Endra lalu memutus sambungan telepon. Suasana hatinya makin memburuk saja. Rasanya dia ingin berteriak kalau dia tidk naksir dengan Dania tepat di telinga teman-temannya itu.***Jam dinding di kamar Dania menunjukkan pukul setengah delapan malam. Gadis itu saat ini sedang duduk gelisah di tepi ranjang. Beberapa kali dia melihat ke ponselnya yang tergeletak tepat di sampingnya. Dia menunggu chat balasan dari Karra.Dania menghembuskan napas lega saat akhirnya ponselnya berbunyi. Dia tersenyum lebar karena Karra menyetujui permintaannya untuk bertemu. Dengan cepat, dia lalu mengetik nama kafe yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.IshaDania:Di kafe Bloom ya. Kita ketemuan di sana langsung.Balasan dari Karra masuk dalam hitungan detik.Karra:OKSetelah meletakkan ponselnya, Dania segera berganti pakaian. Dia memakai sebuah gaun sepanjang lutut berwarna krem. Di kakinya, dia memasang sepatu wedges dengan warna senada gaun. Sebelum mengasmbil tasnya, Dania menyempatkan diri untuk memol
“Bukan gitu, Yang,” kata Endra.Dania lalu bangkit. Dengan langkah-langkah cepat, dia lalu berjalan keluar dari kafe.Di luar dugaan Karra, ternyata Endra tak mengejar Dania. Laki-laki itu malah duduk di kursi yang tadi diduduki Dania.“Gue minta maaf ya,” kata Endra.Karra tersenyum. “Nggak perlu minta maaf,” katanya, “Pak Endra nggak salah.”“Tapi lo ... jadi,” balas Endra.“Nggak apa-apa,” sahut Karra, “Mba Dania nggak ngapa-ngapain saya kok.”Endra menghembuskan napas panjang. “Gue bener-bener nggak nyangka kalo dia bakalan ngajak lo ketemuan. Dia bilang mau ada meeting sama Evolution soalnya.”Karra mengangguk. “It’s okey,” katanya, “nggak apa-apa kok.”“Sebagai permintaan maaf, gimana kalo lo gue anter pulang?” kata Endra.Karra membelalakkan mata. Semua ini sungguh di luar prediksinya. Dia benar-benar mengira kalau Endra akan mengejar Dania awalnya. “Nggak apa-apa nih?” tanya Karra, “kalo Mba Dania malah semakin marah ke Pak Endra gimana?”“Biar aja. Biar sekalian,” sahut Endra
Sejak kejadian di kafe itu, Karra melihat Endra sering melamun. Laki-laki itu tidak seperti biasanya. Karra menebak kalau hubungan laki-lai itu dengan Dania belum membaik. Maka sebisa mungkin dia memanfaatkan kedekatannya dengam Endra saat ini. “Pak Endra, saya lihat belakangan ini Pak Endra kayak orang kurang fokus,” kata Karra saat makan siang bersama, “Pak Endra sama Mba Dania belum baikan ya?” Endra tersenyum masam. “Dia yang udah bohongin gue duluan. Dan dia juga sudah marah-marah gak jelas ke lo. Harus gue yang minta maaf duluan?” katanya. Karra tersenyum tipis. Saat hubungan mereka sedang renggang seperti inilah waktu yang tepat mengambil hati Endra. “Pak Endra kalo misalnya suntuk banget dan pengen hangout, aku mau kok nemenin,” kata karra. Endra tertawa kecil. “Hangout ke mana?” katanya, “kelab? Terakhir kalinya lo mabuk dan malah gue yang harus repot nemenin lo tidur di hotel.” “Ya maaf,” kata Karra. “Tapi kayaknya gue butuh liburan tipis-tipis sih,” kata Endra. Mata
Crash Melody 139Dania baru saja mengikuti casting yang diadakan di sebuah gedung rumah produksi film. Saat ini dia sefang melepas sepatu hak tingginya sambil duduk di ranjang. Baru akan meletakkan sepatunya di rak sepatu, ponselnya berbunyi.Rupanya ada telepon dari Rita.“Ada apa, Ta?” tanya Dania.“Lo lihat deh story I*******m terbarunya Karra,” kata Rita.Dania tersenyum sinis. “Ada apa lagi? Dia upload foto lagi cipokan sama Endra juga gue nggak bakalan heran,” katanya.“Udah deh lo lihat aja dulu sendiri,” kata Rita.Dania lalu membuka aplikasi Instragram. Dia lalu membuka profil Karra. Dia tersenyum masam melihat unggahan gadis itu. Karra seolah benar-benar memanfaatkan kesempatan kerenggangan hubungannya dengan Endra untuk mendekati Endra. “Gue udah lihat,” kata Dania setelah keluar dari aplikasi I*******m.“Kelihatan banget nggak sih kalo dia sengaja ngedeketin Endra lebih gencar? Lo yakin mau gini-gini aja? Buruan baikan deh sama Endra kata gue. Nyaho lo kalo Endra beneran d
“Mau kerja kayak robot kalau liburannya sama Pak Endra sih saya nggak masalah,” kata Karra. Gadis itu mengutak-atik ponselnya. Dia harus mengunggah foto ke Instagram. Endra tertawa. “Gue juga nggak masalah liburan sama lo. Asal jangan sering-sering aja. Ini juga gue ketar-ketir banget ninggalin kantor tiga hari.”“By the way, Pak Endra ngomong apa sama Mba Dania waktu mau berangkat?” tanya Karra iseng. “Ngapain gue izin ke Dania,” sahut Endra, “gue izin sama Bokap-Nyokap lah.”Karra tersenyum simpul. Dari jawaban Endra, dia bisa menyimpulkan kalau laki-laki itu belum berbaikan dengan Dania. Kalau begitu, ini adalah saat yang tepat. Dia akan memposting semua aktifitasnya di Instagram agar Dania semakin cemburu dan semakin marah dengan Endra. Semakin cepat mereka putus, semakin baik. Karena dengan begitu, semakin ceoat juga Karra memiliki kesempatan untuk menjadi kekasih Endra.***Setibanya di villa, Karra langsung bersemangat. Dia tak sabar menghabiskan hari esok bersama Endra. “P
Karra terus memperhatikan Endra saat laki-laki itu mengurut kakinya. Dia tersenyum-senyum sendiri melihat wajah serius bosnya itu. Kesempatan seperti ini sama sekali tidak pernah dia bayangkan di dalam hidupnya. Seandainya dia bisa memiliki Endra, pasti hari-harinya akan dipenuhi dengan kebahagiaan. “Udah mendingan belom, Kar?” tanya Endra.Pikiran Karra buyar. Dia gelagapan. “Eh, lu ... lumayan sih, Pak,” sahutnya. Dia menggerak-gerakkan kakinya perlahan. “Yaudah, ayo gue anter lo ke kamar,” kata Endra. Dia membantu Karra berdiri.Jantung Karra berdetak dua kali lipat lebih cepat saat tangan Endra melingkar di pinggulnya. Sungguh ini luar biasa. Dalam khayalan terliarnya, dia tak pernah memikirkan ini. Usai mengambil handuk, Endra membantu Karra memakai handuknya. Sejatinya, Karra tahu kalau love language laki-laki itu adalah act of service, tapi dia tak pernah membayangkan Endra akan melakukan itu padanya. Karra benar-benar dibuat mabuk dengan perhatian Endra. “Lain kali, kalo
Karra merasakan kebahagiaan yang kuar biasa selama liburan bersama Endra. Dia merasa seperti berada di atas awan. Bahkan saat sudah pulang pun dia masih merasa kesulitan menerima kenyataan bahwa dia telah menapak di tanah. Kebahagiaannya terasa sulit sekali di lupakan. Namun ternyata kebahagiaan itu tak berlangsung lama setelah Karra sampai di rumah. Sekitar satu jam setelah dia membersihkan diri, ponselnya berbunyi. Ada telepon dari nomor tak tersimpan. Dia tau itu nomor Dania. Sekonyong-konyong Dania memberondong Karra dengan kata-kata bernada tinggi setelah gadis itu menyentuh logo telepon warna hijau. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Karra lalu mengklik fitur rekam. Dia akan memberitahukan tingkah kampungan Dania itu pada Endra. “Mba Dania kenapa sih marah-marah?” tanya Karra, “kita bahkan udah nggak pernah ketemu selama hampir dua minggu, Mba. Kok sekalinya telfon Mba Dania marah-marah?”“Heh cewek jalang! Jangan kebanyakan cingcong ya lo!” kata Dania. Lagi-lagi nada suarany
Usai mengusap air matanya dan memastikan pipinya kering, Dania turun dari ranjang. Dia lalu mengambil pakaiannya yang berserakan di atas ranjang dan di lantai. Perlahan, dia berjalan ke kamar mandi.Setelah mengantung pakaiannya, Dania lalu membasuh tubuhnya di bawah shower. Dia seolah berusaha menghapus bekas sentuhan Endra di setiap jengkal kulitnya. Ketika ingatan tentang desahan, erangan dan teriakan nama Endra yang keluar dari mulutnya terputar di memori, Dania merasa jijik dengan dirinya sendiri. Dia merasa tak ada bedanya dengan wanita-wanita jalang di luaran sana yang begitu mudah ditiduri oleh seorang pria.Dania lalu menangis lagi. Air matanya mengalir deras di bawah pancuran shower yang mengguyur tubuhnya. Di sela tangisnya, dia lalu tertawa hambar. Bagaimana keadaan bisa berubah begitu cepat? Ya, beberapa puluh menit yang lalu dia masih merelakan tubuhnya dijamah dengan sedikit brutal oleh Endra. Dia bahkan dengan suka rela mempersilakan Endra masuk dengan membuka kedua ka
Yang masuk ke dalam ruangan setelah Hana dan Fajar keluar adalah Endra. Laki-laki itu awalya canguung saat melangkah ke dalam ruangan. Namun akhirnya dia bersuara juga setelah kakinya terhenti di dekat ranjang.“Kenapa lo nggak pernah cerita kalo lo sakit jantung?” tanya Endra.“Sebelumnya gue juga nggak tahu kok kalo gue sakit jantung. Gue baru ta ...”“Bohong,” sahut Endra, “gue pernah nemuin botol kecil tempat obat di kamar lo pas mau ngambil jam tangan Papa yang lo pinjem.”Zevan menghembuskan napas panjang. “Gue nggak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang terdekat gue dan keluarga gue.”Endra tak menyahut. Dia memahami perasaan Zevan. Sebagai seorang anak laki-laki, dia juga gengsi akan bercerita tentang penyakit atau kelemahannya kepada keluarga.“Terus selama ini kenapa lo musuhin gue?” tanya Endra, “seharusnya kita nggak kayak gini nggak sih?”“Gue benci sama lo karena nyokap lebih sayang sama lo,” kata Zevan, “gue udah berusaha maklum kalo Papa selalu jarang ada di rumah
Saat diberi tahu tentang perayaan hari ulang tahun sebenarnya Zevan tidak terlalu tertarik. Karena dia yakin momen itu tak akan menjadi momen yang spesial sespesial momen ulang tahun Endra. Dia bahkan berniat pergi di hari ulang tahunnya itu. Biar saja orang-orang rumah merayakan semua tanpa dirinya. Tapi setelah dinasihati Dania, akhirnya Zevan pun luluh. Meski tak terlihat bersemangat, Zevan tetap keluar kamar sekitar jam tujuh malam.Saat melihat dekorasi di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi hall, Zevan seketika merasa muak. Ruangan itu didekorasi dengan warna serba putih, warna kesukaan Endra. Pasti ini ide Hana. Lihatlah, di saat banyak Evolutioners yang menetahui hal-hal kecil tentang Zevan, ibunya sendiri malah tidak tahu warna favoritnya.Zevan seketika menghembuskan napas kasar. Dia ingin berbalik dan masuk ke dalam kamar lagi. Tapi niatnya itu tak berjalan mulus lantaran Fajar memanggilnya saat kakinya baru berjalan satu langkah.“Mau ke mana kamu?” tanya Fajar.“Mau
Seiring dengan renggangya komunikasi Zevan dan Dania, pemberitaan di sosial media tentang mereka juga mereda. Seharusnya Dania senang karena dengan begitu dia tak menjadi bahan kejar-kejaran awak media lagi. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru semakin merasa kosong karena itu sekaligus memperjelas kalau dia dan Zevan memang sudah sejauh itu sekarang.Dania lalu memikirkan saran dari Sisil. Apakah memang sebaiknya dia mengajak Zevan mengobrol? Karena jujur, dia sudah sangat muak dengan kecanggungan yang terjadi di antara dia da Endra selama bebeberapa minggu belakangan ini.Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dania memutuskan untuk mengajak Zevan mengobrol. Dia memutuskan untuk berbicara dengan laki-laki itu setelah Evolution tampil.Tanpa Dania sangka, ternyata Zevan juga berniat mengajaknya berbicara. Karena saat bertatap muka, keduanya mengucapkan, “gue mau ngobrol sama lo,” secara hampir bersamaan.“Lo duluan aja,” kata Dania akhirnya.“Lo saja,” kata Zevan.“Lo dulua
“Jadi lo ngehancurin kencan mereka?” tamya Dania.“Iya,” sahut Zevan, “kesian anjir ceweknya tampangnya langsung bete gitu.”Dania terbahak. “Lah itu kan ulah lo juga kali,” katanya.“By the way, tadi gue udah mutusin kalo kita bakalan kelihatan kaya orang pacaran pas di depan Karra sama Endra aja,” kata Dania lagi.Zevan tak langsung menjawab. Kalau Dania sudah memutuskan seperti itu berarti kemungkainan mereka bersamaan akan berkurang. Tapi toh tak ada bedanya juga. Saat sedang bekerja pun dia teteap bisa mendekati Dania.“Zevan,” sahut Dania dari seberang, “kok lo diem sih?”“Eh, ya nggak apa-apa kalo misalnya keputusan lo kaya begitu,” sahut Zevan. Tapi sebenarnya dia berat mengucapkan hal itu.***Dania merasakan perubahan sikap Zevan selama beberapa hari. Kalau biasanya laki-laki itu sering mengobrol dengannya setiap istirahat makan siang, belakangan ini laki-laki itu jarang berbicara dengannya. Zevan berbicara dengannya kalau tentang masalah kerjaan saja. Sama persis saat awal-
Endra tentu saja panik melihat Karra. Dia lalu berusaha menenangkan gadis itu.“Hei, udah dong nangisnya. Aku minta maaf,” kata Endra, “Dia lalu mengusap pipi Karra yang basah dengan ujung ujung jarinya.“Sini,” kata Endra. Dia lalu mendekap Karra Erat-erat.“Jadinya kamu kenapa kok jadi aneh sikapnya ke aku setelah pesta malem itu?” tanya Dania setelah Endra melepaskan pelaukannya.Endra menghembuskan napas kasar. “Aku cuma masih syok aja ngelihat Zevan jaian sama seseorang yang pernah ada hubungan sama aku.”Karra menghembuskan napas panjang. “Beneran cuma itu? Sykur deh kalau kecurigaanku gak bener.”Endra tersenyum. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Karra. Tanpa aba-aba, dia menyematkan kecupan lembut dan dalam di bibir gadis itu. Rasanya seperti sudah lama sekali dia tak menyalurkan perasaannya pada Karra. Maka, dia lampiaskan semuanya sekarang. Perlahan, tangan kanannya pun mulai merayap di bawah rok Karra. Namun ketika mencapai pinggul gadisya itu, tangannya terhenti lantaran te
“Ayo buruan,” kata Hana.Endra menghembuskan napas kasar. Dia lalu maju lebih dulu.“Zevan buruan!” kata Hana.Akhirnya Zevan ikut maju juga. Mereka berdua akhirya saling bersalaman walau tak saling pandang. Hana geleng-geleng kepala melihatnya. Wanita itu lalu menghembuskan napas panjang.“Cepetan balik ke kamar sana, Endra,” kata Fajar, “Papa nggak mau ya ngeliat kalian berkelahi lagi kaya gini.”“Nggak janji,” kata Endra. Dia lalu beranjak pergi.***Seperti yang sudah Zevan duga sebelumnya. Kemunculannya dengan Dania di pesta malam itu pasti akan mengundang perhatian publik. Zevan tak tahu siapa pelaku pertama yeng mengunnggah video itu di internet. Yang pasti keesokan harinya setelah pesta itu selesai, videonya berdansa dengan Dania sudah tersebar di sosial media. Di X bahkan hastag ZevanDania masuk ke dalam sepuluh besar trending.Zevan ada jadwal nanti jam satu siang. Mungkin, dia baru akan keluar rumah sekitar jam sebelas pagi atau jam setengah dua belas siang. Selama itu dia
“Sayang, kamu tadi udah makan belom?” tanya Zevan.Dania membelalakkan mata namun akhirnya dia menjawab pertanyaan Zevan juga. “Be ... belum sih,” katanya.“Mau aku suapin nggak?” tanya Zevan.Dania menyahut, “boleh,” sambil melirik Endra dan Karra sekilas. Jelas sekali mereka tampak syok.Rasa percaya diri Dania muncul seiring dengan raut canggung yang tampak di wajah pasangan kekasih yang duduk di sampingnya. Terutama Endra. Laki-laki itu tak bisa menutupi keterkejutannya.Selama dua puluh menit berikutnya, Dania melakonkan drama-nya dengan Zevan dengan sangat sempurnya. Endra dan Karra dibuat mati kutu melihat kemesraan yang mereka perlihatkan. Dania bahkan berinisiatif untuk bergantian menyuapi Endra. Gadis itu tersenyum lega saat akhirnya Endra mengajak Karra menghindar ke tempat lain. Laki-laki itu tampak sangat tidak nyaman.Sementara itu, Zevan tertawa puas setelah Endra dan Karra menghilang dari pandangan matanya.“Akting gue bagus kan?” kata Dania. Dia lalu merebut piring b
Karra seperti tak berada di bumi saat jemari tangan kiri Endra merayap di dada kirinya. Sensasi seperti itu baru dia rasakan untuk yang pertama kali seumur hidupnya. Namun, dia hanya merasakan gejolak itu dalam waktu sekitar semenit karena Endra segera menarik diri bersamaan dengan terdengarnya suara batuk ibu Karra.“Sorry,” kata Endra saat dia melihat Karra merapikan kerah blusnya lalu mengancingkan dua kancing teratas yang terbuka.Karra tersenyum. “For what?” katanya.“Karena sudah nyentuh kamu sembarangan,” kata Endra.Karra tertawa kecil. “It’s okey,” katanya, “bukanya sekarang aku punya kamu ya? Kamu berhak ngelakuin apa saja. Hanya mungkin waktunya aja yang nggak tepat.”Endra terkekeh. “Yaudah lain kali kita cari waktu sekaligus tempat yang tepat,” katanya setelah tawanya reda.Karra membelalakkan mata. “Dasar,” katanya. Dia lalu membuka pintu mobil, “good night. See you tomorrow.”“Good night. I love you,” balas Endra. Dia lalu menurunkan kaca mobil.“I love you too,” balas
Sebenarnya Karra sudah diberi tahu Endra tentang acara peresmian hotel baru itu sejak jauh-jauh hari. Tapi mendekati hari-H dia tetap saja merasa gugup bukan main. Dia merasa tidak siap kalau hubungannya harus diketahui banyak orang di kantor.“Kamu yakin mau ngenalin aku sebagai pasangan kamu di acara itu?” tanya Karra saat mereka makan siang bersama di sebuah restoran.Endra mengangguk. “Iya dong,” sahut Endra, “kan aku sudah bilang dari awal.”“Nggak apa-apa kalo pada akhirnya semua orang tahu kalau Bapak Endra sang CEO pacarannya sama sekertarisnya sendiri?” tanya Karra.Endra terbahak. “Emangnya kenapa?” tanyanya.Karra mengangkat bahu. “Kamu nggak gengsi?” tanya Karra.Endra terbahak. “Nggak lah,” katanya, “ngapain harus gengsi?”Karra lantas tersenyum. Dia merasa lega karena Endra bisa menerimanya apa adanya. Dia lalu menatap Endra dalam-dalam. Sebisa mungkin dia tak melewatkan setiap detik waktu yang dia lalui dengan Endra secara detail.“Keanapa?” tanya Endra.Karra menggelen