Pria ini tergelak, cenderung mengejek. "Kau sangat tidak sopan, Nona. Harusnya kau menawarkan sarapan padaku atau mengajakku sarapan bersama di sini. Bahkan tak menyuruhku duduk, kau malah mengusirku?"
"Sayangnya aku tidak punya niat mengajak anda sarapan bersama, karena itu aku bersikap tidak sopan, maaf."
Pria ini tergelak lagi, kali ini dia tampak merasa geli dengan responku. "Baiklah, kalau begitu apa boleh aku duduk semeja denganmu?"
"Maaf, sebaiknya anda cari tempat duduk lain saja. Di sana banyak meja yang kosong."
"Kenapa?"
"Karena aku merasa tidak nyaman dengan anda, maaf."
Pria ini tercengang mendengar jawabanku yang mungkin membuat harga dirinya merosot. "Rupanya kau sangat 'jujur'."
"Terima kasih, itu adalah salah satu kelebihanku."
"Hahaha! Baiklah, rupanya kau sangat menyebalkan. Nikmati sarapanmu, aku tidak akan mengganggu. Sampai jumpa."
Pria itu pergi meninggalkan mejaku. Kukira dia akan mengambil sarapan, ternyata tidak. Dia meninggalkan ruang penjamuan. Lalu untuk apa dia kemari? Tidak, tidak. Bukankah tadi dia bilang mau sarapan di sini? Apa dia termasuk tamu undangan Lissel Group? Tapi selama acara makan malam aku tak melihatnya, lagipula dia bukan orang yang biasanya muncul di pesta-pesta bisnis.
"Siapa dia? Sampai jumpa? Apa dia ingin bertemu denganku lagi? Aneh," gumamku sebelum aku kembali duduk dan melanjutkan sarapan sebelum tamu lain berdatangan.
-o0o-
Sebenarnya aku ingin berkeliling, Del Express terlalu membuat penasaran dengan semua fasilitas mewahnya, aku jadi menahan semua keinginan itu karena satu orang yang harus kuhindari, Evin Ji. Pria itu, aku telah bersumpah tidak akan muncul di depannya lagi, tapi sepertinya sumpahku dipatahkan oleh takdir kejam yang mempermainkan aku. Aku masih tidak menyangka Evin juga hadir. Di tempat seperti ini, aku takut Evin menemukan diriku. Del Express memang luas, bertemu dengannya bukan hal yang tak mungkin terjadi.
Malam ini adalah pesta terakhir sekaligus pesta inti, tentu seluruh anggota keluarga Ji akan berdiri di depan pintu aula untuk menyambut para tamu, bukannya sok tahu, itu sudah menjadi tradisi keluarga Ji saat mengadakan pesta. Keluarga besar berbaris di depan pintu dan menyambut para tamu yang datang, tentu Evin ada di sana. Lalu bagaimana jika Evin melihatku di pesta? Apa aku pergi dari sini saja?
Ya, sepertinya aku harus pergi. Harus. Persetan dengan rekan bisnis atau Lucas Chen!
Aku bergegas mengambil ponsel dan menelepon seseorang, yaitu sopirku yang datang kemari bersamaku.
"Aku ingin pulang sekarang juga, tolong siapkan mobil," kataku.
"Nona, maaf saya sudah di Beijing. Bukankah anda sendiri yang meminta saya kembali ke Beijing? Katanya anda akan pulang sendiri."
"APA? Aku tidak pernah menyuruhmu kembali ke Beijing. Bagaimana bisa kau kembali tanpa perintahku?!" Aku naik pitam. Aku? Aku tidak pernah memerintahkan dia untuk kembali ke kota Beijing atau ke manapun.
"T-tapi saya menerima surat atas nama anda."
"Surat? Aku tidak menulis surat apapun. Kita hidup di zaman modern, aku tinggal meneleponmu kalau ada perlu, tidak perlu menulis surat segala. Coba tunjukkan seperti apa suratnya?"
"Itu... maaf, Nona. Suratnya sudah saya buang."
"Kenapa kau begitu ceroboh?! Kau percaya pada sebuah tulisan yang belum tentu itu tulisanku?! Bodoh! Aku tidak pernah menulis apapun untukmu! Siapa pengirimnya?"
"Saya tidak yakin, tapi kalau dilihat dari seragamnya... sepertinya dia petugas kebersihan."
"Apa kau sempat membaca name tag-nya?"
"Maaf, tidak, Nona."
Aku menghela nafas panjang, berusaha bersabar. Aku memaklumi itu, harusnya aku datang bersama sekretarisku karena dia lebih paham menghadapi masalah seperti ini. Aku tidak mau mendengar apapun lagi dan memutus sambungan telepon. Kalau menunggu sopir datang, otomatis aku akan menunggu beberapa jam di sini.
Aku melempar tubuh ke kasur dan memandang langit-langit yang dihiasi sesuatu mirip berlian sehingga memancarkan kilauan cahaya putih. Aku berpikir keras bagaimana caranya aku ke luar dari Del Express secepat mungkin, tapi aku lebih penasaran pada seseorang yang menulis surat untuk sopirku. Siapa yang berani melakukan hal seperti itu? Pengirimnya adalah petugas kebersihan. Petugas kebersihan di sini banyak, tidak mungkin aku menanyai mereka satu per satu untuk menemukan siapa yang menulis surat itu. Aku tidak punya petunjuk lain untuk menemukan siapa pelakunya.
Benar-benar sialan!
Aku bisa saja memanggil taksi atau online driver kemari, tapi karena ada pesta besar ini Del Express tidak mengizinkan kendaraan umum masuk ke area Del Express. Bagaimana bisa momennya sangat tepat? Seolah pelaku tahu kalau aku akan pergi dari sini. Siapa yang melakukannya? Di antara para tamu tidak ada yang peduli tentang diriku. Apa di antara mereka ada yang memperhatikan keberadaanku dan merencanakan sesuatu untukku? Jika memang ada, lalu apa masalah mereka sehingga melakukan hal itu?
AH! Aku bisa gila! Isi kepalaku terlalu liar sehingga membuatku takut pada pikiranku sendiri.
Untuk mempersingkat waktu, aku bergegas mengemasi barang-barang ke dalam koper dan menyuruh sopirku untuk mengambilnya besok pagi. Aku menitipkan barang-barangku di tempat penitipan barang kecuali dompet dan barang berharga lainnya. Setelah menitipkan barang dan mendapat semacam tiket pengambilan barang, aku bergegas ke resepsionis di lobby.
"Permisi," sapaku pada salah seorang resepsionis wanita.
"Selamat malam, Nona. Apa anda membutuhkan bantuan?"
"Iya. Apa di sini ada layanan transportasi umum?"
"Mohon maaf, Nona. Untuk saat ini kendaraan umum tidak diizinkan memasuki wilayah Del Express. Kalau boleh tahu, anda tamu undangan atau turis?"
"Saya tamu undangan, karena ada hal yang mendesak jadi saya mau kembali ke kota Beijing. Bisakah pihak hotel membantu saya? Kebetulan saya tidak membawa kendaraan."
"Kalau begitu maaf, Nona. Kami tidak bisa membantu keluhan anda. Layanan kendaraan umum kembali beroperasi setelah pesta selesai. Saya hanya dapat menyarankan agar anda memanggil orang untuk menjemput anda menggunakan kendaraan pribadi."
"Baiklah, terima kasih," kataku dengan nada kecewa dan putus asa.
Resepsionis mengangguk cukup dalam seolah merasa menyesal. Saat mendongak, dia kembali membungkuk untuk menyapa seseorang di belakangku, tapi tadi dia sempat kaget saat melihat ke arah belakangku, lalu ekspresinya kembali normal dalam waktu singkat. Aku berbalik hendak pergi, tapi langkahku terhenti saat aku melihat seseorang yang tengah berdiri di depanku.
"Butuh bantuan?" tanya orang itu padaku.
"Kau lagi?"
"Kudengar kau butuh kendaraan untuk pergi dari sini."
"Kau menguping?" Aku mulai jengkel.
"Tidak sengaja dengar."
"Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba? Kau mengikutiku? Apa tujuanmu? Kalau kau tidak mengaku, aku akan memanggil petugas keamanan."
"Tidak perlu seperti itu, aku tidak punya niat jahat padamu."
"Lalu kenapa kau selalu mengikutiku?"
"Aku tidak mengikuti. Kita hanya kebetulan bertemu."
"Kau bohong. Kau pasti disuruh oleh seseorang untuk mengikuti aku kan?"
Aku berbalik menuju resepsionis. "Permisi, Nona. Apa anda bisa membantuku mengamankan orang itu? Sejak kemarin dia mengikuti aku dan sikapnya sangat aneh."
Resepsionis melirik ke arah pria di belakangku sejenak, lalu dia mengangkat gagang telepon untuk menghubungi seseorang. Aku berbalik arah untuk memastikan pria aneh itu masih berdiri di tempatnya. Anehnya dia tetap di sana. Jika dia punya niat jahat, aku yakin dia pasti melarikan diri. Tapi dia tidak melakukannya.
Muncul rasa tidak enak dalam diriku, pria itu tampak sangat santai saat resepsionis berhasil memanggil petugas keamanan ke lobby. Aku khawatir aku salah paham dengannya, mungkin saja kami memang bertemu secara kebetulan. Tidak, bisa jadi dia berlagak polos supaya orang lain tidak curiga kalau dia itu penguntit. "Nona, di mana orangnya?" tanya salah seorang petugas keamanan padaku. Dengan mantap aku menunjuk ke arah pria aneh itu yang masih berdiri di tempatnya. Petugas berbalik untuk melihat siapa orang yang kutunjuk. Petugas keamanan kaget dan kebingungan. Dua petugas itu malah membungkuk singkat sebagai sapaan hormat terhadap pria itu. Apa sebelum menangkap penjahat mereka selalu memberi hormat terlebih dahulu? Aneh. Orang-orang di Del Express banyak yang aneh. Yang lebih aneh, pria itu malah menyerahkan kedua tangannya kepada petugas untuk diborgol. Apa dia sangat ingin ditangkap? Ya Tuhan, dia sungguh manusia aneh. Karena sudah begitu, kedua petugas memborgol si pria dan berkat
"Halo, Etman, aku akan hadir ke pesta. Saat kau tiba segera bawa semua barang-barangku dan tunggu aku di lobby. Setelah pesta selesai aku langsung pulang dan satu lagi, jangan menerima pesan apapun kecuali dari mulutku sendiri. Apa kau mengerti?" jelasku pada sopirku melalui telepon."Baik, Nona. Saya mengerti."Akhirnya aku memutuskan untuk hadir ke pesta. Soal Evin? Aku sudah menyiapkan rencanaku. Kuharap hari ini aku beruntung....Pesta dimulai pukul 20.00. Saat ini masih pukul 19.00, sedangkan aku baru saja selesai berdandan. Long dress bahan brukat dan satin membungkus tubuhku, dress ini merupakan koleksi terbaru dari Louvi Paris dan hanya tersedia lima buah di dunia dengan warna yang berbeda-beda. Aku memilih warna dark navy karena aku menyukai warna itu. Jangan tanya betapa mahalnya dress ini. Rambut panjangku kubiarkan terurai dan sebagian kujepit supaya terlihat lebih rapi. Karena aku sudah cantik sejak lahir, aku tidak perlu berlebihan memoles wajahku.Sebelum pukul 20.00
Bros emas berbentuk logo RenZ. Tidak ada yang memiliki bros itu selain CEO RenZ. Itu artinya sang CEO sendiri yang menemuiku? Biasanya dia menyuruh orang lain untuk menemui rekan bisnis. Tapi kali ini dia sendiri yang menemuiku? Wow, di luar dugaan. Tapi itu berita bagus! Sangat bagus! "Hai, Maria!" Seorang wanita seusiaku datang menyapa. Aku menoleh ke samping untuk melihat siapa yang datang. "Jenny? Benarkah kau Jenny?" balasku dengan nada terkaget-kaget. "Ya, aku Jenny. Syukurlah kau masih mengingatku." Wanita itu tersenyum sumringah. "Oh, astaga. Bagaimana kabarmu?" Aku menjabat tangannya dan dia balas menjabat tanganku. "Baik, sangat baik. Bagaimana denganmu, Maria?" "Aku juga baik." "Omong-omong... kau juga diundang ke pesta ini? Kudengar hubungan XP Fire dan Lissel Group tidak baik." "Entahlah, aku hanya memenuhi undangan untuk menggantikan ayahku, selalu seperti itu." "Hahaha! Sudah kuduga. Kudengar kau... dijual... oleh ayahmu? Itu tidak benar kan?" tanya Jenny denga
"Tidak, hanya saja... kau terlihat gugup. Kau tidak berbohong padaku kan? Maria, kalau kau masih mencintaiku, katakan saja. Tidak perlu bersembunyi seperti ini," balas Evin dengan penuh percaya diri. "Heh, Evin... Evin... Kau tahu betul bagaimana aku. Jika aku kehilangan barang, aku akan membelinya yang baru dari pada harus repot-repot mencarinya." "Tapi jika barang itu adalah berlian, bukankah kau akan tetap mencarinya?" "Sayangnya kau bukan berlian, Evin. Berhenti menganggap dirimu sangat berharga. Sekalipun kau seorang pewaris Lissel Group, tapi bagiku kau hanya tisu toilet. Apa kau lupa dengan kejadian di Los Angeles? Itulah dirimu yang sebenarnya." Wajah Evin merah padam. Dia tersulut emosi, aku tahu ucapanku akan membuatnya sangat marah. Tapi itu tidak sebanding dengan apa yang aku rasakan saat di Los Angeles. Kejadian itu akan selalu kuingat sampai aku mati. Luka itu masih basah hingga saat ini. Aku tidak dendam pada Evin, aku hanya tidak bisa melupakan luka yang dia ciptaka
Akhirnya aku menemukan toilet wanita berkat bantuan petugas hotel. Kebetulan toilet sedang sepi, hanya ada petugas yang sedang membersihkan toilet kemudian pergi saat aku baru menyalakan kran wastafel. Aku mencuci kedua tanganku di bawah aliran air, dengan begini aku merasa lebih rileks. Aku terbiasa melakukan hal ini ketika merasa gugup atau terkejut akan sesuatu. Suara gemericik aliran air dan rasa dingin di tanganku membuat sensasi yang menenangkan. Ada begitu banyak pertanyaan di kepalaku. Kenapa dia tidak memberitahu aku kalau dia adalah Lucas Chen? KENAPA? Kenapa dia tidak bilang sejak awal? Tetap saja dia pria aneh, tiba-tiba masuk kamarku dan mandi di sana. Lalu dapat dari mana kartu akses kamarku? Jika dia termasuk tamu undangan di sini, tentu dia mendapat kamar dari Lissel Group, tapi dia... wah... pria itu benar-benar aneh. Tidak masuk akal. Lalu apa maksudnya dia memakai bros emas logo RenZ? Apa Lucas seorang CEO? Bukankah dia hanya seorang pengacara yang kebetulan popule
Label 'barang dagangan' sudah melekat di dalam diriku, jadi sekalian saja aku merendahkan diriku sendiri dengan mengajak Lucas menikah. Namun, ajakanku langsung ditolak olehnya, harga diriku semakin jatuh. Ah, tanpa itu pun harga diriku sudah jatuh sejak ayahku menjodohkan aku dengan beberapa pria kenalannya. Kencan buta sialan! Dikarenakan oleh label itu, reputasi XP Fire juga terpengaruh. Untungnya aku bisa menyelamatkan XP Fire, yah... walaupun posisinya tidak setinggi dulu. Sungguh menjengkelkan!Aku tidak marah pada Lucas meskipun dia menolakku, aku hanya marah pada diriku sendiri yang tidak dapat mengontrol emosi. Seandainya aku bisa lebih tenang, aku tidak akan berkata pada Evin 'akan segera menikah'— bahkan dengan beraninya aku menunjukkan Lucas padanya sebagai calon suamiku. Jika aku tidak melakukan semua itu, aku tidak akan sampai menerima tantangan dari Evin. Biasanya aku bisa mengendalikan diri, tapi saat di depan Evin — entah kenapa aku merasa lebih emosional."Sekarang ap
Jarum jam menunjukkan pukul 17.00. Harusnya jam kerja sudah berakhir, tapi aku masih memiliki beberapa hal yang harus kukerjakan. Di samping itu, pikiranku terus tertuju pada undangan Jenny — membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. "Bu Maria, ini ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangan anda," ucap Selly, sekretarisku. Dia masuk ke dalam ruanganku sambil membawa tumpukan kertas. Aku melirik lagi ke arah jam digital di meja kerjaku. Entah kenapa aku merasa tidak sabar untuk meninggalkan kantor. "Aku harus pergi ke suatu tempat, apa aku bisa menundanya besok?" kataku pada Selly. Ada nada memaksa di sana. "Tentu saja. Di mana saya harus meletakkan ini?" "Tolong letakkan di meja dekat rak buku! Besok akan kuperiksa." "Baik." "Oh ya, Selly. Apa ada pakaianku di kantor?" "Ada. Apa anda ingin aku menyiapkannya?" "Iya. Aku akan pergi ke pesta reuni, tolong siapkan!" "Pesta? Apa anda ingin memakai gaun atau semacamnya?" "Tidak. Jangan terlalu mewah, aku hanya perlu terli
Sementara di kantor tempat Maria bekerja, begitu mendapat telepon dari rumah, Maria panik setengah mati. Tidak, dia kaget dan penasaran tentang motif apa di balik kedatangan Lucas di rumahnya. Buru-buru Maria meninggalkan ruangannya dan pulang meskipun belum jamnya untuk pulang. Sebagai pimpinan, Maria bebas pergi kapan saja kalau tidak ada pekerjaan lagi di kantor. Maria mengendarai mobilnya sedikit mengebut sambil membawa rasa penasaran yang membuatnya tidak sabar untuk bisa sampai di rumah. Tak bisa dipungkiri, Maria merasa senang atas kedatangan Lucas. Saat menerima panggilan dari Ros tadi, dia mendengar suara ibunya sedang mengatakan sesuatu. Tapi Maria tidak tahu apa yang dikatakan oleh ibunya karena suaranya terdengar samar-samar. Maria tidak menyangka, Lucas datang sendiri ke rumahnya. Padahal yang Maria minta hanya alamat rum
Aku menoleh ke belakang ketika seorang pria memanggil namaku. Jamie Lim.Astaga, aku lupa kalau orang itu selalu hadir di acara-acara seperti ini.Aku hanya tersenyum tipis dan mengangguk sebagai balasan. Saat hendak pergi menghindarinya, pria itu malah menarikku bergabung bersama teman-temannya.Aku berusaha memberinya kode supaya melepaskan tanganku, tapi sepertinya dia tidak mengerti. Orang tolol ini, membuatku malu karena orang-orang di sekitar melihat, aku takut mereka akan berpikir bahwa aku memiliki hubungan dekat dengan Jamie Lim.“Bukankah kau Maria Tan yang sekarang jadi wakil presdir di XP?” tanya seorang teman Jamie.“Iya, kau benar. Seminggu yang lalu dia sempat kencan buta denganku,” sahut Jamie dengan girang.“Benarkah?”“Tentu saja. Kalian tahu ayahnya kan? Dia sangat terobsesi memiliki menantu kaya dan aku salah satu targetnya. Tapi… kalian tahu kan seleraku seperti apa? Maria Tan tidak bisa menggapai itu dan aku menolaknya saat kami kencan buta. Aku tidak bisa meneri
"Tidak, Kek. Buka mata Kakek. Berhenti menunggalkan aku sebagai cucu Kakek sedangkan masih ada tiga cucu Kakek yang lain. Kek, berhenti menyakiti Evin, Cicillia dan Meghan, mereka sangat menyayangi Kakek tapi apa yang Kakek lakukan pada mereka?" Hermand terdiam. Benar, sikapnya terhadap Lucas dan ketiga cucunya yang lain sangat kontras. Tidak salah jika Lucas memilih meninggalkan rumah supaya Hermand lebih fokus kepada tiga cucunya yang lain. Supaya Hermand sadar bahwa ada cucu lain selain Lucas yang harus diperhatikan. Yang membutuhkan cinta - kasih yang sama seperti cinta dan kasihnya kepada Lucas. Sakit hati tetaplah sakit hati, karena kesakitan itu membuat Hermand menutup sebelah matanya dan hanya melihat Lucas seorang sebagai cucunya. Cucu kesayangan dan pewaris utama dari Lissel Group. Evin? Hermand tidak pernah menganggap Evin
"Kau yakin? Kau sudah memeriksanya?" "Kami sangat yakin, Tuan." Evin meletakan kedua tangannya di atas meja, mengetuk-ngetuk meja menggunakan jari telunjuknya.Tuk. tuk. tuk. "Setelah ini apa rencana kalian?" "Kami akan terus mengawasinya dan mengelilingi area kafe, kami berasumsi kalau kakak anda pergi melalui jalan yang tersembunyi." "Baiklah, apa pun itu... kalian harus menemukannya, kalau tidak... aku tidak akan membayar kalian." "Baik, Tuan." -o0o- Seminggu berlalu... Akhirnya Evin berhasil membawa kakak
Evin selalu berusaha menjadi seperti kakaknya, ingin menyamainya, tapi sekeras apa pun dia berusaha, dia dan kakaknya adalah orang yang berbeda dan sampai kapan pun tidak akan bisa sama. Mencari sesuatu yang membuat Kakek menyukai kakaknya, Evin tak menemukan sesuatu yang spesial. Kakaknya sama saja seperti orang pada umumnya, bahkan lebih pembangkang dari pada Evin sampai-sampai berani meninggalkan rumah. "Kenapa aku yang harus menikah duluan? Kakak lebih tua, kenapa bukan kakak saja yang menikah dulu?" balas Evin menahan kecewa. "Kau menginginkan itu? Kalau begitu bawa kakakmu pulang." "Kalau aku membawanya pulang, Kakek tidak perlu lagi menyuruhku untuk menikah, bukan?" "Ya, terserah kau mau melakukan apa. Kau mau menjadi fotog
"Kenapa Mom selalu menyalahkan foto-foto ini dari pada menyalahkan diri Mom sendiri?" balas Evin. "Kenapa Mom menyalahkan diri sendiri? Tentu saja foto-foto itu yang membuatmu mengabaikan perusahaan! Kau berlagak sibuk dengan wanita, padahal kau menutupi foto-foto itu dengan wanita!" "Mom, apa salahnya aku menjadi fotografer?" Evin berdiri dari kursinya. "Fotografer tidak akan menjamin hidupmu!" "Bisa, Mom! Mom saja yang tidak suka aku menjadi fotografer! Mom, tidak bisakah Mom mendukung satu saja yang menjadi impianku?" "Dengar, Evin, Lissel Group jauh lebih membuatmu bahagia dari pada fotografi." "Itu menurut Mom, tapi tidak
"Kau sangat kasar, Tuan." "Aku memang orang yang kasar dan aku tidak menyukai wanita, aku tidak akan menikah dengan siapa pun." "Bagus, itulah yang kucari..." Maria mencondongkan tubuhnya ke tubuh Lucas dan membisikkan kalimat dengan suara menggoda, "Bukankah aku cantik? Menikah saja denganku, meskipun menikah, kau akan tetap merasa tidak menikahi siapa pun. Kau hanya perlu berada di sisiku saat di depan orang tuaku saja. Bagaimana? Bukankah itu sangat menarik?" "..." Tanpa takut, Maria membelai wajah Lucas. Tangannya merasakan kalau jenggot Lucas baru saja dicukur. Kulit yang halus membuat Maria merasa terpukau. 'Kulit seorang pria bagaimana bisa sehalus ini?' Awalnya Lucas men
Sementara di kantor tempat Maria bekerja, begitu mendapat telepon dari rumah, Maria panik setengah mati. Tidak, dia kaget dan penasaran tentang motif apa di balik kedatangan Lucas di rumahnya. Buru-buru Maria meninggalkan ruangannya dan pulang meskipun belum jamnya untuk pulang. Sebagai pimpinan, Maria bebas pergi kapan saja kalau tidak ada pekerjaan lagi di kantor. Maria mengendarai mobilnya sedikit mengebut sambil membawa rasa penasaran yang membuatnya tidak sabar untuk bisa sampai di rumah. Tak bisa dipungkiri, Maria merasa senang atas kedatangan Lucas. Saat menerima panggilan dari Ros tadi, dia mendengar suara ibunya sedang mengatakan sesuatu. Tapi Maria tidak tahu apa yang dikatakan oleh ibunya karena suaranya terdengar samar-samar. Maria tidak menyangka, Lucas datang sendiri ke rumahnya. Padahal yang Maria minta hanya alamat rum
Jarum jam menunjukkan pukul 17.00. Harusnya jam kerja sudah berakhir, tapi aku masih memiliki beberapa hal yang harus kukerjakan. Di samping itu, pikiranku terus tertuju pada undangan Jenny — membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. "Bu Maria, ini ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangan anda," ucap Selly, sekretarisku. Dia masuk ke dalam ruanganku sambil membawa tumpukan kertas. Aku melirik lagi ke arah jam digital di meja kerjaku. Entah kenapa aku merasa tidak sabar untuk meninggalkan kantor. "Aku harus pergi ke suatu tempat, apa aku bisa menundanya besok?" kataku pada Selly. Ada nada memaksa di sana. "Tentu saja. Di mana saya harus meletakkan ini?" "Tolong letakkan di meja dekat rak buku! Besok akan kuperiksa." "Baik." "Oh ya, Selly. Apa ada pakaianku di kantor?" "Ada. Apa anda ingin aku menyiapkannya?" "Iya. Aku akan pergi ke pesta reuni, tolong siapkan!" "Pesta? Apa anda ingin memakai gaun atau semacamnya?" "Tidak. Jangan terlalu mewah, aku hanya perlu terli
Label 'barang dagangan' sudah melekat di dalam diriku, jadi sekalian saja aku merendahkan diriku sendiri dengan mengajak Lucas menikah. Namun, ajakanku langsung ditolak olehnya, harga diriku semakin jatuh. Ah, tanpa itu pun harga diriku sudah jatuh sejak ayahku menjodohkan aku dengan beberapa pria kenalannya. Kencan buta sialan! Dikarenakan oleh label itu, reputasi XP Fire juga terpengaruh. Untungnya aku bisa menyelamatkan XP Fire, yah... walaupun posisinya tidak setinggi dulu. Sungguh menjengkelkan!Aku tidak marah pada Lucas meskipun dia menolakku, aku hanya marah pada diriku sendiri yang tidak dapat mengontrol emosi. Seandainya aku bisa lebih tenang, aku tidak akan berkata pada Evin 'akan segera menikah'— bahkan dengan beraninya aku menunjukkan Lucas padanya sebagai calon suamiku. Jika aku tidak melakukan semua itu, aku tidak akan sampai menerima tantangan dari Evin. Biasanya aku bisa mengendalikan diri, tapi saat di depan Evin — entah kenapa aku merasa lebih emosional."Sekarang ap