Yao memegang pedangnya erat-erat dengan kedua tangannya, dan dengan segenap tenaganya ditambah kekuatan dari bunga emas itu, ia menancapkan pedang itu ke lantai. Ia mulai berbisik seperti mengatakan sesuatu namun tidak terdengar dengan jelas oleh raja dan para pengikutnya di ruangan itu.
Tak lama kemudian, tubuh Yao memancarkan cahaya keemasan yang semakin lama semakin terang. Cahaya itu terus bertambah-tambah intesitasnya menyebar memenuhi ruangan itu, bahkan keluar dan menyelimuti keseluruhan pulau itu.
Cahaya keemasan yang dilepaskan itu begitu menyakitkan, membuat mereka yang terkena cahaya itu, sekalipun tak melihatnya merasakan penderitaan yang luar biasa. Rasa sakit menyebar di sekujur tubuh mereka, mata mereka tak sanggup lagi untuk melihat karena terlalu menyilaukan, membuat orang-orang yang berada di seluruh pulau itu, dimanapun mereka berada meringkuk kesakitan.
Tidak peduli tua atau muda, cahaya itu tak pandang bulu dalam memberi penghuku
Suatu hari yang cerah, di daerah pertokoan Distrik Utara, seorang gadis kecil memandangi sebuah payung berwarna putih dengan ulir berwarna emas yang mengitari sisinya. Dia sangat tertarik dengan payung itu dan berniat membelinya.Namun, harga payung tersebut teramat mahal baginya dan uang yang dimilikinya sekarang tidak cukup untuk membelinya. Terlebih lagi menurut perkataan pemilik toko, payung tersebut adalah stok terakhir dari jenisnya. Gadis kecil itu pun berusaha menabung dari uang saku yang diberi oleh ibunya. Setiap hari dia akan mampir ke toko itu untuk melihat keadaan payung itu. Ia khawatir payung tersebut akan dibeli orang lain sebelum dirinya. Hari demi hari bahkan minggu demi minggu telah terlewati, gadis kecil itu berhasil mengumpulkan uangnya tepat waktu. Keesokan harinya adalah hari ulang tahun ibunya. Ia ingin membelikan payung itu sebagai hadiah, karena payung lama ibunya sudah sedikit usang. Dengan semangat ia pergi ke toko itu, hendak menebus payun
Delapan tahun lalu, di tengah terik matahari, di suatu tempat di Kota Golden Valley. Seorang wanita berjalan cepat sambil menggandeng erat tangan putrinya. Untuk melindungi dari terik mentari yang menyengat kala itu, sambil berjalan mereka berteduh di bawah payung berwarna putih. Pada tepi payung itu terdapat ulir berwarna emas yang memantulkan sinar mentari dan sedikit menyilaukan bagi mereka yang melihatnya langsung.Wanita itu baru saja pulang dari klinik seorang psikiater, merasa tidak puas dengan hasil yang ia terima. Entah sudah berapa banyak psikiater dan psikolog yang mereka kunjungi, namun tak seorang pun dapat mengobati apalagi menyelesaikan masalah putrinya. Jawaban yang mereka berikan hampir sama, dan hanya menambah frustrasi wanita itu.Selama ini ia seringkali mendapatkan laporan dari pihak sekolah atau teman sekelas putrinya, terkait kepribadiannya yang aneh. Ia seringkali berteriak ketakutan akan sesuatu hal, atau mengatakan hal-hal yang menyeramkan di
Suatu pagi di Hutan Golden Forrest Claudia sedang berkeliling sendirian menelusuri hutan itu. Dua hari belakangan ini, ia sedikit terusik dengan aktivitas beberapa warga yang keluar masuk hutan, sedang mencari-cari sesuatu. Karena penasaran ia pun juga mencoba berkeliling hutan, barangkali ia dapat menemukan sesuatu yang menarik. Di tengah petualangan kecilnya itu, di hutan yang teramat familiar baginya ini, ia berjumpa dengan seorang wanita dewasa. Dari kejauhan ia memperhatikan wanita itu, dengan pakaian yang tidak rapi membalut tubuh rampingnya. Ia mendekati wanita itu, dan bertanya kepadanya. “Selamat pagi, Bu, apa yang sedang anda lakukan di sini?” tanya Claudia. Wanita itu menoleh ke belakangnya, lalu menunjuk dirinya sendiri. “Kamu berbicara padaku?” tanya wanita. “Ya, memangnya siapa lagi yang ada disini,” kata Claudia. “Ah, maafkan aku. Perkenalkan, namaku Sherly … Sherly Bell, saat ini aku sedang tersesat di hutan ini. Mungkin karena
Ketika Sherly membuka pintu, Claudia telah menyambutnya di depan rumah. “Mengapa kamu berbohong?” tanya Claudia. Wanita itu tersenyum. “ Karena setiap ibu punya satu dua kebohongan yang disimpan, demi kebahagiaan anak-anaknya,” jawab wanita itu. “Betulkah begitu ? Ibu yakin ini baik-baik saja?” tanya Claudia. Sherly mengangguk pelan.”Memangnya bagian mana dari perkataanku yang tampak sebagai kebohongan?” tanya Sherly. “Aku tidak mendengar banyak percakapan kalian, terlebih lagi apa yang kalian bincangkan di dalam rumah. Namun, aku bisa pastikan kalimatmu , ‘Ibu tidak akan meninggalkanmu lagi’ adalah kebohongan,” kata Claudia. Setelah mendengar pernyataan Claudia, isak tangis Sherly pecah, mengakui kebohongannya itu. “Bahkan arwah pun bisa menangis, aku baru tahu akan hal ini,” kata Claudia. Wanita itu membersihkan air matanya. “Jadi, kamu sudah tahu tentang diriku?” tanya Sherly. “Tentu saja, bahkan dari pertama
Di waktu sekarang, di sebuah sungai yang mengalir deras itu, dalam Hutan Golden Forrest, Claudia berdiri termangu memandang perempuan di hadapannya. Ia kaget melihat kehadirannya yang tiba-tiba, memegang erat tangkai payung putih yang sangat familiar baginya. Sosok itu mengenakan topi bundar kecoklatan, yang kini sedikit diangkatnya, membuat wajahnya dapat terlihat keseluruhan. Perempuan itu mengenakan kacamata dengan bingkai berwarna hitam, dan menyandang sebuah tas yang juga berwarna hitam. Di sebelah sosok itu, berdiri pula seorang gadis kecil, dan dengan cepat ia mengetahui bahwa anak itu bukanlah manusia. Perempuan itu tersenyum. “ Apakah kamu Claudia?” tanyanya. “Frieda, A-apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Claudia balik bertanya. “Melihat reaksimu yang seperti itu, sepertinya kamu benar Claudia,” balas Frieda. Frieda memperhatikan Claudia, dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu tersenyum kepadanya. “Sepertinya kamu bukan manusia,
Jack menjelaskan bahwa dahulu ia membimbing salah satu juniornya untuk ujian akhir, jika lulus barulah juniornya itu dapat mengemban tanggung jawabnya sebagai malaikat. Dalam ujian itu, ia memintanya untuk menuntun roh dari Rin Ellon. Tetapi juniornya itu menolak untuk melakukannya, lalu kabur bersama roh Rin, dan bersembunyi di dalam kota.Sebenarnya Jack tahu dimana ia tinggal, dan selama ini dia selalu mengawasinya. Ia jugalah yang menjamin juniornya itu sehingga ia tidak mendapat hukuman. Secara diam-diam dia jugalah yang mengirimkan uang untuk biaya hidup juniornya itu sebagai manusia, tetapi ia tidak menjelaskan darimana ia mendapatkan uang tersebut.Jack sudah terlalu lama menunggu, dan kemungkinan ia tidak bisa menjamin juniornya itu lebih lama lagi. Oleh karena itu, ia meminta bantuan Claudia untuk membantu juniornya itu, menyelesaikan ujiannya yang telah tertunda hampir sembilan tahun, sehingga ia tidak mendapatkan hukuman yang berat.Saat ini mereka t
Tok … Tok …Tok “Tarisa buka pintunya, ada sesuatu yang ingin kami bahas denganmu,” kata Frieda sambil mengetuk pintu. “Aku tidak tahu apa yang ingin kalian bahas denganku, tapi kumohon pergilah … terutama kamu, Senior, aku belum ingin kembali!” balas Tarisa. Frieda menatap ke arah Jack, berharap dia memiliki solusi untuk membujuk Tarisa. Jack sempat memikirkan cara untuk masuk dengan paksa atau menembus pintu itu dengan kemampuannya, namun urung karena itu hanya akan menambah masalah. Oleh sebab itu ia memikirkan pendekatan yang lebih halus lagi untuk menyelesaikan masalah. Tak lama kemudian mereka bertiga secara kompak menatap ke arah Rin. “Rin, bisa kamu masuk dan membujuk Tarisa?” tanya Jack. “Tapi, sepertinya kak Tarisa memang tidak ingin bertemu dengan kalian,” balas Rin. “Dengar Rin, dia hanya salah paham terhadap semua ini. Kami datang untuk membantunya, juga kamu, jadi tolong sampaikanlah ini kepadanya. Aku yakin dia past
Sepuluh tahun lalu, sebuah mobil bercat hitam mengkilat, berhenti di lapangan parkir sebuah rumah sakit. Dengan sigap pria yang mengendarai mobli itu, beranjak keluar dari mobil dan membukakan pintu penumpang di belakang. Setelah pintu itu dibuka, seorang wanita keluar dari sana.Dia adalah Sarah Ellon, istri dari Freddy Ellon kepala keluarga Ellon saat itu. Sebelum ia meninggalkan lapangan parkir itu, ia berpesan pada supirnya itu untuk menjemput barang pesanannya pada toko yang mereka kunjungi beberapa waktu lalu. Supir itu menyanggupi, segera bergegas untuk mengambil barang pesanan tersebut.Ketika memasuki rumah sakit, staf di sana langsung menyapanya sopan. Orang-orang di sana sangat mengenali wanita itu, bukan karena sekadar ia berasal dari keluarga Ellon, namun karena ia seringkali berkunjung ke tempat itu hampir lima tahun terakhir.Rumah sakit yang wanita itu kunjungi adalah rumah sakit terbaik di Kota Golden Valley, yang didirikan di Distrik Utara. Rum
Halo, Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca kisah ini. Berhubung kesibukan author yang tak terelakan di kehidupan nyata, dan lagi cerita seperti ini sepertinya kurang diminati disini, dengan berat hati author menghentikan pengerjaan novel ini. Kisah ini memang belum berakhir dan Masih banyak misteri yang belum terpecahkan, dan mungkin selamanya akan menjadi misteri bahkan bagi author sendiri. Pengerjaan novel ini benar-benar author hentikan, dan sejenak berisitirahat dari kesibukan dunia tulis menulis ini. Ya, meskipun author bisa dibilang awam dalam dunia kepenulisan ini, namun setidaknya author telah belajar banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Kedepannya jika memungkinkan, author akan kembali dengan membawa kisah baru lainnya yang jauh lebih baik dari ini. Sekali lagi author mengucapkan terima kasih banyak, terutama buat kalian yang mendukung novel ini melalui vote gem, juga kepada Editor yang senantiasa memberikan ilmunya kepada author
Dari atas tebing yang tak jauh dari istana pasir itu, Claudia dan Jack duduk di atas sebuah batu memperhatikan mereka dari kejauhan. Jack mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke arah sebuah menara yang tinggi, berdiri tidak jauh dari sana. Menara itu tingginya sekitar 48 meter, dan merupakan bangunan tertinggi di Distrik Selatan.“Claudia, lihatlah menara itu, seingatku sewaktu kunjungan terakhir kita, menara itu masih dalam tahap pembangunan,”“Ah, menara itu sudah selesai di bangun?” tanya Claudia.“Tentu saja, karena menggunakan biaya yang besar pembangunan menara tersebut bisa dilakukan dengan cepat dan selesai tiga tahun lalu,” ujar Jack.“Maafkan aku, karena fokus pada istana pasirku aku tidak memerhatikan menara itu,” kata Claudia melayangkan pandangannya ke arah menara yang ditunjuk Jack,” kata Claudia.“Menara itu dibangun karena impian seseorang, karena itu pula menara itu dinam
Dari apartemen itu mereka langsung bertolak ke Pantai Golden Valley di Distrik Selatan. Claudia melepas kemampuan iblisnya, merubah matanya menjadi merah menyala.“Aku tidak bisa berlama-lama menggunakan kemampuan ini, jadi semua berpegangan tangan, kita akan langsung berteleportasi ke Pantai Golden Valley,” ujar Claudia.“Tapi Claudia, apa kamu sudah pernah pergi ke sana?” tanya Frieda.Jack tersenyum. “ Tentu saja, aku pernah membawanya satu kali ke sana, melihat sebuah menara tinggi,” ujar Jack.“Ah, menara itu ya,” kata Frieda.“Sudah cukup ngobrolnya, ayo kita bergegas, cepat berpengangan tangan lalu lompat dalam hitungan ketiga,” ujar Claudia.Tarisa tampak bingung. “Eh, apa kita harus melom–““Satu, dua, tiga, lompat!” seru Claudia.Ketika mereka melompat mereka dapat merasakan sensasi perlambatan di udara, dan saat kaki mereka kemb
Melihat ketegangan yang mulai muncul sebelum mereka memulai rencana mereka, Jack mencoba menenangkan mereka.“Tarisa, apa yang terjadi pada Rin tidak ada hubungannya dengan Claudia, kita hanya mengikuti panduan kita, apa yang telah tertulis di sana adalah keputusan mutlak dan bukan disebabkan oleh siapapun,” kata Jack.“Panduan apa? Aku bahkan tidak memilikinya, yang aku tahu penyebab kematian Rin secara tidak langsung disebabkan oleh kutukan itu, dan iblis dihadapan kita ini adalah dalang di balik itu semua,” ujar Tarisa.“Tentu saja kamu tidak punya, karena kamu belum menyelesaikan ujianmu. Dengar Tarisa, menurutku sekarang ini kita sudah terlalu jauh mengusik manusia. Sebenarnya tidak semestinya kita tidak terlibat langsung dalam urusan ini, tapi mengingat kamu yang tidak bisa keluar dari masalah ini sendiri, membuatku turut ikut turun tangan,” ujar Jack.“Aku sudah terlalu lama menunggu dan sekarang ada kesemp
Di waktu sekarang di kamar apartemen Tarisa. “Aku ingin mendirikan sebuah istana pasir yang sangat megah, yang tingginya kira-kira sepuluh meter,” ucap Rin. Seketika itu juga, seisi ruangan menjadi hening. Claudia mengusap dahinya perlahan, Tarisa hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Sedangkan Jack, sepertinya menyadari bahwa permintaan Rin bukan hanya sekadar membangun istana pasir, namun lebih berat yang bahkan membuat Tarisa tidak dapat menyelesaikannya selama hampir sembilan tahun. “Mungkin kalian mengira ini adalah permintaan yang mudah, namun hal tersulitnya adalah membuat keluarganya dapat melihatnya dalam wujud roh tidak bisa kulakukan sampai sekarang,” kata Tarisa. “Soal itu, aku yakin Claudia bisa melakukannya,” ucap Frieda. “Terima kasih Frieda,” balas Tarisa. “Jika ingin membuat keluarganya bisa melihat Rin, kenapa kamu tidak mencoba mengalirkan energe supernaturalmua kepada Rin?” kata Claudia. Tarisa menghela n
Hampir dua tahun bermain sendirian di bak pasir taman itu, tidak membuat Rin menyerah, ia terus menunggu kedatangan Frieda dan datang ke tempat itu setiap hari. Sementara itu, Tarisa masih melanjutkan penyelidikannya meski tidak ada kemajuan yang berarti. Hari-hari mereka berlangsung damai, kekhawatiran Tarisa akan malaikat lain yang mengejar mereka sepertinya hampir hilang dan dengan demikian ia telah menurunkan kewaspadaannya. Meskipun demikian ia yakin, mereka hanya membiarkan dirinya untuk sementara waktu, dan sebuah hukuman besar telah disiapkan untuknya. Karena itu, sebelum hukumannya tiba, ia bertekad untuk dapat segera mewujudkan keinginan Rin. Suatu hari ketika mencoba berkeliling kota sendirian, Tarisa melihat anak-anak perempuan dengan seragam sekolah pulang bersama dengan teman-temannya. Ia melihat mereka tampak bahagia, bersenda gurau dan sibuk membicarakan soal kegiatan liburan mereka. Melihat itu, terbesit rasa penasaran dalam diri Tarisa, ingin mencob
Sudah hampir dua minggu Tarisa tinggal di kamar apartemen itu bersama roh Rin. Di sana ia menemukan beberapa keanehan seperti laci yang berisi banyak uang. Di laci itu juga terdapat pesan untuk tanpa segan menggunakan uang tersebut. Tarisa menanyakan keanehan itu kepada pria paruh baya pemilik apartemen yang dahulu menawarkan kamar itu kepadanya, tetapi ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan padanya untuk menggunakan uang itu sesuai dengan pesan yang tertulis di sana.Pada awalnya, Tarisa tidak ingin menggunakan uang itu, namun lama kelamaan uang yang ia miliki semakin menipis, karena dengan wujud manusia maka ia juga akan memiliki kebutuhan seperti manusia, dan ia membutuhkan uang untuk memenuhinya.Oleh karena itu, ia berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, karena ia tidak memiliki banyak dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kota Golden Valley, membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan bahkan paruh waktu sekalipun. Akhirnya ia menyerah dan mengguna
Pada awal pelarian mereka, mereka sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Jadi, mereka akan beristirahat di halte bus, pinggiran toko, atau taman kota. Seperti yang ia janjikan, Tarisa mengabulkan permintaan Rin untuk tetap bermain bersama Frieda. Setiap hari Frieda akan datang ke bak pasir yang sama di taman, dan mereka bermain di tempat itu.Sementara itu, Tarisa mengawasi mereka dari kejauahan, melihat gerak-gerik Jack atau malaikat lainnya yang mungkin mengejarnya dan Rin. Saat matahari terbenam, ia akan menjemput Rin.Pada waktu itu, Tarisa sengaja membuat dirinya terlihat. Ia dan Rin berjalan-jalan di sekitar komplek apartemen dan penyewaan rumah. Ia rasa punya tempat tinggal untuk bersembunyi akan jauh lebih baik daripada hidup tidak jelas di luar.Ia masih memiliki sisa uang pemberian Jack, tidak terlalu banyak, namun ia rasa itu cukup untuk menyewa sebuah kamar apartemen di sana.Kemudian tibalah ia di sebuah apartemen berlantai dua yang tampa
Setelah perjalanan cukup panjang dengan bus, mereka akhirnya tiba di taman kota yang berada di Distrik Utara. Di taman itu tersedia banyak fasilitas bermain untuk anak-anak dan warga kota lainnya untuk bersantai. Mereka memasuki taman itu dan duduk di kursi taman dekat salah satu bak pasir yang lebih sepi dikunjungi. “Kak Tarisa, Rin ingin bermain pasir lagi,” katanya sambil menunjuk bak pasir yang tidak jauh dari sana. “Boleh saja, tapi sepertinya dari yang aku perhatikan tadi, anak-anak bermain pasir dengan ember dan beberapa alat untuk mencetak. Peralatan itu disewakan di sana, jika tidak keberatan aku akan pergi ke sana dan menyewa satu untukmu,” kata Tarisa. “Ya, Kak, Rin mau,” ujar Rin. Tarisa bergegas ke tempat yang disinggungya tadi, meninggalkan Rin duduk sendirian di kursi taman itu. Sambil menunggu ia mengayunkan kakinya perlahan sambil menyanyi kecil. Sampai suatu ketika seorang anak perempuan datang mendekatinya. “Ka-kamu …