"Ayah ingin mencarikan aku suami atau mencari penyokong untuk perusahaan Ayah? Kali ini aku tidak setuju, lagi pula aku tidak ingin menikah dengan siapapun."
Ayah menghela nafas berat. "Nak, ayah hanya ingin kau menikah dan hidupmu terjamin. Ayah sangat heran padamu, banyak wanita berlomba-lomba mencari perhatian Lucas Chen, kenapa kau tidak? Ini adalah kesempatan emas, Nak. Di lain waktu belum tentu dapat. Lagipula ayah sudah dikonfirmasi kalau Lucas Chen setuju dengan kencan buta."
"Ayah! Bukankah aku sudah memperingatkan? Ayah tidak boleh mengemis-ngemis lagi berharap para pria mau berkencan denganku. Apa Ayah tidak dengar gosip di luar sana? Mereka mengira Ayah menjualku dan terobsesi punya menantu kaya."
"Ayah dengar, semuanya. Tapi mereka tidak tahu niat ayah yang sebenarnya, jadi biarkan saja. Kadang ayah iri melihat putri rekan-rekan ayah yang begitu bersemangat mencari perhatian Lucas Chen, tapi kenapa kau tidak melakukannya? Bahkan rekan-rekan ayah sudah banyak yang memiliki menantu dan cucu."
"Aku tidak sama dengan mereka, pria tampan dan kaya bukan segalanya. Lagipula aku masih muda untuk menikah. Usiaku tidak sama dengan anak rekan-rekan Ayah."
"Lalu kau mau menikah dengan siapa? Ayah tidak pernah mendengar kau berkencan dengan seseorang atau kau menyukai seseorang. Apa yang harus ayah lakukan untuk putri ayah ini, hm?"
"Apa perlu aku membayar orang untuk menjadi suamiku?"
"Itu pemikiran yang gila. Kau hanya akan dirugikan jika seperti itu. Pokoknya kau harus ikut ke pesta karena jika tidak, ayah akan menikahkanmu dengan seseorang tanpa menunggu pendapatmu."
Ayah meninggalkan ruangan tanpa menunggu komentar dariku, itu artinya permasalahan sudah ada pada garis finish. Jika sudah begini, aku tidak bisa menentang Ayah. Terpaksa aku akan ikut ke pesta dan menemui Lucas Chen. Ya, kalau dia hadir.
-o0o-
Mobil yang kunaiki akhirnya berhenti di depan sebuah gedung raksasa. Aku mengintip keluar dan takjub. Del Express, hotel tertinggi di dunia dengan desain berbentuk layar kapal. Kudengar desain itu sengaja dibuat karena letak hotel di tengah laut, berjarak sekitar satu kilometer dari pesisir pantai dan yang lebih penting, Del Express merupakan salah satu prestasi terbesar Lissel Group di bidang perhotelan.
Del Express dibangun dengan material khusus berkualitas tinggi, salah satunya yaitu kaca untuk melapisi bagian luar, saat siang hari Del Express memancarkan cahaya seperti kilauan permata. Untuk bisa menjangkau Del Express cukup menyeberang lautan melalui jembatan khusus penghubung antara daratan dengan Del Express.
Sebelumnya aku tidak pernah ke Del Express, aku hanya melihatnya di sosial media dan TV. Pergi ke sana cukup menguras isi dompet, menginap semalam pun aku harus berpikir seribu kali. Namun, aku memang bukan target pasar Del Express. Del Express hanya menargetkan orang-orang tertentu yang benar-benar 'mampu'. Karena undangan ini aku berkesempatan datang ke Del Express secara cuma-cuma.
Aku datang sendirian karena Ayah ada urusan lain di luar kota, tentu bersama sopirku untuk menyetir mobil karena aku tentu tidak mau jika menyetir dengan jarak tempuh ratusan kilometer dari kota Beijing.
Seorang pria berseragam serba hitam datang menghampiri mobilku, di bagian dada kirinya terpasang pin berbentuk logo Lissel Group berwarna keemasan. Dia membukakan pintu untukku dan menyapaku dengan ramah, lalu menunjukkan letak pintu utama masuk hotel dan menunjukkan arah tempat parkir pada sopirku. Tidak bisa dibayangkan, pasti pelayanan Del Express luar biasa memuaskan.
Di depan pintu utama aku diperiksa terlebih dahulu oleh salah seorang penjaga, dia meminta undangan lalu memindai barcode yang tertera di sana menggunakan alat khusus.
"Nona, di sini tertulis nama Tuan Tomy Tan," jelas penjaga dengan mata menyelidik.
"Tomy Tan adalah ayahku," jawabku seraya menunjukkan kartu nama padanya.
Setelah penjaga memeriksa identitasku dan dia tahu kebenarannya, aku dipersilakan masuk menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Penjagaan Del Express sangat ketat, tidak hanya Del Express, masuk ke kantor Lissel Group dan semua anak perusahaannya juga sama. Aku tidak tahu Lissel Group mempekerjakan berapa ratus ribu orang, atau mungkin sudah menginjak angka jutaan.
Banyak tamu lain yang kutemui di resepsionis, mereka tampak mengambil kunci kamar mereka masing-masing tanpa membayar, itu artinya mereka adalah tamu undangan sepertiku. Sepertinya Lissel Group mengundang banyak orang 'penting', bahkan Lissel Group membiarkan para tamunya menginap selama tiga hari dua malam di Del Express secara cuma-cuma. Besok malam adalah puncak acara dan nanti malam ada acara makan malam bersama.
Setelah melewati beberapa lantai, aku melewati lorong yang lantainya dilapisi karpet warna biru safir, desain interior Del Express mengambil desain klasik modern perpaduan warna putih tulang dan biru safir, memberi kesan sederhana tapi mewah.
Akhirnya aku menemukan kamarku, dengan tidak sabar aku membuka pintunya. Mataku berbinar melihat isinya, semua perabotannya anggun dan mewah, aroma ruangan yang menenangkan, aku berjalan mendekati jendela dan membuka tirai.
Takjub. Ketika melihat lautan lepas di bawah sana aku merasa seperti sedang terbang sangat tinggi, kamarku berada di ketinggian entah berapa ratus meter, ombak di bawah sana terlihat tenang dan airnya berwarna biru muda, lokasi berdirinya Del Express masih tergolong area laut yang dangkal, jadi cukup aman dan ombak tidak terlalu ganas. Sepertinya letak kamarku berada di bagian utara hotel karena pemandangan di luar jendela hanya lautan dan awan, tapi di sini sangat indah.
Aku membiarkan tirai terbuka, lalu berbalik melihat koperku yang sudah berdiri di sisi ranjang. Tapi di atas ranjang tergeletak kain berwarna abu-abu. Tampak seperti baju, tapi aku merasa tidak membawa baju warna abu-abu.
Dengan hati penuh tanya, aku mendekati ranjang dan mengambil benda itu. Terkejut bukan main, ini jas pria. Sontak aku melemparnya ke ranjang. Pikiranku mulai curiga, apa ada orang selain aku di sini? Tapi satu kamar hanya untuk satu orang kecuali mereka adalah pasangan atau ada yang datang bersama keluarga.
Apa sebelumnya ada yang menginap di sini lalu orang itu meninggalkan jasnya?
Saat tengah berpikir, tiba-tiba aku mendengar suara gemericik air dari arah kamar mandi.
Ada orang lain di kamar ini!
Aku bergegas mendekati kamar mandi dan mengetuk pintunya, tidak ada jawaban, malah airnya tiba-tiba mati.
"Apa di dalam ada orang?!" tanyaku dengan suara lantang.
Hening.
"Halo! Ada orang?!"
Hening.
Kemudian aku mengetuknya lagi.
"Apa di dalam ada orang?!"
Hening.
Saat hendak mengetuk pintu lagi, tiba-tiba pintu terbuka dan di depan wajahku bukan daun pintu lagi, melainkan dada berotot milik seorang pria, masih basah dan wangi sabun. Airnya menetes-netes menelusuri kulitnya yang putih.
Aku mendongak untuk melihat seperti apa wajahnya. Hal pertama yang terlintas di otakku adalah: tampan. Pria ini tampak baru selesai mandi karena handuk melingkar di pinggang, rambut basah dan tubuhnya mengeluarkan aroma sabun.
"Anda siapa?" tanyaku menyelidik.
Pria ini diam tak menjawab sambil melihatku, seolah sedang menelisik setiap garis wajahku.
"Sepertinya anda salah kamar, ini adalah kamar saya." Aku menunjukkan kartu akses yang nomor kamar ini tertera di sana.
Pria ini belum juga merespon.
"Boleh aku lihat kartu akses anda, Tuan?" tanyaku seraya menengadahkan tangan di depannya.
"Apa anda wanita yang bernama Maria Tan? Putri tunggal Tomy Tan?"
Pertanyaannya membuatku kaget.
"Siapa kau?" tanyaku waspada. "Aku adalah salah satu orang yang masuk ke dalam daftar calon suamimu." "Maaf, aku tidak memiliki calon suami. Katakan siapa namamu!" "Kau tidak mengenalku?" "Tidak." "Baiklah, izinkan aku berpakaian terlebih dahulu." Aku memberinya jalan dan dia meninggalkan kamar mandi menuju lemari, membukanya lalu mengambil pakaian baru dari sana. Diam-diam aku berjalan menuju telepon yang terletak di meja samping ranjang, aku mengangkat gagangnya dan menekan angka satu untuk memanggil bagian resepsionis. Belum sampai dijawab, pria yang kupikir sedang ganti baju di kamar mandi ternyata berdiri di belakangku dan mengambil alih gagang telepon dengan tenang. "Tidak perlu memanggil orang karena orang lain tidak akan peduli. Aku kemari hanya untuk numpang mandi, kau tidak perlu lapor polisi atau semacamnya jika ingin selamat," bisiknya. Tak! Pria ini meletakkan kembali gagang telepon ke tempat semula. "Tuan, aku tidak tahu siapa anda, tapi bisakah anda menggunakan
"Hahaha! Itu benar, Tuan Jamie," sahutku. "Ayahku memang terobsesi memiliki menantu kaya. Sebenarnya bukan untuk menyokong XP Fire, dia hanya ingin aku bahagia dengan memiliki suami yang sepadan denganku. Kami tidak munafik, sebenarnya keluarga kalian juga begitu kan? Bahkan di antara kalian pasti dipaksa menikahi orang di atas kalian. Hanya saja... kalian tidak memperlihatkannya. Aku tidak dijual, ayahku hanya berusaha mencarikan aku suami, meski begitu... yang berhak menilai calon suamiku adalah aku sendiri, dan..." Aku melirik Jamie dengan muak. "Tentu saja Tuan Jamie Lim bukan seleraku, maaf. Karena itulah saat di restoran aku meninggalkan anda. Anda bukan tipe idealku." "Bukankah aku yang meninggalkanmu?" sahut Jamie dengan sorot mata mengancam. Aku tersenyum sinis lalu beralih pada teman-teman Jamie. "Kalau kalian tidak percaya, kalian bisa cek rekaman CCTV di restoran itu, kalian akan tahu siapa yang lebih sampah di sana," kataku pada teman-teman Jamie. Aku melirik Jamie deng
"Wah, bukankah itu Evin Ji?" "Itu Evin Ji." "Iya, itu Evin Ji." "Dia sangat tampan jika dilihat langsung." "Benar. Dia adalah orang yang akan menerima kekuasaan tertinggi di Lissel Group." "Aku belum pernah melihat pria seperti itu, dia terlalu sempurna." Sejak kehadiran pria itu, mulailah terdengar bisikan-bisikan dari para tamu, membicarakan tentang Evin. Para wanita begitu memuja dan memuji sosok Evin Ji. Mereka tidak tahu siapa sebenarnya Evin, jika mereka tahu — mereka tidak akan pernah mengatakan hal-hal yang membuat nama Evin melambung tinggi. Tapi bagaimanapun juga, Evin tetap menjadi yang nomor satu meskipun dia bejat. Karena dia tertolong secara financial dan fisik. Jika dia miskin atau jelek, dia sudah dihujat habis-habisan. Jika kau kaya atau tampan/cantik, kau akan aman. "Bagaimana, Nona Maria? Apa menurutmu Evin Ji pria yang tampan?" tanya Nyonya Mo padaku. "Tidak munafik, sebagai wanita saya mengakui kalau Evin Ji adalah pria yang tampan dan sempurna." "Apa dia
Pria aneh. Bagaimana bisa kami bertemu dengan situasi seperti ini? Berawal dari dia mandi di kamarku, lalu bertemu di lorong sepi dan mengantarku ke kamar. Dia berkata kami saling kenal dan merupakan calon suamiku? Apa dia sedang berhalusinasi? Atau hanya menggodaku? Sepertinya dia hanya menggodaku karena aku memang sedang cantik malam ini. Tapi... sedang apa dia di lorong sepi itu? Dan siapa dia? Dia tahu namaku dan tahu nama ayahku. Dia juga tahu kalau aku adalah tamu undangan Lissel Group. Astaga, pria itu membuatku semakin takut, dia masuk kamarku tanpa izin — bahkan masuk tanpa kunci akses, lalu kami bertemu di lorong sepi, bahkan dia menyapaku seolah dia tahu wanita di lorong itu adalah aku. Tidak, mungkin saja itu memang kebetulan. Apa aku terlalu menganggapnya serius? Tidak. Masalah ini memang serius. Kejadian demi kejadian tampaknya tidak kebetulan. Sejak dia mandi di kamarku sudah aneh dan dia mengatakan hal-hal yang tidak kumengerti. Aku tidak merasa pernah bertemu dengan
Pria ini tergelak, cenderung mengejek. "Kau sangat tidak sopan, Nona. Harusnya kau menawarkan sarapan padaku atau mengajakku sarapan bersama di sini. Bahkan tak menyuruhku duduk, kau malah mengusirku?" "Sayangnya aku tidak punya niat mengajak anda sarapan bersama, karena itu aku bersikap tidak sopan, maaf." Pria ini tergelak lagi, kali ini dia tampak merasa geli dengan responku. "Baiklah, kalau begitu apa boleh aku duduk semeja denganmu?" "Maaf, sebaiknya anda cari tempat duduk lain saja. Di sana banyak meja yang kosong." "Kenapa?" "Karena aku merasa tidak nyaman dengan anda, maaf." Pria ini tercengang mendengar jawabanku yang mungkin membuat harga dirinya merosot. "Rupanya kau sangat 'jujur'." "Terima kasih, itu adalah salah satu kelebihanku." "Hahaha! Baiklah, rupanya kau sangat menyebalkan. Nikmati sarapanmu, aku tidak akan mengganggu. Sampai jumpa." Pria itu pergi meninggalkan mejaku. Kukira dia akan mengambil sarapan, ternyata tidak. Dia meninggalkan ruang penjamuan. Lalu
Muncul rasa tidak enak dalam diriku, pria itu tampak sangat santai saat resepsionis berhasil memanggil petugas keamanan ke lobby. Aku khawatir aku salah paham dengannya, mungkin saja kami memang bertemu secara kebetulan. Tidak, bisa jadi dia berlagak polos supaya orang lain tidak curiga kalau dia itu penguntit. "Nona, di mana orangnya?" tanya salah seorang petugas keamanan padaku. Dengan mantap aku menunjuk ke arah pria aneh itu yang masih berdiri di tempatnya. Petugas berbalik untuk melihat siapa orang yang kutunjuk. Petugas keamanan kaget dan kebingungan. Dua petugas itu malah membungkuk singkat sebagai sapaan hormat terhadap pria itu. Apa sebelum menangkap penjahat mereka selalu memberi hormat terlebih dahulu? Aneh. Orang-orang di Del Express banyak yang aneh. Yang lebih aneh, pria itu malah menyerahkan kedua tangannya kepada petugas untuk diborgol. Apa dia sangat ingin ditangkap? Ya Tuhan, dia sungguh manusia aneh. Karena sudah begitu, kedua petugas memborgol si pria dan berkat
"Halo, Etman, aku akan hadir ke pesta. Saat kau tiba segera bawa semua barang-barangku dan tunggu aku di lobby. Setelah pesta selesai aku langsung pulang dan satu lagi, jangan menerima pesan apapun kecuali dari mulutku sendiri. Apa kau mengerti?" jelasku pada sopirku melalui telepon."Baik, Nona. Saya mengerti."Akhirnya aku memutuskan untuk hadir ke pesta. Soal Evin? Aku sudah menyiapkan rencanaku. Kuharap hari ini aku beruntung....Pesta dimulai pukul 20.00. Saat ini masih pukul 19.00, sedangkan aku baru saja selesai berdandan. Long dress bahan brukat dan satin membungkus tubuhku, dress ini merupakan koleksi terbaru dari Louvi Paris dan hanya tersedia lima buah di dunia dengan warna yang berbeda-beda. Aku memilih warna dark navy karena aku menyukai warna itu. Jangan tanya betapa mahalnya dress ini. Rambut panjangku kubiarkan terurai dan sebagian kujepit supaya terlihat lebih rapi. Karena aku sudah cantik sejak lahir, aku tidak perlu berlebihan memoles wajahku.Sebelum pukul 20.00
Bros emas berbentuk logo RenZ. Tidak ada yang memiliki bros itu selain CEO RenZ. Itu artinya sang CEO sendiri yang menemuiku? Biasanya dia menyuruh orang lain untuk menemui rekan bisnis. Tapi kali ini dia sendiri yang menemuiku? Wow, di luar dugaan. Tapi itu berita bagus! Sangat bagus! "Hai, Maria!" Seorang wanita seusiaku datang menyapa. Aku menoleh ke samping untuk melihat siapa yang datang. "Jenny? Benarkah kau Jenny?" balasku dengan nada terkaget-kaget. "Ya, aku Jenny. Syukurlah kau masih mengingatku." Wanita itu tersenyum sumringah. "Oh, astaga. Bagaimana kabarmu?" Aku menjabat tangannya dan dia balas menjabat tanganku. "Baik, sangat baik. Bagaimana denganmu, Maria?" "Aku juga baik." "Omong-omong... kau juga diundang ke pesta ini? Kudengar hubungan XP Fire dan Lissel Group tidak baik." "Entahlah, aku hanya memenuhi undangan untuk menggantikan ayahku, selalu seperti itu." "Hahaha! Sudah kuduga. Kudengar kau... dijual... oleh ayahmu? Itu tidak benar kan?" tanya Jenny denga
Aku menoleh ke belakang ketika seorang pria memanggil namaku. Jamie Lim.Astaga, aku lupa kalau orang itu selalu hadir di acara-acara seperti ini.Aku hanya tersenyum tipis dan mengangguk sebagai balasan. Saat hendak pergi menghindarinya, pria itu malah menarikku bergabung bersama teman-temannya.Aku berusaha memberinya kode supaya melepaskan tanganku, tapi sepertinya dia tidak mengerti. Orang tolol ini, membuatku malu karena orang-orang di sekitar melihat, aku takut mereka akan berpikir bahwa aku memiliki hubungan dekat dengan Jamie Lim.“Bukankah kau Maria Tan yang sekarang jadi wakil presdir di XP?” tanya seorang teman Jamie.“Iya, kau benar. Seminggu yang lalu dia sempat kencan buta denganku,” sahut Jamie dengan girang.“Benarkah?”“Tentu saja. Kalian tahu ayahnya kan? Dia sangat terobsesi memiliki menantu kaya dan aku salah satu targetnya. Tapi… kalian tahu kan seleraku seperti apa? Maria Tan tidak bisa menggapai itu dan aku menolaknya saat kami kencan buta. Aku tidak bisa meneri
"Tidak, Kek. Buka mata Kakek. Berhenti menunggalkan aku sebagai cucu Kakek sedangkan masih ada tiga cucu Kakek yang lain. Kek, berhenti menyakiti Evin, Cicillia dan Meghan, mereka sangat menyayangi Kakek tapi apa yang Kakek lakukan pada mereka?" Hermand terdiam. Benar, sikapnya terhadap Lucas dan ketiga cucunya yang lain sangat kontras. Tidak salah jika Lucas memilih meninggalkan rumah supaya Hermand lebih fokus kepada tiga cucunya yang lain. Supaya Hermand sadar bahwa ada cucu lain selain Lucas yang harus diperhatikan. Yang membutuhkan cinta - kasih yang sama seperti cinta dan kasihnya kepada Lucas. Sakit hati tetaplah sakit hati, karena kesakitan itu membuat Hermand menutup sebelah matanya dan hanya melihat Lucas seorang sebagai cucunya. Cucu kesayangan dan pewaris utama dari Lissel Group. Evin? Hermand tidak pernah menganggap Evin
"Kau yakin? Kau sudah memeriksanya?" "Kami sangat yakin, Tuan." Evin meletakan kedua tangannya di atas meja, mengetuk-ngetuk meja menggunakan jari telunjuknya.Tuk. tuk. tuk. "Setelah ini apa rencana kalian?" "Kami akan terus mengawasinya dan mengelilingi area kafe, kami berasumsi kalau kakak anda pergi melalui jalan yang tersembunyi." "Baiklah, apa pun itu... kalian harus menemukannya, kalau tidak... aku tidak akan membayar kalian." "Baik, Tuan." -o0o- Seminggu berlalu... Akhirnya Evin berhasil membawa kakak
Evin selalu berusaha menjadi seperti kakaknya, ingin menyamainya, tapi sekeras apa pun dia berusaha, dia dan kakaknya adalah orang yang berbeda dan sampai kapan pun tidak akan bisa sama. Mencari sesuatu yang membuat Kakek menyukai kakaknya, Evin tak menemukan sesuatu yang spesial. Kakaknya sama saja seperti orang pada umumnya, bahkan lebih pembangkang dari pada Evin sampai-sampai berani meninggalkan rumah. "Kenapa aku yang harus menikah duluan? Kakak lebih tua, kenapa bukan kakak saja yang menikah dulu?" balas Evin menahan kecewa. "Kau menginginkan itu? Kalau begitu bawa kakakmu pulang." "Kalau aku membawanya pulang, Kakek tidak perlu lagi menyuruhku untuk menikah, bukan?" "Ya, terserah kau mau melakukan apa. Kau mau menjadi fotog
"Kenapa Mom selalu menyalahkan foto-foto ini dari pada menyalahkan diri Mom sendiri?" balas Evin. "Kenapa Mom menyalahkan diri sendiri? Tentu saja foto-foto itu yang membuatmu mengabaikan perusahaan! Kau berlagak sibuk dengan wanita, padahal kau menutupi foto-foto itu dengan wanita!" "Mom, apa salahnya aku menjadi fotografer?" Evin berdiri dari kursinya. "Fotografer tidak akan menjamin hidupmu!" "Bisa, Mom! Mom saja yang tidak suka aku menjadi fotografer! Mom, tidak bisakah Mom mendukung satu saja yang menjadi impianku?" "Dengar, Evin, Lissel Group jauh lebih membuatmu bahagia dari pada fotografi." "Itu menurut Mom, tapi tidak
"Kau sangat kasar, Tuan." "Aku memang orang yang kasar dan aku tidak menyukai wanita, aku tidak akan menikah dengan siapa pun." "Bagus, itulah yang kucari..." Maria mencondongkan tubuhnya ke tubuh Lucas dan membisikkan kalimat dengan suara menggoda, "Bukankah aku cantik? Menikah saja denganku, meskipun menikah, kau akan tetap merasa tidak menikahi siapa pun. Kau hanya perlu berada di sisiku saat di depan orang tuaku saja. Bagaimana? Bukankah itu sangat menarik?" "..." Tanpa takut, Maria membelai wajah Lucas. Tangannya merasakan kalau jenggot Lucas baru saja dicukur. Kulit yang halus membuat Maria merasa terpukau. 'Kulit seorang pria bagaimana bisa sehalus ini?' Awalnya Lucas men
Sementara di kantor tempat Maria bekerja, begitu mendapat telepon dari rumah, Maria panik setengah mati. Tidak, dia kaget dan penasaran tentang motif apa di balik kedatangan Lucas di rumahnya. Buru-buru Maria meninggalkan ruangannya dan pulang meskipun belum jamnya untuk pulang. Sebagai pimpinan, Maria bebas pergi kapan saja kalau tidak ada pekerjaan lagi di kantor. Maria mengendarai mobilnya sedikit mengebut sambil membawa rasa penasaran yang membuatnya tidak sabar untuk bisa sampai di rumah. Tak bisa dipungkiri, Maria merasa senang atas kedatangan Lucas. Saat menerima panggilan dari Ros tadi, dia mendengar suara ibunya sedang mengatakan sesuatu. Tapi Maria tidak tahu apa yang dikatakan oleh ibunya karena suaranya terdengar samar-samar. Maria tidak menyangka, Lucas datang sendiri ke rumahnya. Padahal yang Maria minta hanya alamat rum
Jarum jam menunjukkan pukul 17.00. Harusnya jam kerja sudah berakhir, tapi aku masih memiliki beberapa hal yang harus kukerjakan. Di samping itu, pikiranku terus tertuju pada undangan Jenny — membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. "Bu Maria, ini ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangan anda," ucap Selly, sekretarisku. Dia masuk ke dalam ruanganku sambil membawa tumpukan kertas. Aku melirik lagi ke arah jam digital di meja kerjaku. Entah kenapa aku merasa tidak sabar untuk meninggalkan kantor. "Aku harus pergi ke suatu tempat, apa aku bisa menundanya besok?" kataku pada Selly. Ada nada memaksa di sana. "Tentu saja. Di mana saya harus meletakkan ini?" "Tolong letakkan di meja dekat rak buku! Besok akan kuperiksa." "Baik." "Oh ya, Selly. Apa ada pakaianku di kantor?" "Ada. Apa anda ingin aku menyiapkannya?" "Iya. Aku akan pergi ke pesta reuni, tolong siapkan!" "Pesta? Apa anda ingin memakai gaun atau semacamnya?" "Tidak. Jangan terlalu mewah, aku hanya perlu terli
Label 'barang dagangan' sudah melekat di dalam diriku, jadi sekalian saja aku merendahkan diriku sendiri dengan mengajak Lucas menikah. Namun, ajakanku langsung ditolak olehnya, harga diriku semakin jatuh. Ah, tanpa itu pun harga diriku sudah jatuh sejak ayahku menjodohkan aku dengan beberapa pria kenalannya. Kencan buta sialan! Dikarenakan oleh label itu, reputasi XP Fire juga terpengaruh. Untungnya aku bisa menyelamatkan XP Fire, yah... walaupun posisinya tidak setinggi dulu. Sungguh menjengkelkan!Aku tidak marah pada Lucas meskipun dia menolakku, aku hanya marah pada diriku sendiri yang tidak dapat mengontrol emosi. Seandainya aku bisa lebih tenang, aku tidak akan berkata pada Evin 'akan segera menikah'— bahkan dengan beraninya aku menunjukkan Lucas padanya sebagai calon suamiku. Jika aku tidak melakukan semua itu, aku tidak akan sampai menerima tantangan dari Evin. Biasanya aku bisa mengendalikan diri, tapi saat di depan Evin — entah kenapa aku merasa lebih emosional."Sekarang ap