“Dad, aku tidak mau dijodohkan! Usiaku masih 19 tahun, Dad!” Vintari berseru dengan cukup tinggi, menolak di kala ayahnya ingin menjodohkannya dengan anak dari teman baik ayahnya itu.
Robby menatap dingin Vintari. “Vintari, perjodohan ini sudah aku atur. Kau tidak bisa menolak. Lagi pula kenapa dengan usiamu masih 19 tahun? Menikah muda itu bagus. Saat anakmu nanti sudah besar, kau masih muda.”
Vintari melebarkan mulut dan matanya, menganga tak percaya akan apa yang dikatakan oleh ayahnya itu. “Come on, Dad. Jangan bercanda. Aku masih ingin menikmati hidupku. Aku belum mau menikah.”
Robby mendekat pada Vintari. “Vintari, keluarga Ducan banyak membantu kita. Daddy bisa menjadi ahli bedah senior dan mendapatkan gaji besar, karena tak luput dari kedekatan Daddy pada keluarga Ducan.”
Vintari menatap tak percaya ayahnya itu. Gadis cantik berusia 19 tahun itu rasanya hampir kehilangan kewarasannya. Vintari bahkan masih duduk di bangku kuliah. Tak pernah terbesit sedikit pun Vintari akan menikah muda.
“Dad, jadi maksudmu, kau menjualku sebagai bayaran atas bantuan Keluarga Ducan?” seru Vintari dengan nada kesal.
“Vintari, kau ini bicara apa. Kenapa berpikir seperti itu,” ujar Jenny—ibu Vintari—yang sejak tadi memang tak banyak bicara, karena membiarkan sang suami yang berbicara pada putrinya itu.
Robby menatap tajam Vintari. “Singkirkan pikiran konyolmu. Aku hanya memilihkan jodoh yang terbaik untukmu. Belum tentu di luar sana, kau mendapatkan pria yang baik, Vintari.”
Vintari mendengkus tak suka. “Aku tidak mau dijodohkan titik. Jangan paksa aku lagi. Kalau Daddy terus memaksa, Daddy saja yang menikah. Aku tidak mau menikah.”
“Vintari!” bentak Robby keras.
“Vintari, bicara yang sopan pada Daddy,” seru Jenny menatap tegas putrinya.
Vintari menatap kedua orang tuanya itu, menahan rasa kesal. “Aku tidak mau menikah muda. Jangan paksa aku!” Dia berlari pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
“Vintari Rivers berhenti! Kita belum selesai bicara!” teriak Robby dengan nada keras dan menggelegar, tetapi sayangnya tetap saja Vintari tak menghentikan langkahnya. Gadis itu malah berlari semakin cepat meninggalkan rumah.
Jenny memeluk lengan sang suami, menenangkan dari kemarahan. “Biarkan Vintari menenangkan dirinya. Dia butuh waktu untuk menerima semua ini.”
Robby mengembuskan napas kasar, dan memejamkan mata singkat, berusaha meredam kemarahan dalam diri.
***
Siang itu di kota Manhattan, Vintari melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Marah, kesal, kecewa telah melebur menjadi satu dalam diri gadis cantik itu, hingga membuatnya melajukan mobil di atas rata-rata.
“Shit! Menyebalkan sekali!” Vintari memukul stir mobilnya, dan kian menginjak pedal gas, guna kian melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Rasa marah dalam diri Vintari membuat gadis itu lepas kendali dalam melajukan mobil.
Napas Vintari memburu. Sepasang iris mata ambernya berkilat tajam. Namun, tiba-tiba tatapan Vintari terkejut melihat mobil sport berhenti mendadak di hadapannya. Refleks, gadis itu menginjak pedal rem begitu kuat. Namun…
Brakkk
“Ah, sial!” Vintari mengumpat di kala mobilnya menabrak mobil sport yang ada di hadapannya. Makian dan umpatan lolos dalam hati gadis itu. Entah, karma apa yang didapatkannya sampai membuatnya hari ini begitu sial.
Terpaksa, Vintari turun dari mobil, saat dia melihat sosok pria pemilik mobil yang dia tabrak pun turun dari mobil. Tak mungkin dirinya melarikan diri. Jika sampai melarikan diri, maka sama saja dengan menambah masalah baru.
Saat Vintari turun dari mobil, tatapan gadis itu menatap sosok pria tampan memakai kaca mata baca hitam melangkah mendekat padanya. Raut wajah Vintari sedikit gugup berhadapan dengan pria dewasa. Meskipun dirinya bukan lagi anak-anak, tapi sifatnya kerap masih terbilang gadis remaja.
“Apa kau tidak bisa mengemudikan mobilmu dengan baik?!” seru pria itu dengan nada tinggi dan keras. Dia membuka kaca matanya, memperlihatkan iris mata cokelat gelap tajam, namun penuh kharisma.
Beberapa detik, Vintari terhenyak akan iris mata cokelat gelapnya yang penuh dengan kharisma itu. Akan tetapi, buru-buru, dia menepis pikiran konyol yang ada di dalam pikirannya.
“Tuan, yang salah adalah kau, bukan aku. Kenapa kau berhenti mendadak? Kalau saja kau tidak berhenti mendadak, aku tidak akan menambrakmu,” kata Vintari keras kepala, tak ingin disalahkan.
Pria itu menatap dingin Vintari. “Apa matamu itu sudah tidak lagi berfungsi? Aku tidak berhenti mendadak. Kau yang tidak memiliki aturan dalam mengemudi!”
Vintari berdecak pelan. Sebenarnya, dia ingin kembali menjawab tapi gadis itu menyadari bahwa dirinya pun salah karena telah melajukan mobil dengan tanpa aturan. Jika CCTV di area jalan dibuka, pasti dirinya bersalah.
“Oke fine, aku salah. I’m sorry. Aku akan mengganti kerugianmu. Kau bilang saja berapa uang yang kau butuhkan untuk memperbaiki mobilmu?” seru Vintari yang enggan untuk memperpanjang masalah.
Pria itu menatap Vintari dari ujung rambut ke ujung kaki. “Gadis kecil, lebih baik kau simpan keangkuhanmu. Belum tentu kau mampu mengganti kerugianku.”
Vintari kembali berdecak. “Aku ini bukan gadis kecil lagi. Usiaku sudah 19 tahun! Cepat beri tahu aku, berapa kerugian yang harus aku bayar!”
Pria itu tersenyum sinis. “Alright, kalau kau memaksa, silahkan cek harga mobilku. Apa kau yakin mampu mengganti rugi?”
Vintari melirik mobil pria yang dia tabrak. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, guna memeriksa type mobil yang dia tabrak. Namun, seketika mata Vintari melebar melihat harga mobil dari mobil yang dia tabrak itu. Raut wajahnya memucat. Matanya memancarkan jelas kepanikan dan ketakutan.
“A-aku—” Lidah Vintari tiba-tiba saja kelu, tak mampu merangkai kata. Ucapan angkuhnya bagaikan es yang telah beku. Oh, shit! Vintari mengumpati nasib buruknya. Bukannya menenangkan pikiran, malah mendapatkan masalah baru.
Pria itu tersenyum meremehkan Vintari. “Lain kali tidak usah mengemudi, jika kau bodoh dalam mengemudi.” Lalu pria itu melangkah pergi meninggalkan Vintari.
“Hey! Berani sekali kau menghinaku bodoh!” Vintari kesal, dia langsung melepaskan heels-nya dan melempar ke punggung pria itu.
Langkah kaki pria itu terhenti saat heels Vintari berhasil mendarat di punggungnya. Dia mengambil heels Vintari, menatap gadis itu dengan tajam, lalu membuang jauh heels Vintari ke sungai yang kebetulan ada di sana. Tanpa merasa bersalah, pria itu masuk ke dalam mobilnya meninggalkan tempat itu.
Mata Vintari melebar. “Ya Tuhan, sepatuku! Akh pria sialan!” serunya dengan raut wajah kesal, dan mengumpati pria menyebalkan yang telah melempar sepatunya ke sungai.
Vintari melebarkan kedua tangannya di kala pagi menyapa. Gadis itu menyibak selimut turun dari ranjang, dan segera menuju ke kamar mandi. Dia ingin segera berangkat kuliah demi menghindar dari orang tuanya.“Vintari.” Jenny melangkah masuk ke dalam kamar, mendekat pada VintariVintari mendesah panjang menatap ibunya ada di depannya. “Ada apa, Mom?”“Hari ini kau tidak usah kuliah. Kau temani Mommy dan Daddy,” jawab Jenny seraya membelai pipi Vintari.Vintari mendengkus. “Mom, hari ini aku ada ujian. Aku tidak bisa bolos kuliah.”“Sweetheart, jangan berbohong. Tadi Mommy sudah menghubungi kampus, menanyakan tentang kelasmu, dan hari ini kau sama sekali tidak ada ujian.” Jenny mengecup kening Vintari.Vintari berdecak pelan, menatap jengkel ibunya. Gadis itu ketahuan bohong. Well, memang dia tak memiliki ujian, tapi dia lebih memilih untuk masuk kuliah daripada menemani kedua orang tuanya pergi. Pasalnya, dia enggan mendengar percakapan orang tuanya yang membahas tentang perjodohan.“Mo
Bibir Vintari menganga terkejut akan apa yang dia dengar. Manik mata amber gadis itu mengerjap beberapa kali, tak sama sekali menyangka. Selama ini, dia tak terlalu tahu tentang Keluarga Ducan, karena memang dia tak tertarik untuk banyak tahu.Astaga, kepala Vintari hampir pecah mengetahui kenyataan ini. Kebetulan yang sangat menyebalkan. Ternyata dirinya sudah bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya dalam moment yang tak disangka-sangka.“Dad? Kau tidak bilang padaku kalau gadis yang akan dijodohkan denganku masih sangat kecil.” Zeus lebih dulu bersuara, memberikan komentar pedas, menatap ayahnya yang ada di hadapannya. Manik mata pria itu menunjukkan menuntut penjelasan sang ayah.David tertawa pelan mendengar ucapan putranya. “Zeus, usia Vintari sudah di atas 18 tahun. Jadi sudah masuk dalam kategori dewasa. Dia cantik dan manis. Sangat cocok untukmu.”Zeus mendesah kasar sambil mengumpat pelan. Dia tidak mengira sama sekali kalau dirinya akan dijodohkan oleh anak kecil.
“Terima kasih sudah mengantarkanku pulang, dan terima kasih sudah mengajakku makan.” Vintari berucap sedikit ketus pada Zeus yang berdiri di hadapannya. Ya, sepulang dari rumah sakit, pria itu langsung mengajak Vintari makan bersama, karena atas permintaan orang tua mereka. Pun selama makan bersama, tak ada percakapan yang terjalin di antara mereka.“Masuklah ke rumahmu.” Zeus segera meminta Vintari untuk masuk ke dalam, karena pria itu ingin segera pergi.“Zeus, wait.” Vintari menahan lengan Zeus. “Kita belum membahas tentang perjodohan kita.”Zeus menatap dingin dan tegas pada Vintari. “Apa yang ingin kau bahas? Bukankah permintaan orang tuamu dan ayahku sudah sangat jelas?”Vintari berdecak pelan. “Zeus, memangnya kau menerima perjodohan ini?”Zeus melangkah mendekat pada Vintari. “Ini bukan tentang menerima atau menolak, tapi aku lebih memilih menjalankan. Aku malas berdebat dengan kedua orang tuaku.”“Zeus, tapi kita tidak saling mencintai.” Vintari berkata begitu resah.Zeus ter
“Vintari, antarkan dokumen ini pada Zeus. Dokumen ini milik Paman David, tapi kau berikan saja pada Zeus.” Jenny memberikan dokumen yang ada di tangannya, pada Vintari. Tampak raut wajah gadis itu berubah jengkel. Baru saja gadis itu pulang kuliah, tapi malah sudah disuruh hal yang menyebalkan.“Mom, kau bisa meminta sopir untuk mengantarkan pada Zeus.” Vintari memberi saran, sekaligus tersirat menolak. Gadis itu enggan untuk bertemu dengan pria menyebalkan.Jenny melipat tangan di depan dada. “Mommy ingin kau yang mengantar ini pada Zeus. Ini dokumen penting. Kau tidak usah menyetir. Kau bersama sopir saja. Nanti pulangnya, biar Zeus yang mengantarmu pulang.”Vintari berdecak pelan. “Mom—”“Vintari, Mommy dengar dari sopir kalau mobilmu masuk bengkel, karena menabrak. Apa itu benar?” Jenny langsung memotong ucapan Vintari, dan sontak membaut raut wajah Vintari memucat panik.“Ah, itu. A-aku menabrak mobil teman kampusku, tapi aku sudah menyelesaikannya. Kau tidak usah khawatir, Mom,”
Vintari menghela napas panjang setelah menutup pintu kamarnya. Dia masih berdiri, bersandar pada pintu, sambil mendekap tasnya di dada. Ucapan Zeus tadi membuat hati dan pikirannya menjadi terusik. Sialnya, kata-kata Zeus sangat melekat padanya—seolah bagaikan magnet yang menempel.'Seks tidak harus saling mencintai. Di luar sana, banyak sekali pernikahan bisnis tanpa didasari cinta. Kita hidup di dunia nyata, Vintari, bukan di negeri dongeng seperti pemikiranmu.'Semakin dipikir, logikanya semakin menampik kalimat itu. Demi apa pun, dia tidak akan pernah bisa berhubungan seks tanpa cinta. Baginya, semua hal intim harus didasari oleh cinta. Pemikiran yang sangat kuno. Namun, itulah Vintari.“Pria itu memang sudah gila karena menganggap menikah dan seks adalah sebuah pekerjaan. Kenapa bisa pria gila itu menjadi seorang dokter?” gumamnya, sambil melempar tas ke atas sofa yang terletak di ujung tempat tidurnya. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Kedua tangannya terentang lebar, deng
Vintari meringis menahan nyeri saat perawat mencabut selang infus dari tangannya. Matanya terpejam rapat karena tak ingin melihat darahnya yang sedikit naik pada ujung selang dekat jarum. Hal itu membuat Zeus memicingkan matanya, heran dengan sikap Vintari yang menurutnya terlalu berlebihan.Setelah perawat tadi keluar dari kamar rawat, Zeus menyilangkan tangannya di depan dada, sambil bersandar pada dinding dekat sofa. “Ceroboh, tak bisa merawat diri sendiri, dan takut dengan jarum. Benar-benar ciri khas dari gadis kecil,” ucapnya sinis.Vintari menoleh sambil mengerutkan keningnya. Sorot matanya terlihat ganas, seakan ingin menelan pria yang terus-terusan membuatnya kesal. “Sebagai informasi, aku tidak takut jarum, ya!” sanggahnya.Zeus menyeringai tak percaya, lalu menurunkan kedua tangannya dan berjalan menuju pintu. “Cuci muka dan rapikan rambutmu. Setelah ini, aku akan mengantarmu pulang,” ucapnya, sesaat sebelum dia benar-benar menutup pintu kamar.Vintari mengerang sambil mere
Langkah kaki Jenny yang telah bersiap untuk masuk rumah tertahan karena deru pelan dari mobil milik Zeus yang berhenti di depan rumah. Senyum lebar tersungging di bibirnya saat melihat Vintari turun dari sisi lain mobil itu.“Wow, kalian hari ini juga berdua?” sapa Jenny riang bahagia.Vintari mendesah pasrah saat melihat ibunya berjalan menghampiri mereka. Dia berharap ibunya tak melihat dirinya bersama dengan Zeus, tapi sayangnya malah ibunya melihat. Jika sudah seperti ini, makai bunya pasti akan berpikir dirinya mulai membuka hati untuk Zeus. Ah menyebalkan sekali!Zeus yang menyadari situasi itu, segera turun dari mobil dan memberi salam pada Jenny. “Selamat malam, Nyonya Rivers.”‘Kenapa pria itu ramah sekali pada Mom? Ah! Harusnya dia menunjukkan sifat buruk, agar Mom tidak suka padanya,’ gerutu Vintari dalam hati.Vintari ingin Zeus bersikap dingin, angkuh, dan tak ramah pada ibunya, agar ibunya tak suka pada pria itu. Jika Zeus menunjukkan sifat buruk, pastinya ibunya akan me
Keheningan membentang di balik suasana canggung. Dua insan yang berada dalam posisi intim masih belum menyadari posisinya. Mereka seakan hanyut akan kecelakaan tersebut. Namun dalam hitungan detik keduanya sadar bahwa ini adalah sebuah hal yang tidak benar.Manik amber Vintari terbelalak saat menyadari posisi intim itu. Secepat kilat, gadis itu bangkit berdiri susah payah. Dia merapikan gaun yang dipakainya. Pun Zeus juga melakukan hal yang sama. Mereka saling memalingkan pandangan saat mata mereka beradu.Kecanggungan terjadi di antara keduanya. Bibir Vintari menempel tak sengaja ke bibir Zeus. Debar jantung gadis itu berpacu kencang seolah ingin berhenti berdetak. Ya Tuhan! Sangat memalukan! Vintari rasanya ingin bersembunyi di kutub utara.“Pilih saja gaun itu. Itu cocok di tubuhmu,” ucap Zeus tanpa melihat Vintari. Pria itu seolah bersikap acuh dan tak peduli tentang apa yang terjadi.Vintari berusaha mengabaikan apa yang telah terjadi, sama seperti Zeus. Dia melihat pantulannya d