“Menurutmu apa yang dilakukan Raiga dan Yura di kamar?” Pertanyaan Sean yang terdengar sangat konyol itu menggelitik sesuatu di dada Zie. Ia sudah memejamkan mata tapi belum juga terlelap, mungkin karena perasaan dongkol di hatinya karena ketidakpekaan Sean tadi. “Apa kamu sibuk?” Tanya Zie sebagai balasan. “Kenapa?” “Sana keluar dan tanya sendiri sedang apa mereka.” Sedingin-dinginnya Sean, dia jelas paham kalau sang istri sedang kesal. Ia memilih menutup mulut kemudian beringsut memeluk Zie yang berbaring memunggungi dirinya. “Maaf ya, apa kamu marah karena tidak aku suapi?” Meski apa yang dikatakan Sean tepat dan benar, tapi Zie jelas tidak mau mengakui. Ia bahkan mengelak, tapi sambil menyingkirkan tangan Sean dari pinggangnya. “Tidak, siapa yang marah?” “Iya kamu marah!” Sean mencurukkan wajah ke punggung sang istri, jika sudah begini dia menyesal karena tidak langsung bersikap sama seperti adiknya tadi. “Zie, aku mohon maafkan aku,”lirihnya. Zie diam, dia sudah bisa mem
“Apa yang kamu lakukan di situ?”Yura berjengket, dia menoleh lalu memukul dada Raiga dengan kencang. Yura bergegas menarik tangan suaminya itu menjauh. Gadis itu penasaran kenapa kakak iparnya belum keluar dari kamar.“Mereka di dalam ‘kan? Apa lupa dengan janjinya untuk pergi jalan-jalan?”“Ra, kamu itu polos atau apa sih? Sepertinya kamu itu belang-belang, masa begini saja tidak tahu, mereka pasti sibuk itu,”jawab Raiga enteng. Ia membuang muka dengan bibir tertekuk meremehkan Yura.“Itu? Sibuk itu apa?”“Ya seperti apa yang kita lakukan semalam, begitu saja tidak tahu,”cibir Raiga, dia mengayunkan tangan hendak mengetok kening istrinya yang liar di atas ranjang tapi sok alim ini.Yura tertawa jenaka, dia kalungkan tangan ke lengan sang suami dan mengajaknya pergi ke dapur. “Buatkan aku sarapan!” Pintanya.“Hah … “ Raiga memasang muka sebal, meski begitu dia mengambil apron yang tergantung di dekat kulkas lalu memakainya. Apron kembar yang Yura gunakan dan Zie kamarin. “Cih … aku l
“Hebat ya bumil-bumil itu, padahal kita sama-sama tahu apa yang sudah kita lewati.”Sean berjalan bersama Raiga di belakang agak jauh dari Yura dan Zie. Meski kesiangan tapi duo ibu hamil itu tetap memutuskan mengelilingi kebun teh milik suami mereka. Zie bahkan sesekali menyapa para pekerja yang sedang giat memetik pucuk daun teh. Beberapa mengenal Sean, hingga mengucapkan salam ke pria itu.“Memang apa yang sudah kita lewati?”Raiga berlagak bodoh, hingga membuat Sean menghentikan langkah dan menatapnya kesal.“Bunyi ranjangmu semalam terdengar sampai kamarku,”kata Sean asal. Ia sengaja agar Raiga merasa malu.“Benarkah? Tidak mungkin! Kamu bohong ‘kan?”“Kena kau,”gumam Sean. Dia melangkah cepat meninggalkan sang adik yang syok, mulut Raiga mengaga lebar tak percaya. Pria itu memanggil dan memintanya untuk menarik ucapannya barusan.“Kak Zie, ada ulat,”ucap Yura. Bukannya geli mereka malah melihat dengan seksama Binatang itu. “Lihat dia memanjat!”Zie tergelak, dia yang berdiri di
“Sipir itu tidak mengangkat panggilanku.” Sean berulang kali mencoba menelepon petugas yang menjadi kaki tangannya, tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya dia memandang Yura yang duduk diam sejak tadi, bermaksud meminta adik iparnya itu menanyakan masalah ini ke Aris, tapi sudah ditolak bahkan sebelum dia membuka mulut. “Jangan minta aku menghubungi papaku, aku masih kesal padanya,”ucap Yura. Sean dan Zie hanya bisa saling melempar pandang, hingga Zie meminta Sean untuk berhenti mencoba dan menunggu kabar selanjutnya saja. Lagi pula hidup mati Aaera jelas bukan menjadi tanggungjawab mereka. Apapun yang terjadi sudah menjadi ganjaran yang patut diterima oleh mantan kekasih Sean itu. “Ada beberapa jenazah yang tidak bisa dikenali.” Sean diam-diam mengorek info dari papanya. Daniel pasti lebih cepat mendapat informasi karena memiliki banyak kolega. Papanya itu juga berkata bahwa Maureen sampai akan pulang dari Australia guna mengecek kondisi Aaera. “Apa Papa akan membantu tante Maureen
Zie semakin dibuat cemas dengan kabar buruk yang datang bertubi-tubi. Malam itu dia menginap di rumah sang papa, bahkan tak membiarkan Keenan tidur terpisah seperti biasa. Zie membelai pipi putranya, ada rasa takut jika sampai sesuatu yang buruk kembali menimpa Keenan. “Apa aku harus bicara ke Sean?” Gumamnya. Sebuah ide terlintas di kepala Zie, tapi dia merasa Sean pasti akan sedikit sulit untuk menerimanya. “Belum tidur?” Tanpa menoleh Zie menjawab pertanyaan Sean. Pria itu baru selesai mengobrol dengan Airlangga, dan tentu saja sudah bisa Zie tebak apa yang menjadi bahan perbincangan dua pria itu. Apa lagi kalau bukan peristiwa kebakaran yang mengguncang seisi kota bahkan negara. Zie bahkan mendengar semua orang saling tuding dan memanfaatkan kejadian ini sebagai ajang mencari muka juga simpati. Terlepas para napi yang menjadi korban adalah penjahat yang sudah sepatutnya menerima hukuman, tetap saja terluka karena kejahatan orang lain bukan hal manusiawi. “Masih memikirkan mas
Tiga Bulan Kemudian ‘Presiden masih menunggu laporan investigasi akhir kasus kebakaran lapas, sampai sekarang belum diputuskan siapa tersangka dan bagaimana hal ini bisa terjadi.’ Zie mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah tiga bulan semenjak kasus kebakaran yang menyebabkan korban jiwa dan hilangnya Mita dan Aaera terjadi, tapi sampai kini masih juga belum ada satu orangpun yang ditetapkan menjadi tersangka, atau setidaknya bertanggungjawab atas insiden ini. Demo besar-besaran untuk menuntut pengusutan kasus ini pun sudah dilakukan, tapi entah apa yang membuat penangannya menjadi sangat lambat. Bahkan dari semua stasiun televisi yang ada, kini tinggal satu yang masih memuat berita ini, itupun tidak setiap hari karena mereka juga butuh pemasukan dari iklan hingga lebih mementingkan acara hiburan. Zie meregangkan tubuh, dia mencoba mencari posisi yang nyaman lalu mengganjal punggungnya dengan bantal. Hamil di trimester akhir memang jauh lebih berat, janin yang besar sudah
“Yura sepertinya masih tidak bisa memaafkan aku.”Aris mencurahkan isi hatinya ke Mirna, wanita itu masih saja bersikap biasa meskipun tahu tentang perselingkuhannya. Mirna bahkan masih bisa melayani Aris, dia bertahan dalam rumah tangga yang cacat ini. Namun, alasannya bukan karena ingin memberikan kesempatan kedua.Mirna diam-diam ingin menguasai semua harta Aris lebih dulu, jadi jika sampai suaminya itu selingkuh lagi, dia akan dengan mudah pergi dan meninggalkan Aris dalam kondisi tidak memiliki apa-apa selain pangkatnya “Aku juga tidak bisa membujuknya untuk memaafkanmu, jadi jangan minta bantuan padaku,”ucap Mirna di sela kegiatannya menyantap sarapan.“Kamu juga belum sepenuhnya memaafkan aku, sikapmu masih sedikit dingin.”“Kertas yang sudah dirobek meski ditambal pun tidak akan pernah kembali ke bentuk sempurna, ibaratkan hatiku seperti itu,”jawab Mirna dengan santai. “Oh … ya Aku akan pergi belanja bersama Yura hari ini, sebentar lagi dia akan melahirkan jadi aku ingin memb
"Zie, kenapa datang ke sini? Sama siapa kamu?"Sean bangkit dari kursi, sedangkan Bagus yang sejak beberapa bulan lalu menjadi sekretarisnya memilih langsung undur diri. Bagus tersenyum ramah ke wanita yang sudah berbaik hati merekomendasikan dirinya, sampai mendapat pekerjaan yang lebih menjanjikan dari hanya sekadar menjadi manager butik. "Apa kamu naik mobil sendiri?" Tanya Sean. Ia menyusul sang istri yang meletakkan barang bawaannya ke meja. "Aku tiba-tiba ingin memanjakanmu sebelum adik Ken lahir, aku takut kamu merasa kurang perhatian nantinya." Sean geleng-geleng, dia duduk di samping Zie yang sudah mengulurkan alat makan kepadanya. Jelas apa yang dipikirkan Zie tidak mungkin akan terjadi, dia cukup dewasa untuk tidak cemburu ke anaknya sendiri. "Aku memasak makanan ini sejak kamu berangkat tadi, cicipi dulu sedikit!" "Tidak perlu dicicipi, aku yakin kalau masakan buatanmu pasti enak." Sean memberikan pujian, dia memandang empat kotak yang sudah dijajar rapi Zie, lantas m