Dania lalu segera menelepon Endra. Sebisa mungkin dia menahan bara di dadanya agar suaranya tetap terdengar stabil.Dania menghembuskan napas panjang setelah dia mendengar suara Endra dari seberang.“Halo,” kata Dania.“Iya, Sayang. Tumben banget kamu nelfon aku pagi-pagi gini,” sahut Endra, “udah mandi? Udah sarapan?”“Mmm ... mandi udah sih. Sarapan yang belom,” sahut Dania, “By the way, aku mau tanya sesuatu sama kamu.”“Tanya aja,” sahut Endra, “kaya sama siapa aja minta izin segala.”“Nanti malem kamu lembur nggak?” tanya Dania.Hening beberapa detik. “Belum tahu sih. Kalo kerjaanku nggak terlalu padet kayaknya nggak lembur. Entar deh aku tanyain Karra. Kalo udah, pasti aku kabarin kamu,” kata Endra.“Oke,” sahut Dania, “aku tunggu, ya.”“Emangnya ada apa sih?” tanya Endra, “kamu mau ngajak aku jalan?”“Nggak,” nanya aja, “soalnya nanti malem aku ada meeting sama Sisil dan semua personel Evoluton. Jadi kalo misal kamu nggak lembur, dan kamu gabut, jangan telepon aku dulu nanti ma
Endra lalu memutus sambungan telepon. Suasana hatinya makin memburuk saja. Rasanya dia ingin berteriak kalau dia tidk naksir dengan Dania tepat di telinga teman-temannya itu.***Jam dinding di kamar Dania menunjukkan pukul setengah delapan malam. Gadis itu saat ini sedang duduk gelisah di tepi ranjang. Beberapa kali dia melihat ke ponselnya yang tergeletak tepat di sampingnya. Dia menunggu chat balasan dari Karra.Dania menghembuskan napas lega saat akhirnya ponselnya berbunyi. Dia tersenyum lebar karena Karra menyetujui permintaannya untuk bertemu. Dengan cepat, dia lalu mengetik nama kafe yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.IshaDania:Di kafe Bloom ya. Kita ketemuan di sana langsung.Balasan dari Karra masuk dalam hitungan detik.Karra:OKSetelah meletakkan ponselnya, Dania segera berganti pakaian. Dia memakai sebuah gaun sepanjang lutut berwarna krem. Di kakinya, dia memasang sepatu wedges dengan warna senada gaun. Sebelum mengasmbil tasnya, Dania menyempatkan diri untuk memol
“Bukan gitu, Yang,” kata Endra.Dania lalu bangkit. Dengan langkah-langkah cepat, dia lalu berjalan keluar dari kafe.Di luar dugaan Karra, ternyata Endra tak mengejar Dania. Laki-laki itu malah duduk di kursi yang tadi diduduki Dania.“Gue minta maaf ya,” kata Endra.Karra tersenyum. “Nggak perlu minta maaf,” katanya, “Pak Endra nggak salah.”“Tapi lo ... jadi,” balas Endra.“Nggak apa-apa,” sahut Karra, “Mba Dania nggak ngapa-ngapain saya kok.”Endra menghembuskan napas panjang. “Gue bener-bener nggak nyangka kalo dia bakalan ngajak lo ketemuan. Dia bilang mau ada meeting sama Evolution soalnya.”Karra mengangguk. “It’s okey,” katanya, “nggak apa-apa kok.”“Sebagai permintaan maaf, gimana kalo lo gue anter pulang?” kata Endra.Karra membelalakkan mata. Semua ini sungguh di luar prediksinya. Dia benar-benar mengira kalau Endra akan mengejar Dania awalnya. “Nggak apa-apa nih?” tanya Karra, “kalo Mba Dania malah semakin marah ke Pak Endra gimana?”“Biar aja. Biar sekalian,” sahut Endra
Sejak kejadian di kafe itu, Karra melihat Endra sering melamun. Laki-laki itu tidak seperti biasanya. Karra menebak kalau hubungan laki-lai itu dengan Dania belum membaik. Maka sebisa mungkin dia memanfaatkan kedekatannya dengam Endra saat ini. “Pak Endra, saya lihat belakangan ini Pak Endra kayak orang kurang fokus,” kata Karra saat makan siang bersama, “Pak Endra sama Mba Dania belum baikan ya?” Endra tersenyum masam. “Dia yang udah bohongin gue duluan. Dan dia juga sudah marah-marah gak jelas ke lo. Harus gue yang minta maaf duluan?” katanya. Karra tersenyum tipis. Saat hubungan mereka sedang renggang seperti inilah waktu yang tepat mengambil hati Endra. “Pak Endra kalo misalnya suntuk banget dan pengen hangout, aku mau kok nemenin,” kata karra. Endra tertawa kecil. “Hangout ke mana?” katanya, “kelab? Terakhir kalinya lo mabuk dan malah gue yang harus repot nemenin lo tidur di hotel.” “Ya maaf,” kata Karra. “Tapi kayaknya gue butuh liburan tipis-tipis sih,” kata Endra. Mata
Crash Melody 139Dania baru saja mengikuti casting yang diadakan di sebuah gedung rumah produksi film. Saat ini dia sefang melepas sepatu hak tingginya sambil duduk di ranjang. Baru akan meletakkan sepatunya di rak sepatu, ponselnya berbunyi.Rupanya ada telepon dari Rita.“Ada apa, Ta?” tanya Dania.“Lo lihat deh story I*******m terbarunya Karra,” kata Rita.Dania tersenyum sinis. “Ada apa lagi? Dia upload foto lagi cipokan sama Endra juga gue nggak bakalan heran,” katanya.“Udah deh lo lihat aja dulu sendiri,” kata Rita.Dania lalu membuka aplikasi Instragram. Dia lalu membuka profil Karra. Dia tersenyum masam melihat unggahan gadis itu. Karra seolah benar-benar memanfaatkan kesempatan kerenggangan hubungannya dengan Endra untuk mendekati Endra. “Gue udah lihat,” kata Dania setelah keluar dari aplikasi I*******m.“Kelihatan banget nggak sih kalo dia sengaja ngedeketin Endra lebih gencar? Lo yakin mau gini-gini aja? Buruan baikan deh sama Endra kata gue. Nyaho lo kalo Endra beneran d
“Mau kerja kayak robot kalau liburannya sama Pak Endra sih saya nggak masalah,” kata Karra. Gadis itu mengutak-atik ponselnya. Dia harus mengunggah foto ke Instagram. Endra tertawa. “Gue juga nggak masalah liburan sama lo. Asal jangan sering-sering aja. Ini juga gue ketar-ketir banget ninggalin kantor tiga hari.”“By the way, Pak Endra ngomong apa sama Mba Dania waktu mau berangkat?” tanya Karra iseng. “Ngapain gue izin ke Dania,” sahut Endra, “gue izin sama Bokap-Nyokap lah.”Karra tersenyum simpul. Dari jawaban Endra, dia bisa menyimpulkan kalau laki-laki itu belum berbaikan dengan Dania. Kalau begitu, ini adalah saat yang tepat. Dia akan memposting semua aktifitasnya di Instagram agar Dania semakin cemburu dan semakin marah dengan Endra. Semakin cepat mereka putus, semakin baik. Karena dengan begitu, semakin ceoat juga Karra memiliki kesempatan untuk menjadi kekasih Endra.***Setibanya di villa, Karra langsung bersemangat. Dia tak sabar menghabiskan hari esok bersama Endra. “P
Karra terus memperhatikan Endra saat laki-laki itu mengurut kakinya. Dia tersenyum-senyum sendiri melihat wajah serius bosnya itu. Kesempatan seperti ini sama sekali tidak pernah dia bayangkan di dalam hidupnya. Seandainya dia bisa memiliki Endra, pasti hari-harinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan. “Udah mendingan belom, Kar?” tanya Endra.Pikiran Karra buyar. Dia gelagapan. “Eh, lu ... lumayan sih, Pak,” sahutnya. Dia menggerak-gerakkan kakinya perlahan. “Yaudah, ayo gue anter lo ke kamar,” kata Endra. Dia membantu Karra berdiri.Jantung Karra berdetak dua kali lipat lebih cepat saat tangan Endra melingkar di pinggulnya. Sungguh ini luar biasa. Dalam khayalan terliarnya, dia tak pernah memikirkan ini. Usai mengambil handuk, Endra membantu Karra memakai handuknya. Sejatinya, Karra tahu kalau love language laki-laki itu adalah act of service, tapi dia tak pernah membayangkan Endra akan melakukan itu padanya. Karra benar-benar dibuat mabuk dengan perhatian Endra. “Lain kali, kalo
Karra merasakan kebahagiaan yang kuar biasa selama liburan bersama Endra. Dia merasa seperti berada di atas awan. Bahkan saat sudah pulang pun dia masih merasa kesulitan menerima kenyataan bahwa dia telah menapak di tanah. Kebahagiaannya terasa sulit sekali di lupakan. Namun ternyata kebahagiaan itu tak berlangsung lama setelah Karra sampai di rumah. Sekitar satu jam setelah dia membersihkan diri, ponselnya berbunyi. Ada telepon dari nomor tak tersimpan. Dia tau itu nomor Dania. Sekonyong-konyong Dania memberondong Karra dengan kata-kata bernada tinggi setelah gadis itu menyentuh logo telepon warna hijau. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Karra lalu mengklik fitur rekam. Dia akan memberitahukan tingkah kampungan Dania itu pada Endra. “Mba Dania kenapa sih marah-marah?” tanya Karra, “kita bahkan udah nggak pernah ketemu selama hampir dua minggu, Mba. Kok sekalinya telfon Mba Dania marah-marah?”“Heh cewek jalang! Jangan kebanyakan cingcong ya lo!” kata Dania. Lagi-lagi nada suarany