik?” tanya Lea ke Yura, dia menatap wanita itu penuh harap.Yura menoleh Ghea, hingga kemudian mencoba memanfaatkan keinginan Lea untuk membujuk Raiga.“Kalau gitu ngomong ke papa, bilang Lea mau bayi ini jadi adik Lea. Gimana?” Yura mencoba memprovokasi karena mungkin jika Lea yang meminta hasilnya akan berbeda.Lea terlihat senang, hingga kemudian kembali menatap bayi Mita.Raiga baru saja selesai menangani pasien, dia cukup terkejut melihat Yura, Ghea, dan Lea di sana, karena mereka tidak mengatakan jika akan berkunjung ke klinik.“Papa.” Lea langsung berlari ke arah Raiga, kemudian meminta gendong.Raiga pun senang, dia menggendong Lea bahkan mencium pipi bocah itu penuh kasih sayang.“Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau mau ke sini?” tanya Raiga sambil menggendong Lea. “Hanya kebetulan mampir, sekalian mau melihat bayinya Mita, katanya ada di sini,” jawab Ghea.Raiga menoleh ke bayi Mita yang tampak menggeliat di dalam box, kemudian kembali me
“Harusnya kita makan siang bukan makan sore seperti ini.” Raiga tampaknya merasa kasihan ke Yura yang harus menunggu dia membantu persalinan Mita tadi. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahan rasa lapar, lagipula aku senang melihat kakak bisa membantu persalinan ibu hamil dengan selamat.” Yura tersenyum lebar. Ia bahkan menyodorkan sendok ke depan mulut Raiga, dan pria itu tanpa ragu menerima suapannya. “Polisi tadi datang ‘kan?” Tanya Raiga. Masalah Mita sepertinya menjadi topik yang menarik untuk mereka bahas. Baik Raiga dan Yura tak menyangka kalau Mita berujung menjadi PSK dan hamil anak salah satu pelanggannya. Karena membahas soal bayi yang baru saja dilahirkan wanita itu, Yura pun memberanikan diri untuk bertanya bagaimana kalau mereka mengadopsi seorang bayi. Bukankah banyak anak yang butuh orangtua asuh di luaran sana. “Bagaimana menurut kakak? Apa kita harus mengadopsi anak?” Mendengar pertanyaan itu, pikiran Raiga pun langsung tertuju ke Mita. Mungkinkah Yura ingin men
Enam Bulan KemudianHari itu Yura baru saja mengantar Lea yang kemarin menginap bersamanya ke rumah Zie. Dia berada di mobil dan kini sedang menelepon Raiga. Setelah masalah Lea selesai hubungan mereka masih sangat harmonis. Riaga sendiri kini sudah tidak bekerja di rumah sakit karena fokus mengurus klinik bersalin miliknya sendiri.“Apa kakak sibuk? Aku sudah mengantar Lea ke apartemen kak Zie. Bagaimana kalau kita keluar untuk makan siang bersama?” tanya Yura.Dia seberang sana, Raiga tampak memulas senyum bahagia sambil membubuhkan tanda tangan ke berkas yang dipegang oleh perawat.“Tentu, aku tidak mungkin menolak ajakan makan siang dari wanita —yang selalu bisa membuatku merasa menjadi pria paling beruntung di dunia," jawabnya merayu.Yura pun tertawa mendengar ucapan Raiga, pria itu senang sekali menggombal dan membuat hatinya berbunga-bunga. Jika dipikir lagi, mungkin ini adalah hikmah dari kejadian yang menimpa rumah tangga mereka. Bukannya renggang hubungan keduanya malah ber
Hari berikutnya, baik Yura dan Zie terlihat sudah bisa menjaga perasaan dan sikap masing-masing. Keduanya bertatap muka meski tidak saling sapa, tapi tidak seemosi semalam. “Mama.” Lea langsung mendekat ke Yura, bahkan langsung memeluk wanita itu. Zie sedikit iri melihat hal itu, tapi dia mencoba menahan diri meski ada rasa sesak yang tak terelakkan melihat Lea yang memeluk Yura penuh kasih sayang. “Lea mau mandi, sambil main busa,” celoteh anak itu. Yura pun mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian menggandeng Lea untuk pergi mandi, sedangkan Zie hanya bisa memandangi keduanya, tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut membuat Lea sedih. Saat sudah berkumpul untuk sarapan bersama, mereka bersikap wajar meski wajah mereka terlihat begitu tegang. “Aku minta izin untuk bermain dengan Lea sebentar, Kak. Setelah itu baru kita bicara,” ujar Yura ke Zie. Ia memulas senyum tipis saat sang kakak ipar menganggukkan kepala tanda setuju. Yura pun mengajak Lea ke halaman samping. Dia sama se
Raiga tidak bisa berkata-kata saat Sean menghajarnya. Seolah pasrah, Raiga membiarkan kakaknya itu memukul wajahnya bertubi-tubi. Zie hanya diam dan Yura pun masih syok sekaligus bingung. Tak tinggal diam, Daniel mencoba melerai dan menjauhkan Sean yang masih memukuli Raiga. “Sudah, kalian seharusnya tenang! Kasihan Lea jika tahu kalian begini. Seharusnya kalian bicara baik-baik agar Lea tidak terkejut atau bingung dengan fakta sebenarnya,” ujar Daniel yang tidak berniat membela salah satu dan berusaha menjadi penengah. Sean pun akhirnya menjauh dari Raiga, tapi tatapan pria itu jelas masih penuh amarah. “Kalian menginaplah di sini dulu. Besok setelah kalian sedikit tenang, kita bicarakan lagi masalah ini dengan baik-baik, serta memikirkan bagaimana ke depannya,” ujar Daniel ke Zie dan Sean. Sean melirik Zie yang mengangguk tanda setuju dengan ide Daniel, hingga akhirnya mereka pun menginap di sana malam itu. Lea sendiri tidur dengan Keenan, Daniel, dan Ghea agar tidak lagi terjad
Setelah menembus jalanan yang sedikit sepi, Sean dan Zie pun sampai di rumah Daniel. Di sana Yura menyambut hangat mereka, meski Zie dan Sean hanya memasang wajah datar.“Ken, ajak Lea main di kamarnya, ya,” pinta Sean ke sang putra.Keenan pun mengangguk, sedangkan Ghea langsung mengajak dan menemani keduanya pergi ke kamar yang terdapat di lantai atas.“Ra, kita perlu bicara!” ujar Sean.Yura bingung karena sikap Sean dan Zie yang berbeda, apalagi Zie terlihat sedih, hingga kemudian membiarkan saja Keenan dan Lea pergi ditemani sang mertua, sedangkan dia ikut Sean dan yang lain ke ruang keluarga untuk bicara.Mereka kini sudah duduk bersama, Yura sendiri menangkap gelagat aneh dari kakak iparnya.“Kami ingin membicarakan sesuatu. Meskipun menyakitkan, tapi kamu harus tahu kalau Raiga selama ini memiliki kebohongan besar,” ujar Sean sambil memberikan ekspresi wajah datar.Yura mencoba menyiapkan hati dengan hal yang akan didengar selanjutnya, meskipun tangannya kini sudah terlihat g
Hari itu adalah hari Yura wisuda. Binar kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Apalagi Raiga datang ke sana bersama Lea. Bocah itu memakai kebaya yang mirip dengannya, Daniel dan Ghea juga hadir sebagai orangtua. Mereka begitu bahagia melihat Yura yang akhirnya bisa menyelesaikan study-nya.Setelah acar seremonial selesai, mereka pun berfoto bersama, Yura terlihat bahagia karena semua orang memberinya selamat, termasuk Lea yang tampak bangga ke prestasi yang diraihnya.“Papa sudah memesan tempat di restoran untuk kita merayakan kelulusan Yura,” ucap Daniel.Yura semakin bahagia karena keluarga sang suami sangat baik, tidak pernah membedakan antara anak dan mantu. Namun, saat tiba di restoran dan sampai waktu makan tiba, Zie, Sean, dan Keenan tidak terlihat di sana, tentu saja hal itu membuat Yura bertanya-tanya.“Apa Kak Sean dan Kak Zie tidak Papa undang?” tanya Yura. “Sean sibuk dan Zie juga, jadi mereka tidak bisa datang," jawab Raiga membuat alasan.Yura pun memaklumi, hingga kem