“Kamu benar-benar jahat! Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu sudah bisa berjalan?” Zie cemberut, dia memukul dada Sean yang kini duduk bersamanya di tepi ranjang kamar mereka. “Aku ingin membuat kejutan di ulangtahun Ken, tapi melihatmu sedih aku merasa kamu butuh hiburan. Apa kejutanku membuatmu bahagia?” tanya Sean yang harap-harap cemas, dia takut Zie menjawab tidak, dan malah membuat mereka bertengkar. “Kamu ingin aku menjawab apa?” amuk Zie. Meski kesal tapi dia diam saat Sean kembali merengkuh tubuhnya untuk memeluk. “Aku ingin kamu menjawab bahagia,”jawab Sean. “Maaf! bukan maksudku berbohong hanya saja ingin mencari momen yang tepat,”imbuhnya. Sean akhirnya bisa bernapas lega kala sang istri membalas pelukannya. Zie bahkan merapatkan tubuh dan nampak membuang napas panjang lewat mulut. “Mantanmu itu, aku tadi menampar dan menjambak rambutnya, tapi dia berhasil mendorongku sampai terjengkang,”ucap Zie menceritakan apa yang terjadi. Tentu saja cerita ini membuat Sean ter
“Brengsek, ini semua salahmu! Kalau saja kamu tidak ceroboh dan membuat wanita itu membawa putranya ke dokter.”Aaera marah, dia bahkan ingin mencakar Santi lagi, tapi ditahan oleh orang suruhannya yang babak belur dihajar Daniel dan anak buahnya.Mereka semua masih dikurung di rumah itu dengan penjagaan ketat dari orang-orang Daniel.“Kamu yang brengsek, bagaimana bisa menghindar jika memang setiap hari dia minum susu bercampur obat tidur,”amuk Santi yang berani melawan Aaera.Dua gadis itu saling pandang dengan tatapan sengit, Aaera meraih sebuah bingkai foto dari meja lalu melemparkannya ke Santi. Beruntung meleset dan hanya mengenai tembok.“Aku tidak akan membiarkan Joni lolos, apalagi jika dia sampai berani membuat aku seolah-olah menjadi dalang semua ini,”oceh Aaera.Santi tak peduli dengan ucapan Aaera, dia hanya memikirkan bagaimana caranya agar lolos dari jeratan hukum. Ia sadar posisinya tidak menguntungkan, Aaera orang kaya, pengacara terbaik pasti bisa disewa oleh keluarg
“Aku terlalu malu untuk bertemu denganmu, aku juga sudah lelah memberitahu putriku, aku hanya bisa minta maaf atas tingkahnya selama ini.”Maureen mendatangi Daniel pagi itu. Ia sudah tahu apa yang terjadi dan merasa Aaera memang tidak bisa lagi dibiarkan. Wanita itu sadar putrinya memiliki sifat yang sangat buruk. Hingga batas toleransinya habis dan memilih meninggalkannya.“Aku akan pergi ke Sydney, menetap di rumah peninggalan orangtuaku, aku tidak ingin mengurusi masalah Aaera, ada pengacara yang akan mendampinginya”ucapnya dengan ekspresi sedih.”Sampaikan maafku ke Ghea, Sean juga Zie. Aku benar-benar malu untuk bertemu mereka.”Maureen menunduk, sedangkan Daniel sama sekali tak membalas ucapannya. Ia sadar bahwa kesalahan Aaera memang fatal, berniat mencelakai bayi sungguh perbuatan keji. Jika sampai kejadian ini muncul di media masa, sudah sangat jelas tak hanya Aaera yang akan hancur tapi juga seluruh keluarga.“Niel! bisakah kamu menjawab ucapanku? Agar setidaknya aku tahu ka
Sepanjang perjalanan kembali dari kantor polisi, Zie mengemudi tanpa bicara. Ia masih memikirkan ekspresi Aaera juga Joni yang tak menampakkan rasa bersalah sama sekali kepadanya. Ingin rasanya Zie membalas sakit hati yang dia rasakan dengan mencari tahu hal apa yang paling disayangi oleh dua orang itu lantas menghancurkannya. Namun, masih ada rasa belas kasihan di hati, logikanya pun berkata untuk tidak membalas sebuah kejahatan dengan kejahatan juga.“Zie, kamu baik-baik saja ‘kan?”Sean menyentuh tangan Zie yang berada di perseneling, wanita itu menoleh lantas mengangguk. Memaksakan senyumannya meski berujung aneh di mata sang suami.“Apa kamu mau pergi menghirup udara segar sebelum kembali ke rumah?” tanya Sean lagi, dia mencoba memberikan hiburan ke sang belahan jiwa. Sean sadar masalah Keenan pasti membuat pikiran Zie terbebani.“Mau ke mana?”“Taman? Atau makan gelato kesukaanmu?”Zie tertawa, dia tahu Sean saat ini sedang mencoba mengembalikan suasana hatinya. Ia pun mengangg
“Terima kasih atas bantuan Anda, saya sangat berhutang budi.”Daniel kembali mendatangi Aris, mengucapkan terima kasih dan juga membicarakan pernikahan putra dan putri pria itu yang rencananya akan digelar beberapa hari lagi.Aris diam sambil melihat berkas milik Raiga yang harus dilengkapi sebagai syarat pendaftaran pernikahan. Pria itu memberikan berkas itu ke sang ajudan baru kemudian membalas ucapan Daniel.“Ya, simpan hutang budi itu dan saya akan menagihnya nanti saat butuh,”jawab Aris.Mirna dan Ghea yang juga berada di tempat yang sama pun saling pandang. Mirna tersenyum sungkan sedangkan Ghea terpaksa memulas tawa, dia tidak mungkin menunjukkan rasa kesal karena sejatinya tak merestui pernikahan Raiga dan Yura.Namun, mau bagaimana lagi. Ghea juga tidak bisa egois, semua sudah terjadi dan Raiga juga terlihat lengket ke Yura. Mereka datang ke rumah Aris bersama, tapi putra bungsunya itu entah pergi ke mana bersama gadis itu.“Silahkan diminum tehnya bu Ghea,”ucap Mirna.Ghea y
"Apa kamu tahu kenapa mama bersikap seperti tidak menyukai Yura?"Zie sedang berada dalam dekapan hangat Sean. Pria itu tak menjawab dan malah menghidu aroma rambutnya lantas mencium lembut."Sayang!" rengek Zie merasa Sean sedang mengabaikan dirinya. Ia hampir menjauhkan badan, tapi Sean lebih dulu mendekapnya erat."Jangan marah! Kenapa sih perempuan yang PMS dan hamil muda menjadi gampang emosi." Sean seketika mengunci mulutnya mendapati ekspresi Zie yang masam mendengar ucapannya."Ah... Aku tahu, itu hormonal." Sean bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri. Dia hendak menyentuh pipi Zie, tapi wanita itu langsung menjauhkan wajah."Maaf, jangan marah!" Sean menarik paksa sang istri sampai kembali jatuh ke dalam pelukannya.Sean menepuk lembut punggung Zie, menenangkan wanita yang sedang mengandung buah cinta keduanya itu, kemudian menjawab apa yang ingin dibahas oleh Zie."Menurutku Mama sedang kecewa, dia mungkin sedang tertekan dengan pikiran kenapa tak berhenti di aku, kenap
"Mamamu belum bangun, dia lelah bermain kuda-kudaan dengan Papa semalam." Sean berbicara pada Keenan yang duduk di kursi makannya sambil menggigiti wortel kukus yang dibuatkan olehnya. Pria itu tak merasa sungkan bicara seperti itu karena tahu Keenan belum mengerti dengan apa yang dia ucapkan. "Jadi hari ini kita makan berdua oke, Bro!" Mendengar sang Papa memanggilnya seperti itu Keenan pun tertawa. Pagi itu terasa lebih damai dari hari sebelumnya. Pembantu rumah sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Sean dan Zie. Pria itu tidak meminta pembantunya menyiapkan makanan untuk Keenan, karena dia yang ingin menyiapkannya sendiri, Sean bahkan memandikan Keenan tadi. "Ken, Papa membuat potato mashed untukmu, coba makan ini," kata Sean. Ia bahkan ikut membuka mulut saat putranya itu menerima suapan darinya. Sean merasa senang melihat ekspresi putranya yang seolah menikmati makanan itu. "Nak... " Celoteh Keenan. "Apa? Apa tadi kamu bilang? Enak?" Layaknya orangtua pada umumnya
Layaknya sahabat yang sudah tidak bertemu sekian lama.Setibanya di rumah Marsha, Zie langsung melompat ke pelukan ibunda Serafina itu. Marsha menggendongnya sambil berputar-putar, membuat Sean berteriak untuk meminta keduanya menghentikan tingkah konyol itu. “Zie! Ingat kamu itu sedang hamil.” Jeremy – suami Marsha yang mendengar lantas menoleh. Ia memandang dengan tatapan menggoda lantas berkata,”Kalian kejar setoran?” “Memang aku kondektur angkutan?” Sewot Sean. Ia menurunkan Keenan yang ada di gendongan agar putranya itu bisa berbaur bersama Kenzio dan Serafina yang sedang bermain di atas karpet. “Aku senang kamu datang, aku akan menyiapkan makanan kesukaanmu nanti,”ucap Marsha. Dia menepuk-nepuk lengan Zie sambil tertawa bahagia. “Memang kamu bisa masak? Masak air saja berujung gosongin panci.” Sean mencibir. Ia tersenyum menghina sang sepupu lalu duduk dengan santai di sofa. “Sepertinya setelah sembuh dan bisa berjalan lagi dia sombong,”gerutu Marsha. Zie hanya tertawa, dia