Saat menonton ulang video masa kuliah Tamara, Carlos kembali terpikat oleh gadis bersinar dan luar biasa itu. Dia sempat berpikir, kalau saja tidak ada Verona, mungkinkah dia dan Tamara bisa menjalin cinta secara alami?Bahkan kemarin malam saat tidur di kamar Tamara dan mencium aroma dari kasur yang pernah ditiduri Tamara, pikirannya terus memikirkan wanita itu.Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, hawa dingin AC membuat kepala Carlos benar-benar jernih. Sepertinya, dia telah memperoleh satu kesimpulan.Entah itu cinta atau bukan, yang jelas dia tidak ingin Tamara menghilang dari penglihatannya, apalagi keluar dari kendalinya.Melihat dokumen perceraian yang terlipat dan berkerut di tepi ranjang, Carlos berjalan mendekat, berniat untuk merobeknya.Namun, sebelum berhasil merobek, matanya menangkap bagian dokumen yang masih memiliki watermark dan bahkan terdapat contoh analisis kasus di bawahnya.Carlos termangu. Dia sampai melakukan kesalahan seperti ini. Waktu di kantor
"Buat apa aku kasih ke kamu? Supaya kamu gangguin Tamara lagi?" Arham menolak dengan nada kesal.Carlos mengatupkan bibir, lalu berkata pelan, "Aku nggak bakal ganggu dia .... Aku cuma ....""Aku cuma mau tanya dia di mana, mau jemput dia pulang." Suara Carlos semakin pelan."Kenapa harus jemput dia pulang? Bukannya kamu sendiri yang bilang mau cerai? Surat cerai saja sudah kamu tandatangani. Kamu itu mantan suaminya, masih mau ganggu dia?" Arham langsung bertanya dari seberang telepon."Aku nggak pernah berniat cerai sama dia! Tanda tangan itu juga bukan dariku! Bahkan aku belum pernah lihat dokumennya!" Carlos buru-buru membantah."Oh? Jadi maksudmu, Tamara nipu aku pakai dokumen palsu? Itu juga yang kamu bilang ke kepala pelayan ya?" Suara Arham tetap tenang saat cucunya berteriak."Benar. Tamara ninggalin aku fotokopiannya dan kirim dokumen aslinya ke Kakek. Tapi, itu semua dipalsukan, tanda tangan aku nggak asli. Secara hukum, itu nggak sah," jelas Carlos.Usai mengatakan itu, dia
Di dekat pintu, Verona akhirnya terbangun. Melihat Carlos sudah bangun, dia menopang dinding untuk berdiri. Suaranya serak saat berbicara."Carlos ... gimana kalau kita mulai dari awal lagi? Kita lupakan dua tahun itu, kita berdua memang sama-sama salah."Carlos keluar, tetapi lengannya ditarik oleh Verona. Dia menepis dengan wajah dingin dan berkata, "Aku sudah bilang jelas tadi malam. Kamu mau main sandiwara kasihan juga percuma. Hari ini juga kamu harus pindah dari rumahku.""Carlos, Carlos ...." Verona mengikuti dari belakang, tetapi karena semalaman tidur di dekat pintu, tubuhnya kaku dan lemah hingga dia tersungkur ke lantai.Dia kira Carlos akan seperti dulu, segera balik dan menolongnya, menenangkan dan menghiburnya. Namun, kali ini,Carlos bahkan tidak menoleh sedikit pun, langsung ke pintu dan mengganti sepatu.Setelah selesai, Carlos baru menoleh. Saat itu, Verona sedang mendongak, masih dalam posisi jatuh. Matanya penuh air mata."Carlos ...," panggil Verona. Namun, ekspresi
"Waktu itu kamu masih SMP 3, masa transisi penting menuju SMA. Aku sama sekali nggak izinin perempuan itu masuk rumah. Aku jaga posisimu sebagai cucu sulung dari garis utama dan nggak izinin anak haram itu masuk ke silsilah Keluarga Suratman," kata Arham."Dan kamu sekarang? Setelah dewasa malah jadi seperti ayahmu! Memang benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya!"Meskipun tidak ada satu kata kotor pun, bagi Carlos kata-kata itu terasa seperti makian paling menyakitkan. Hatinya seperti tertusuk dan berdarah."Maafkan aku, Kek. Hotel tempat Verona menginap diintai paparazi, tasnya dirampas. Dia nggak punya dokumen, jadi nggak bisa check-in hotel." Carlos berusaha menjelaskan pelan."Terus, kamu izinin dia tinggal di rumahmu? Baik banget kamu ini. Kenapa nggak sekalian adopsi kucing dan anjing liar juga?" bentak Arham langsung.Carlos seketika bungkam, tak bisa menjawab, hanya diam."Sudah berapa lama dia tinggal di sana?" tanya Arham lagi.Carlos tidak langsung menjawab, sempat berpikir
Setelah sarapan selesai, Ihsan tiba di rumah lama bersama pengacara. Begitu mereka tiba, Carlos langsung ingin mengusir mereka."Haha, kenapa? Panik? Kita adakan konfrontasi tiga pihak sekalian, biar kamu nggak bisa menuduh Rara memalsukan dokumen lagi," sindir Arham dingin.Carlos menggertakkan gigi, lalu menatap pengacaranya dengan penuh ancaman agar tidak bicara sembarangan. Bahkan, dia diam-diam mengirim pesan lewat ponsel, menyuruhnya mengatakan bahwa tanda tangan itu palsu. Namun, semua itu langsung terbaca oleh Arham.Arham pun memerintahkan kepala pelayan untuk menyita semua alat komunikasi dari kedua pengacara. Dokumen asli dibawa untuk dibandingkan langsung dan para pelayan menjaga Carlos agar tidak bisa mendekat.Akhirnya, kedua pengacara menyimpulkan hasil yang sama dan bangkit untuk melapor, "Pak Arham, ini memang tanda tangan asli Pak Carlos."Duar! Dunia seakan-akan runtuh. Carlos berdiri mematung, matanya memerah. Dia berteriak, "Aku nggak pernah menandatangani itu! Ngga
Pada hari Tamara Raveena memutuskan untuk bercerai, ada dua hal yang terjadi.Pertama, cinta pertama Carlos kembali ke negara ini. Demi menyambutnya, Carlos menghabiskan puluhan miliar untuk memesan kapal pesiar dan menghabiskan dua hari dua malam yang penuh gairah bersama wanita itu di sana. Berita tentang mereka yang akan kembali bersama pun menyebar di mana-mana.Kedua, Tamara menerima undangan dari seniornya untuk kembali ke perusahaan yang dulu mereka dirikan bersama dan menjabat sebagai direktur. Sebulan lagi, dia akan pergi.Tentu saja, tidak ada yang peduli dengan apa yang akan dia lakukan. Di mata Carlos, dirinya hanyalah pembantu yang menikah dengannya dan menjadi bagian dari Keluarga Suratman.Jadi, tanpa memberi tahu siapa pun, Tamara menghapus semua jejak keberadaannya di rumah Keluarga Suratman selama dua tahun terakhir. Dia diam-diam membeli tiket pesawat untuk pergi.Tiga hari lagi, segala sesuatu di sini tak ada hubungannya lagi dengannya. Dia dan Carlos akan menjadi o
Carlos menggendong Verona dan berjalan keluar dengan langkah besar. Saat melewati pintu, bahunya bertabrakan dengan Tamara, membuat Tamara terhuyung dan jatuh ke ambang pintu.Rasa sakit di punggung kaki dan betisnya membuatnya secara refleks menggenggam tepi pintu. Berbagai tatapan dari dalam ruangan tertuju padanya, dari menghina sampai mencemooh ....Namun, Tamara sudah tidak peduli lagi. Dia perlahan berbalik, lalu bersandar pada dinding dan meninggalkan tempat itu dengan susah payah. Setibanya di klinik, seorang perawat mengobati lukanya. Saat melihat luka di punggung kakinya, perawat itu terkejut sampai menarik napas. Lepuh di kakinya telah membengkak sepenuhnya, yang terbesar bahkan seukuran roti kecil, sementara yang lainnya seperti untaian mutiara. Sungguh pemandangan yang mengerikan."Astaga! Kok bisa sampai separah ini?" tanya perawat itu dengan kaget.Tamara menahan rasa sakitnya sepanjang jalan, sehingga otot-otot wajahnya menjadi kaku dan tidak mampu menjawab sepatah
Carlos terdiam selama satu detik. Bibirnya mengatup rapat, menatap lawan bicaranya, tetapi akhirnya tidak mengatakan apa-apa.Tamara mendengarkan percakapan mereka, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman sinis.Dia adalah istri Carlos, tetapi entah kenapa situasinya terasa seolah-olah mereka barulah pasangan yang sebenarnya dan dia hanya seorang pelakor.Carlos berjalan di depan, sementara Verona mengikuti di sampingnya. Meskipun Tamara tidak menggubris wanita itu, kenyataannya wanita jalang tidak akan berhenti berulah."Rara, kamu pasti sangat sakit ya? Maaf, waktu itu Carlos pikirin karierku, jadi bawa aku duluan ke rumah sakit. Jangan salahin dia." Verona berbicara dengan nada lembut.Tamara menyeringai tipis, lalu berkata dengan nada datar, "Nggak kok. Lagi pula, dalam hatinya, kamu yang paling penting."Dia hanya mengatakan fakta. Namun, di telinga Carlos, itu terdengar seperti sindiran yang menusuk.Dengan nada kesal, dia menegur, "Apa maksud nada bicaramu itu? Memang benar
Setelah sarapan selesai, Ihsan tiba di rumah lama bersama pengacara. Begitu mereka tiba, Carlos langsung ingin mengusir mereka."Haha, kenapa? Panik? Kita adakan konfrontasi tiga pihak sekalian, biar kamu nggak bisa menuduh Rara memalsukan dokumen lagi," sindir Arham dingin.Carlos menggertakkan gigi, lalu menatap pengacaranya dengan penuh ancaman agar tidak bicara sembarangan. Bahkan, dia diam-diam mengirim pesan lewat ponsel, menyuruhnya mengatakan bahwa tanda tangan itu palsu. Namun, semua itu langsung terbaca oleh Arham.Arham pun memerintahkan kepala pelayan untuk menyita semua alat komunikasi dari kedua pengacara. Dokumen asli dibawa untuk dibandingkan langsung dan para pelayan menjaga Carlos agar tidak bisa mendekat.Akhirnya, kedua pengacara menyimpulkan hasil yang sama dan bangkit untuk melapor, "Pak Arham, ini memang tanda tangan asli Pak Carlos."Duar! Dunia seakan-akan runtuh. Carlos berdiri mematung, matanya memerah. Dia berteriak, "Aku nggak pernah menandatangani itu! Ngga
"Waktu itu kamu masih SMP 3, masa transisi penting menuju SMA. Aku sama sekali nggak izinin perempuan itu masuk rumah. Aku jaga posisimu sebagai cucu sulung dari garis utama dan nggak izinin anak haram itu masuk ke silsilah Keluarga Suratman," kata Arham."Dan kamu sekarang? Setelah dewasa malah jadi seperti ayahmu! Memang benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya!"Meskipun tidak ada satu kata kotor pun, bagi Carlos kata-kata itu terasa seperti makian paling menyakitkan. Hatinya seperti tertusuk dan berdarah."Maafkan aku, Kek. Hotel tempat Verona menginap diintai paparazi, tasnya dirampas. Dia nggak punya dokumen, jadi nggak bisa check-in hotel." Carlos berusaha menjelaskan pelan."Terus, kamu izinin dia tinggal di rumahmu? Baik banget kamu ini. Kenapa nggak sekalian adopsi kucing dan anjing liar juga?" bentak Arham langsung.Carlos seketika bungkam, tak bisa menjawab, hanya diam."Sudah berapa lama dia tinggal di sana?" tanya Arham lagi.Carlos tidak langsung menjawab, sempat berpikir
Di dekat pintu, Verona akhirnya terbangun. Melihat Carlos sudah bangun, dia menopang dinding untuk berdiri. Suaranya serak saat berbicara."Carlos ... gimana kalau kita mulai dari awal lagi? Kita lupakan dua tahun itu, kita berdua memang sama-sama salah."Carlos keluar, tetapi lengannya ditarik oleh Verona. Dia menepis dengan wajah dingin dan berkata, "Aku sudah bilang jelas tadi malam. Kamu mau main sandiwara kasihan juga percuma. Hari ini juga kamu harus pindah dari rumahku.""Carlos, Carlos ...." Verona mengikuti dari belakang, tetapi karena semalaman tidur di dekat pintu, tubuhnya kaku dan lemah hingga dia tersungkur ke lantai.Dia kira Carlos akan seperti dulu, segera balik dan menolongnya, menenangkan dan menghiburnya. Namun, kali ini,Carlos bahkan tidak menoleh sedikit pun, langsung ke pintu dan mengganti sepatu.Setelah selesai, Carlos baru menoleh. Saat itu, Verona sedang mendongak, masih dalam posisi jatuh. Matanya penuh air mata."Carlos ...," panggil Verona. Namun, ekspresi
"Buat apa aku kasih ke kamu? Supaya kamu gangguin Tamara lagi?" Arham menolak dengan nada kesal.Carlos mengatupkan bibir, lalu berkata pelan, "Aku nggak bakal ganggu dia .... Aku cuma ....""Aku cuma mau tanya dia di mana, mau jemput dia pulang." Suara Carlos semakin pelan."Kenapa harus jemput dia pulang? Bukannya kamu sendiri yang bilang mau cerai? Surat cerai saja sudah kamu tandatangani. Kamu itu mantan suaminya, masih mau ganggu dia?" Arham langsung bertanya dari seberang telepon."Aku nggak pernah berniat cerai sama dia! Tanda tangan itu juga bukan dariku! Bahkan aku belum pernah lihat dokumennya!" Carlos buru-buru membantah."Oh? Jadi maksudmu, Tamara nipu aku pakai dokumen palsu? Itu juga yang kamu bilang ke kepala pelayan ya?" Suara Arham tetap tenang saat cucunya berteriak."Benar. Tamara ninggalin aku fotokopiannya dan kirim dokumen aslinya ke Kakek. Tapi, itu semua dipalsukan, tanda tangan aku nggak asli. Secara hukum, itu nggak sah," jelas Carlos.Usai mengatakan itu, dia
Saat menonton ulang video masa kuliah Tamara, Carlos kembali terpikat oleh gadis bersinar dan luar biasa itu. Dia sempat berpikir, kalau saja tidak ada Verona, mungkinkah dia dan Tamara bisa menjalin cinta secara alami?Bahkan kemarin malam saat tidur di kamar Tamara dan mencium aroma dari kasur yang pernah ditiduri Tamara, pikirannya terus memikirkan wanita itu.Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, hawa dingin AC membuat kepala Carlos benar-benar jernih. Sepertinya, dia telah memperoleh satu kesimpulan.Entah itu cinta atau bukan, yang jelas dia tidak ingin Tamara menghilang dari penglihatannya, apalagi keluar dari kendalinya.Melihat dokumen perceraian yang terlipat dan berkerut di tepi ranjang, Carlos berjalan mendekat, berniat untuk merobeknya.Namun, sebelum berhasil merobek, matanya menangkap bagian dokumen yang masih memiliki watermark dan bahkan terdapat contoh analisis kasus di bawahnya.Carlos termangu. Dia sampai melakukan kesalahan seperti ini. Waktu di kantor
Carlos menghentikan gerakan saat membuka pintu, lalu menoleh sambil membantah, "Aku nggak jatuh cinta.""Heh, kamu pikir bisa bohong? Jelas-jelas kamu jatuh cinta sama Tamara, makanya kamu nggak suka aku lagi, bahkan mau usir aku pergi," timpal Verona sambil mengepalkan tangan.Carlos mengerutkan alis, wajahnya datar saat berkata, "Itu nggak ada hubungannya dengan aku suka Tamara atau nggak. Sudah kubilang, hubungan kita berakhir dua tahun lalu.""Kamu meninggalkan aku demi uang, kamu mengkhianatiku. Nggak ada lagi kemungkinan di antara kita."Verona masih tidak percaya. Menurutnya, Carlos jatuh cinta pada Tamara, makanya perasaan Carlos padanya memudar."Waktu aku baru pulang, kamu sendiri yang bilang kamu sudah nggak mempermasalahkan masa lalu dan bisa memaklumiku," ujar Verona sambil menangis."Waktu itu aku bisa apa? Kakek Arham mengancamku supaya aku pergi. Kamu mau aku diusir dari kota ini?"Carlos menggigit bibirnya. "Maksudku, kita bisa jadi teman biasa. Bukan untuk mulai hubung
Karena Tamara menginginkannya, Carlos akan memberikannya. Mari kita lihat, apakah dia berani datang mengambilnya nanti?Berani sekali wanita ini mempermainkan kakeknya, benar-benar tidak tahu berterima kasih! Lupa dulu mereka bisa menikah karena Arham?Verona belum tidur malam itu. Dia masih menyiapkan makanan dan menunggu Carlos pulang kerja. Begitu pria itu masuk, baru saja Verona ingin menyambut, dia langsung melihat wajah Carlos yang masam.Kemudian, pria itu bertanya dengan nada tak bersahabat, "Bukannya semalam aku sudah bilang jangan masak? Barang-barangmu sudah dibereskan belum? Kalau sudah, aku suruh Ihsan bantu kamu pindah besok."Langkah kaki Verona langsung terhenti, matanya mulai berkaca-kaca. "Carlos, kamu benar-benar ingin aku pergi secepat itu? Semalam kamu desak, malam ini juga ...."Carlos terdiam sejenak, lalu menjawab, "Nggak pantas kalau kamu tinggal di rumahku. Aku sudah nikah dan Tamara pergi dari rumah karena itu. Jadi, lebih baik kamu tinggal di luar. Ini juga d
Surat cerai asli dengan tanda tangan pribadinya? Itu tidak mungkin!"Aku nggak pernah tanda tangan! Dari awal sampai akhir, aku bahkan nggak pernah lihat dokumen itu!" pekik Carlos.Di seberang sana, kepala pelayan dibentak sampai benar-benar terbangun total. Dia pun menghela napas dan berkata."Tapi, dokumennya asli. Aku lihat sendiri tanda tangannya, nggak ada yang aneh. Lagi pula, dua hari ini Tuan juga nggak telepon untuk menjelaskan apa-apa. Tuan Arham kira Tuan memang setuju.""Nggak! Aku nggak pernah setuju! Dokumen yang nggak pernah kutandatangani, kenapa harus kuakui?" Carlos berseru marah, sampai urat di tangannya mencuat.Kepala pelayan terdiam sesaat, lalu mengernyit dan bertanya dengan ragu, "Apa mungkin Nyonya memalsukan tanda tangan Tuan?""Heh, cuma dia yang bisa kepikiran hal kriminal seperti itu! Otaknya benar-benar kosong!" Carlos membalas dengan penuh kebencian."Kalau tanda tangan itu palsu, berarti surat cerainya juga nggak sah secara hukum! Dia cuma ingin memperma
Karena kejadian kemarin malam, sepanjang pagi wajah Carlos muram. Ihsan masih terus mencari Tamara. Bukan hanya di seluruh kota, tetapi juga di seluruh provinsi, bahkan di seluruh negara. Akan tetapi, tetap tidak ada hasil.Hari ini sudah masuk hari ketiga."Kapan kamu bisa menemukan dia? Bisa kerja lebih cepat sedikit nggak?" Menjelang jam pulang kerja, Carlos akhirnya tak tahan lagi dan memarahi Ihsan.Ihsan pun tak kalah frustrasi. Dalam batas kemampuannya, dia benar-benar tidak bisa menemukan keberadaan Tamara."Pak Carlos, mungkin bisa coba lewat jalur pribadi. Coba cari nomor ponsel baru Nyonya. Aku nggak bisa akses karena itu termasuk data privasi."Carlos baru tersadar setelah mendengar itu. Dia mulai menghubungi kenalannya di operator seluler untuk mendapatkan akses ke data.Sayangnya, karena operator bukan milik swasta, meskipun sudah mengerahkan semua koneksi yang dimilikinya, dia tetap tidak bisa menjangkau pihak tertinggi. Usahanya selama beberapa jam sia-sia, membuatnya te