“Aku tidak peduli, kamu dewa atau iblis, kamulah yang bertanggung jawab atas semuanya ini, aku telah kehilangan segala-galanya sedari aku lahir, bahkan sekarang di akhir hayatku, aku harus melihat penderitaan yang begitu besar dari sahabatku,” kata Yao mengutarakan segala protesnya pada sosok iblis yang wujudnya tak bisa dilihatnya itu.
“Lalu sekarang kamu mau apa?” tanya iblis itu.
Yao hanya terdiam, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan hanya untuk menggerakkan kepala dan bola matanya pun tidak bisa. Dengan demikian pandangannya terkunci ke satu titik. Sosok yang mengaku iblis itu pun tak kunjung menunjukkan wujudnya, sedari tadi hanya suaranya saja yang terdengar, seakan langsung merasuki pikiran Yao.
“Hei iblis tua, apakah aku sudah mati?” tanya Yao.
“Belum, jika kamu buru-buru ingin pergi, aku bisa memanggil mereka untuk menjemputmu dari sini, dan mengantarmu ke dunia sana
(POV si iblis tua bercerita pada Yao)Dengan tiga bunga emas di tangannya, memenangkan pertempuran waktu itu sangatlah mudah, bahkan ia bisa memenangkan pertempuran itu tanpa menjatuhkan satu pun korban jiwa dari kedua pihak. Dengan menggunakan bunga emas itu, ia membuat siasat yang membuat adiknya dan seluruh rakyat kerajaan mau mengakuinya sebagai raja. Tentu saja, dengan cara yang teramat licik.Dengan bunga emas pertama ia memohon agar di kerajaan itu dilimpahkan sebuah wabah penyakit yang tidak ada obatnya, namun penyakit tersebut tidak bisa membunuh penderitanya. Bunga emas itu berkilauan lalu mengabulkannya dan terjadilah seperti yang dipintanya.Satu minggu berlalu, dan seisi kerajaan telah dipenuhi oleh ratap penderitaan dari orang-orang yang mengidap penyakit misterius, tidak ada satupun obat yang manjur dan tidak ada satupun tabib yang mampu menanganinya. Dengan demikian pangeran yang lebih muda, yang berhasil memenangkan pertempuran sebelumnya dan me
Pada pagi hari setelah ritual pemanggilan, sang raja hendak memanen bunga emas yang sudah dinantikannya. Ketika ia, kakek Tong, dan para prajuritnya mengecek tempat itu, mereka terkejut karena tidak ada satupun bunga emas. Terlebih lagi, mereka tidak mendapati satu pun mayat dari anak-anak yang mereka korbankan.Pada awalnya mereka berpikir, mayat-mayat itu telah di bawa oleh hewan buas beserta dengan bunga emas itu. Namun, ketika seorang prajurit menunjukkan sebuah ukiran dari salah satu batu persegi panjang itu, wajah raja menjadi sedikit pucat.Ia teringat akan kata-kata Yao yang akan bangkit dari kematiannya untuk membalas dendam kepadanya.Ah, tidak mungkin, itu pasti tidak mungkin, ini hanya perasaanku saja, tidak perlu cemas, batin raja.Untuk sementara mereka menyimpulkan bahwa mayat anak-anak itu dan bunga emas telah dicuri oleh orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu, sang raja memerintahkan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Bilama
Dengan berjalan kaki, Yao melanjutkan perjalanannya. Semakin dekat ia ke istana raja, semakin sering ia menemui prajurit yang mencoba menghadangnya. Mereka tidak hanya maju satu persatu, namun menyerbu dari berbagai arah, muncul secara tiba-tiba dari persembunyian mereka. Meskipun dengan kegigihan mereka, tetap saja dengan mudah Yao dapat mengalahkan mereka.Yao hanya menggerakkan pelan pedangnya, menciptakan gelombang angin yang dengan cepat merusak formasi prajurit itu. Tubuh mereka terhempas dengan kuat ke tanah atau bangunan sekitarnya, cukup untuk membuat mereka tak sadarkan diri.Yao terus berjalan semakin dekat, kali ini ia mendengar suara langkah kuda yang semakin lama semakin mendekat kepadanya. Tak lama kemudian ia bisa melihat banyak unit kaveleri kerajaan dengan perlengkapan tempur lengkap serta kuda-kuda yang gagah berani datang mendekatinya. Mereka berusaha mengepungnya dari berbagai arah.Mendengar rumor yang telah beredar, kaveleri itu berusaha m
Yao memegang pedangnya erat-erat dengan kedua tangannya, dan dengan segenap tenaganya ditambah kekuatan dari bunga emas itu, ia menancapkan pedang itu ke lantai. Ia mulai berbisik seperti mengatakan sesuatu namun tidak terdengar dengan jelas oleh raja dan para pengikutnya di ruangan itu.Tak lama kemudian, tubuh Yao memancarkan cahaya keemasan yang semakin lama semakin terang. Cahaya itu terus bertambah-tambah intesitasnya menyebar memenuhi ruangan itu, bahkan keluar dan menyelimuti keseluruhan pulau itu.Cahaya keemasan yang dilepaskan itu begitu menyakitkan, membuat mereka yang terkena cahaya itu, sekalipun tak melihatnya merasakan penderitaan yang luar biasa. Rasa sakit menyebar di sekujur tubuh mereka, mata mereka tak sanggup lagi untuk melihat karena terlalu menyilaukan, membuat orang-orang yang berada di seluruh pulau itu, dimanapun mereka berada meringkuk kesakitan.Tidak peduli tua atau muda, cahaya itu tak pandang bulu dalam memberi penghuku
Suatu hari yang cerah, di daerah pertokoan Distrik Utara, seorang gadis kecil memandangi sebuah payung berwarna putih dengan ulir berwarna emas yang mengitari sisinya. Dia sangat tertarik dengan payung itu dan berniat membelinya.Namun, harga payung tersebut teramat mahal baginya dan uang yang dimilikinya sekarang tidak cukup untuk membelinya. Terlebih lagi menurut perkataan pemilik toko, payung tersebut adalah stok terakhir dari jenisnya. Gadis kecil itu pun berusaha menabung dari uang saku yang diberi oleh ibunya. Setiap hari dia akan mampir ke toko itu untuk melihat keadaan payung itu. Ia khawatir payung tersebut akan dibeli orang lain sebelum dirinya. Hari demi hari bahkan minggu demi minggu telah terlewati, gadis kecil itu berhasil mengumpulkan uangnya tepat waktu. Keesokan harinya adalah hari ulang tahun ibunya. Ia ingin membelikan payung itu sebagai hadiah, karena payung lama ibunya sudah sedikit usang. Dengan semangat ia pergi ke toko itu, hendak menebus payun
Delapan tahun lalu, di tengah terik matahari, di suatu tempat di Kota Golden Valley. Seorang wanita berjalan cepat sambil menggandeng erat tangan putrinya. Untuk melindungi dari terik mentari yang menyengat kala itu, sambil berjalan mereka berteduh di bawah payung berwarna putih. Pada tepi payung itu terdapat ulir berwarna emas yang memantulkan sinar mentari dan sedikit menyilaukan bagi mereka yang melihatnya langsung.Wanita itu baru saja pulang dari klinik seorang psikiater, merasa tidak puas dengan hasil yang ia terima. Entah sudah berapa banyak psikiater dan psikolog yang mereka kunjungi, namun tak seorang pun dapat mengobati apalagi menyelesaikan masalah putrinya. Jawaban yang mereka berikan hampir sama, dan hanya menambah frustrasi wanita itu.Selama ini ia seringkali mendapatkan laporan dari pihak sekolah atau teman sekelas putrinya, terkait kepribadiannya yang aneh. Ia seringkali berteriak ketakutan akan sesuatu hal, atau mengatakan hal-hal yang menyeramkan di
Suatu pagi di Hutan Golden Forrest Claudia sedang berkeliling sendirian menelusuri hutan itu. Dua hari belakangan ini, ia sedikit terusik dengan aktivitas beberapa warga yang keluar masuk hutan, sedang mencari-cari sesuatu. Karena penasaran ia pun juga mencoba berkeliling hutan, barangkali ia dapat menemukan sesuatu yang menarik. Di tengah petualangan kecilnya itu, di hutan yang teramat familiar baginya ini, ia berjumpa dengan seorang wanita dewasa. Dari kejauhan ia memperhatikan wanita itu, dengan pakaian yang tidak rapi membalut tubuh rampingnya. Ia mendekati wanita itu, dan bertanya kepadanya. “Selamat pagi, Bu, apa yang sedang anda lakukan di sini?” tanya Claudia. Wanita itu menoleh ke belakangnya, lalu menunjuk dirinya sendiri. “Kamu berbicara padaku?” tanya wanita. “Ya, memangnya siapa lagi yang ada disini,” kata Claudia. “Ah, maafkan aku. Perkenalkan, namaku Sherly … Sherly Bell, saat ini aku sedang tersesat di hutan ini. Mungkin karena
Ketika Sherly membuka pintu, Claudia telah menyambutnya di depan rumah. “Mengapa kamu berbohong?” tanya Claudia. Wanita itu tersenyum. “ Karena setiap ibu punya satu dua kebohongan yang disimpan, demi kebahagiaan anak-anaknya,” jawab wanita itu. “Betulkah begitu ? Ibu yakin ini baik-baik saja?” tanya Claudia. Sherly mengangguk pelan.”Memangnya bagian mana dari perkataanku yang tampak sebagai kebohongan?” tanya Sherly. “Aku tidak mendengar banyak percakapan kalian, terlebih lagi apa yang kalian bincangkan di dalam rumah. Namun, aku bisa pastikan kalimatmu , ‘Ibu tidak akan meninggalkanmu lagi’ adalah kebohongan,” kata Claudia. Setelah mendengar pernyataan Claudia, isak tangis Sherly pecah, mengakui kebohongannya itu. “Bahkan arwah pun bisa menangis, aku baru tahu akan hal ini,” kata Claudia. Wanita itu membersihkan air matanya. “Jadi, kamu sudah tahu tentang diriku?” tanya Sherly. “Tentu saja, bahkan dari pertama