แชร์

Bab 2

ผู้เขียน: Bertha
Carlos menggendong Verona dan berjalan keluar dengan langkah besar. Saat melewati pintu, bahunya bertabrakan dengan Tamara, membuat Tamara terhuyung dan jatuh ke ambang pintu.

Rasa sakit di punggung kaki dan betisnya membuatnya secara refleks menggenggam tepi pintu. Berbagai tatapan dari dalam ruangan tertuju padanya, dari menghina sampai mencemooh ....

Namun, Tamara sudah tidak peduli lagi. Dia perlahan berbalik, lalu bersandar pada dinding dan meninggalkan tempat itu dengan susah payah.​

Setibanya di klinik, seorang perawat mengobati lukanya. Saat melihat luka di punggung kakinya, perawat itu terkejut sampai menarik napas. Lepuh di kakinya telah membengkak sepenuhnya, yang terbesar bahkan seukuran roti kecil, sementara yang lainnya seperti untaian mutiara. Sungguh pemandangan yang mengerikan.​

"Astaga! Kok bisa sampai separah ini?" tanya perawat itu dengan kaget.​

Tamara menahan rasa sakitnya sepanjang jalan, sehingga otot-otot wajahnya menjadi kaku dan tidak mampu menjawab sepatah kata pun.

Sambil mengoleskan obat, perawat itu menghela napas dan berkata, "Tadi ada seorang wanita yang juga terkena luka bakar. Dia digendong pacarnya yang sangat panik. Pacarnya memaksa dokter kepala yang turun tangan, padahal kaki wanita itu cuma merah sedikit. Kalau nggak diobati pun akan sembuh sendiri."​

Mendengar itu, hati Tamara dipenuhi kepahitan dan kesedihan. Wanita dengan luka bakar itu, yang datang dengan digendong, pasti adalah Verona. Carlos begitu khawatir hingga perawat pun mengira mereka adalah pasangan.​

"Kalau wanita itu menderita luka sepertimu, mungkin pacarnya akan nangis saking sedihnya," lanjut perawat itu.

Luka seperti dirinya? Tamara melihat lepuh besar yang jernih dan menonjol di punggung kakinya. Jika itu Verona, Carlos mungkin akan langsung mengumpulkan semua ahli terbaik di kota untuk merawatnya.

Namun, ketika itu dirinya, dia ditinggalkan begitu saja, disuruh pergi mencari dokter sendirian tanpa sedikit pun simpati. Perbedaan perlakuan ini jelas begitu mencolok.​

Layar ponsel di tangannya menyala. Tamara melihatnya dan menemukan bahwa itu panggilan dari Carlos. Bukankah dia sedang bersama Verona? Kenapa meneleponnya? Tamara tidak ingin menjawab, jadi dia menaruh ponselnya kembali dengan layar menghadap ke bawah.​

Saat ini, perawat hendak menusuk lepuh terbesar dengan jarum karena ukurannya terlalu besar dan cairan di dalamnya tidak bisa diserap sendiri oleh tubuh.

Pada saat yang sama, Carlos tiba di klinik. Melihat Tamara duduk di tempat tidur, dia langsung bertanya, "Kenapa nggak jawab teleponku?"​

Mendengar suaranya, Tamara terkejut sejenak dan mendongak untuk menatapnya. Dia tidak ingin berdebat dengannya, bahkan tidak ingin berbicara. Jadi, dia hanya menjawab dengan nada datar, "Ponselku dalam mode senyap, aku nggak tahu."​

Carlos melirik ke arah ponselnya yang memang terbalik. Kemarahannya mereda. Saat itu, perawat menoleh menatap Carlos. Bukankah ini pria yang menggendong wanita tadi dengan panik? Dia pun bertanya, "Apa hubunganmu dengan pasien?"​

Carlos hendak menjawab, tetapi suara Verona tiba-tiba terdengar dari belakang. "Carlos, gimana keadaan Tamara?"​

Carlos menoleh ke arahnya, tidak jadi melontarkan kata "suami". Bibirnya bergerak, tetapi tidak ada suara yang keluar.

Tamara menyadari keraguan dan keengganannya. Dia tersenyum sinis dan berinisiatif menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa."​

Begitu mendengarnya dan melihat ekspresi tidak acuh di wajah Tamara, Carlos merasa kesal, tetapi dia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya kesal.

"Dia istriku," kata Carlos sambil menatap Tamara. "Bukannya kamu sendiri yang ingin menikah denganku? Kenapa nggak mau mengakuinya di depan umum?" Dia mempertanyakan Tamara.​

Tamara menatapnya dengan alis berkerut, merasa bingung sekaligus ironis. Bukankah Carlos yang tidak ingin mengakui pernikahan mereka? Dia hanya membantunya menjawab karena pria itu tampak kesulitan.

Di belakang, wajah Verona menunjukkan keterkejutan dan kesedihan saat mendengar jawaban itu. Kemudian, dia menatap Tamara dengan penuh dendam dan kebencian. Kuku-kukunya yang indah dan berwarna pun menancap di telapak tangannya.​

Perawat itu memandang mereka bertiga dengan tatapan curiga. Setelah memahami hubungan mereka, dia berkata dengan nada tidak ramah kepada Carlos, "Orang yang nggak berkepentingan silakan keluar. Jangan ganggu pekerjaanku."​

Mendengar kata perawat itu, Carlos mengernyit dan hendak berbicara. Saat ini, perawat bergeser sedikit, jadi dia bisa melihat luka di punggung kaki Tamara. Lepuh besar itu tampak begitu mencolok. Seketika, hatinya menegang. Semua kata yang ingin diucapkan pun langsung terlupakan.

Carlos refleks mengulurkan tangan untuk menghalangi Verona yang hendak masuk, juga mendorongnya ke luar. Dia sendiri bergeser sedikit agar tidak menghalangi cahaya di pintu.

Carlos tidak pergi. Dia hanya berdiri menempel pada dinding dan tatapannya yang suram tertuju pada kaki Tamara.

Kulit pada punggung kaki hingga betisnya memerah. Di atas kulit yang merah itu, terbentuk lepuh-lepuh besar, sementara di sekelilingnya terdapat gelembung-gelembung kecil yang memenuhi permukaan kulit.

Perawat menusukkan jarum untuk membuat lubang kecil di salah satu lepuh, lalu menggunakan kain steril untuk menyerap cairan di dalamnya. Tubuh Tamara bergetar sesaat karena rasa sakit.

Dalam pandangan Carlos, Tamara yang menghasut kakeknya agar menikahkan mereka berdua. Selama dua tahun, Carlos memperlakukannya layaknya pajangan. Ini pun pertama kalinya dia menyadari betapa rapuhnya wanita itu.

"Untuk sementara jangan pakai sepatu, jangan banyak bergerak, dan gunakan obat ini tiga kali sehari," ujar perawat itu setelah menusuk lepuh terbesar.

Tamara mengangguk dan hendak berdiri, tetapi rasa sakit di punggung kakinya begitu menyiksa hingga tubuhnya bergetar.

Carlos tiba-tiba melangkah maju dan membungkuk, lalu menggendongnya. Karena kehilangan keseimbangan, Tamara refleks mencengkeram bahunya. Begitu sadar, dia buru-buru menarik tangannya kembali dan berkata, "Turunkan aku."

"Pegang yang erat. Kalau jatuh, jangan salahkan aku," balas Carlos. Dia mengubah gendongannya dari kedua tangan menjadi satu tangan, membuat Tamara tidak punya pilihan selain merangkul lehernya agar tidak terjatuh. Dengan tangan yang satu lagi, Carlos mengambil sandal dan ponsel Tamara.

Tamara menatap wajah Carlos dari samping. Bibirnya terkatup rapat. Dia tidak lagi berusaha melawan.

Dia tahu tindakan Carlos ini sama sekali tidak mengandung kasih sayang. Ini hanya rasa bersalah yang datang terlambat setelah melihatnya terluka.

Atau mungkin, dia hanya takut kakeknya, Arham, akan tahu dan menyalahkannya. Makanya, dia mencoba memperbaiki keadaan.

Carlos membawa Tamara keluar. Di luar pintu, Verona melihat pemandangan itu dan berusaha menampilkan senyuman. Dia bertanya dengan nada perhatian, "Tamara, kamu baik-baik saja?"

Tatapan Tamara dingin. Dia tidak menjawab sepatah kata pun, sama sekali tidak berniat ikut serta dalam sandiwara ini.

Namun, Carlos justru menjawab, "Verona, kaki Tamara terluka dan dia nggak bisa jalan. Aku harus menggendongnya."

Verona tetap tersenyum, lalu berucap, "Nggak perlu dijelaskan. Tamara istrimu, sudah seharusnya kamu menggendongnya, apalagi dia sedang terluka."

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 3

    Carlos terdiam selama satu detik. Bibirnya mengatup rapat, menatap lawan bicaranya, tetapi akhirnya tidak mengatakan apa-apa.Tamara mendengarkan percakapan mereka, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman sinis.Dia adalah istri Carlos, tetapi entah kenapa situasinya terasa seolah-olah mereka barulah pasangan yang sebenarnya dan dia hanya seorang pelakor.Carlos berjalan di depan, sementara Verona mengikuti di sampingnya. Meskipun Tamara tidak menggubris wanita itu, kenyataannya wanita jalang tidak akan berhenti berulah."Rara, kamu pasti sangat sakit ya? Maaf, waktu itu Carlos pikirin karierku, jadi bawa aku duluan ke rumah sakit. Jangan salahin dia." Verona berbicara dengan nada lembut.Tamara menyeringai tipis, lalu berkata dengan nada datar, "Nggak kok. Lagi pula, dalam hatinya, kamu yang paling penting."Dia hanya mengatakan fakta. Namun, di telinga Carlos, itu terdengar seperti sindiran yang menusuk.Dengan nada kesal, dia menegur, "Apa maksud nada bicaramu itu? Memang benar

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 4

    Setibanya di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tamara tidak menyalakan lampu di ruang tamu, karena malam ini kemungkinan besar Carlos sedang bermesraan dengan Verona di luar. Pria itu pasti tidak pulang.Setelah mengambil kotak P3K dengan tubuh yang masih terasa sakit, dia perlahan berjalan menuju kamar kecilnya.Dua tahun pernikahan ini hanya sebatas status. Carlos menjaga kesuciannya demi cinta pertamanya, bahkan tidak membiarkan Tamara mendekati kamar utama.Sebenarnya ada bagusnya. Setidaknya, dia tidak perlu membayangkan dirinya pernah disentuh oleh pria itu. Hanya memikirkannya saja sudah membuatnya merasa jijik.Tamara membersihkan luka di siku dan punggung kaki seadanya serta mengoleskan obat. Dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengembalikan kotak P3K ke tempatnya lagi. Dia hanya meletakkannya di nakas, berniat merapikannya besok pagi.Setelah mengganti pakaian dan berbaring, begitu menekuk pinggangnya sedikit, rasa sakit di tulang ekornya membuatnya tak kuasa men

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 5

    Di dalam kamar, Tamara awalnya sudah tertidur. Namun, suara ketukan keras di pintu dan teriakan membuatnya terbangun. Dia mengerutkan alis, menyalakan lampu, lalu berjalan ke pintu dengan kaki pincang."Tam ...." Di luar, Carlos baru saja ingin menggedor lagi dengan keras, tetapi tangannya mengenai udara."Kenapa kamu pulang? Tengah malam begini kenapa gedor-gedor pintu?" Nada suara Tamara tidak ramah, terdengar penuh ketidaksabaran.Melihat sikapnya ini, Carlos semakin marah. Dia langsung meraih lengan Tamara dan berkata dengan penuh kesal, "Kenapa aku pulang? Memangnya salah kalau aku pulang ke rumah sendiri?"Dalam sekejap, ketidaksabaran di wajah Tamara menghilang, digantikan ekspresi yang menunjukkan rasa sakit.Carlos mengira dia ketakutan karena dimarahi dan kembali menjadi sosok yang penurut. Namun, tangan Tamara yang satu lagi justru berusaha menarik tangan Carlos, membuatnya sadar ada yang aneh dengan sensasi di telapak tangannya.Begitu dia melepaskan genggamannya dan meliha

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 6

    Sepanjang malam sampai pagi, Carlos tidak bisa tidur nyenyak. Lambungnya sudah terbiasa dengan perawatan terbaik. Meskipun minum obat, rasa tidak nyaman itu tetap ada.Sebelum alarm berbunyi, dia sudah bangun. Saat hendak keluar kamar, dia melihat Tamara yang baru saja membuka pintu di seberang."Kamu mau ke mana?" tanya Carlos secara refleks."Masak," jawab Tamara datar, lalu menutup pintu dan menuju dapur dengan tertatih-tatih.Carlos terdiam. Biasanya setiap kali dia keluar kamar, sarapan sudah siap. Dia tidak pernah memperhatikan bahwa Tamara sudah bangun sejak pukul 5 pagi untuk menyiapkannya.Melihat langkahnya yang pincang, Carlos akhirnya berkata, "Nggak usah buat sarapan."Tamara menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Selama dua tahun terakhir, dia selalu melayani Carlos. Dia bahkan dipaksa untuk bangun dan memasak saat demam tinggi. Ini pertama kalinya Carlos mengatakan bahwa dia tidak perlu memasak.Dia menunduk, melihat kakinya yang terluka. Dia sempat berpikir ba

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 7

    Tamara mendongak menatapnya, mengepalkan tangan. Heh .... Demi memastikan wanita yang dicintainya bisa makan, pria ini malah memaksa dirinya yang terluka parah untuk masuk dapur. Dia benar-benar meremehkan Carlos. Pria ini bahkan tidak memiliki hati nurani."Kalian nggak bisa pesan makanan dari luar? Restoran juga bisa antar makanan, 'kan? Toh kamu juga nggak kekurangan uang," balas Tamara dengan dingin.Carlos menggigit bibirnya, pandangannya turun ke kaki Tamara sebelum dia mengambil ponselnya. Namun, saat itu Verona menyela, "Aku datang ke sini untuk jenguk Tamara dan masak untuknya. Kalau cuma pesan dari restoran, rasanya kurang tulus, 'kan?""Kalau begitu, kamu yang masak dong?" sahut Tamara dengan tidak acuh."Aku nggak terbiasa dengan dapur di sini. Aku baru saja menjatuhkan piring dan membuat Carlos khawatir." Verona berkedip dengan ekspresi polos."Begini saja, Rara, aku akan membantumu. Aku bisa mengantarkan hidangan, anggap saja aku ikut masak ya?"Senyuman Verona tampak cer

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 8

    Penampilannya yang tampak rapuh dan menyedihkan itu membuat Carlos langsung sadar dan buru-buru maju untuk menenangkan, "Ini bukan salahmu, jangan nangis."Verona terisak pelan. Carlos membantunya duduk di sofa ruang tamu. Suaranya sangat lembut saat menghibur wanita itu.Di dapur, Tamara merasa sangat menusuk hati saat mendengar percakapan mereka. Carlos tidak pernah menunjukkan sikap selembut itu kepadanya.Namun, sekarang dia tidak mengharapkannya lagi. Dia hanya ingin cepat-cepat pergi dari sini. Sesudah menstabilkan emosinya, dia kembali memasak.Ternyata perceraian lebih sulit dari yang dibayangkan. Awalnya Tamara mengira Carlos akan langsung menyetujuinya, tetapi sepertinya dia harus mencari cara lain.Pria itu boleh saja tidak mencintainya, tetapi tetap ingin menyiksanya. Semua ini adalah balasan atas keserakahannya pada dua tahun lalu.Di ruang tamu, Verona terus dihibur. Dia bersandar di dada Carlos, menikmati kelembutan pria itu, seolah-olah perasaan Carlos terhadapnya tidak

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 9

    Di depan pintu kamar mandi, Verona menatap pria yang tampak berantakan dengan penuh kekhawatiran. Dia bertanya, "Carlos, kamu nggak apa-apa? Tamara gimana?"Carlos menjawab dengan galak, "Aku nggak apa-apa, mau ganti baju dulu."Verona berpura-pura ingin membuka pintu kamar mandi, tetapi tangannya ditahan oleh Carlos.Pria itu memelototi pintu kaca sambil berujar, "Jangan masuk, wanita gila itu bakal semprot kamu nanti. Aku rasa dia seharusnya dikurung di rumah sakit jiwa.""Tamara pasti nggak sengaja, jangan marah ...." Verona mencoba menenangkan, berpura-pura menjadi penengah, tetapi yang dia dapat justru makian yang lebih kasar dari Carlos.Di dalam kamar mandi, di balik pintu, Tamara bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. Dia duduk di lantai, memeluk lututnya. Bibirnya bergetar, tangannya terkepal erat. Kebencian semakin mengakar.Carlos menjijikkan, begitu juga Verona. Mereka benar-benar pasangan yang serasi dan seharusnya dikunci bersama selamanya.Dia tidak seharusnya ik

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 10

    Sesampainya di rumah sakit, dokter yang melihat cedera Tamara langsung menegur, mengatakan bahwa dia tidak menyayangi tubuhnya sendiri. Semua lepuhan di kakinya sudah pecah. Jika sampai infeksi, itu bukan masalah sepele.Tamara hanya menunduk diam, menatap kaki yang merah dan penuh luka itu. Bukan karena dia tak peduli, tetapi ... ada orang yang sejak awal memang tak berniat membiarkannya hidup tenang.Dokter melanjutkan pemeriksaan, menemukan tulang ekor Tamara juga lebam parah, lengannya terluka, dan matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun dan tak ada seorang pun yang menemaninya.Beberapa hal ini membuat dokter mulai berspekulasi. Dokter berkata, "Nanti kita rontgen bagian pinggangmu dan aku bantu proses rawat inap. Untuk sekarang, jangan pulang dulu.""Terima kasih, Dokter." Tamara akhirnya bersuara, suaranya serak dan lemah.Perawat yang membantu mengurus rawat inap. Tamara tidak bisa berbaring telentang, hanya bisa tengkurap di ranjang

บทล่าสุด

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 50

    Tamara menatap pria di depannya dengan penuh kebencian dan menggertakkan gigi sambil menahan diri untuk tidak berkata apa pun lagi.Anjing rabies, maniak, gila .... Semua kata kasar ini rasanya masih belum cukup untuk menggambarkan Carlos. Pintu dikunci rapat. Bahkan dua kunci tambahan juga dipasang. Carlos sendiri berjaga di depan pintu.Tamara hanya menghela napas, lalu berbalik masuk ke kamarnya. Tidak ada gunanya bicara dengan orang gila. Melihat Tamara masuk, wajah Carlos sedikit melunak. Namun tidak lama kemudian, sebuah kotak perhiasan dilempar keluar dari kamar.Carlos menatap kotak itu dengan geram, giginya kembali bergemeletuk. Akan tetapi, dia tidak memungutnya.Mendengar keributannya sudah mereda, Verona yang berada di kamar tamu pun membuka pintu dan keluar dengan hati-hati. Dia memungut kalung itu, lalu melihat ke Carlos yang berdiri di depan pintu dan berkata dengan perhatian, "Carlos ... mungkin kamu salah paham sama Rara? Bagaimanapun, dia cinta sekali sama kamu.""Sal

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 49

    "Kasih saja sama siapa pun yang suka. Aku nggak butuh," ujar Tamara dengan tenang.Carlos hampir gila karena kesal. Dia menatap wajah Tamara, ekspresinya tetap sama tenang, datar, dan dingin. Persis seperti sedang menghadapi orang asing yang tidak punya hubungan apa pun dengannya."Kalau nggak ada urusan, silakan keluar. Aku mau tidur," kata Tamara mengusirnya dengan tegas."Baru jam sepuluh! Mau tidur apaan?!" Carlos membentak."Aku sudah beliin kamu sesuatu, bukan? Apa lagi yang masih membuatmu nggak puas? Hah? Coba ngomong!" teriaknya.Tamara terpaksa mundur setengah langkah. Sikap Carlos saat ini benar-benar seperti hendak memukulnya. Seketika, rasa takut menguar di dadanya.Dipukul saat masih dalam ikatan pernikahan hanya dihitung sebagai kekerasan dalam rumah tangga, bukan penganiayaan berat. Carlos paling-paling hanya akan dipenjara tiga tahun.Saat keduanya masih saling bersitegang, tiba-tiba ponsel Tamara yang tergeletak di atas ranjang berdering. Tamara langsung berlari untuk

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 48

    Mendengar ucapan itu, ekspresi riang di wajah Carlos perlahan memudar. Dia terdiam beberapa detik, lalu mengernyit sambil menatap ke depan. "Aku bukan lagi menghibur dia dan aku juga nggak punya perasaan apa-apa.""Tapi bukankah kalung itu ... kamu beli untuk dia?" tanya Verona dengan menggertakkan gigi.Carlos kembali diam. Kali ini, lebih lama dari sebelumnya. Entah berapa menit kemudian, akhirnya dia membuka mulut dengan canggung, "Aku beliin untuk bantu kamu ganti rugi. Jangan mikir yang aneh-aneh.""Aku sama dia cuma nikah kontrak, dipaksa sama Kakek. Seumur hidup aku nggak akan jatuh cinta sama dia."Kalau sebelumnya Verona mungkin akan percaya kata-katanya, kali ini tidak. Sebab, waktu Carlos menawar kalung mahkota mawar tadi, dia bahkan tidak menanyakan pendapat Verona dan langsung menawar gila-gilaan.Sebaliknya, Carlos bahkan tidak pernah mengatakan hendak membelikannya apa pun. Bukankah sudah jelas sekali perbedaan antara dicintai atau tidak?Sesampainya di kompleks, di dala

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 47

    Di seberang.Carlos mengirimkan pesan dari ponselnya untuk mencari informasi soal barang-barang yang akan dilelang malam ini terlebih dahulu. Karena terlalu fokus, dia sama sekali tidak melihat wajah Verona yang saat itu tampak penuh cemburu dan kesal.Usai makan malam, Carlos mengantar Verona ke tempat pelelangan.Sepanjang perjalanan, Verona masih berpikir optimis. Dia yakin Carlos pasti akan membelikannya sesuatu juga. Soal kalung buat Tamara ... nanti tinggal dia rebut saja.Membayangkan hal itu, sudut bibir Verona terangkat. Dia mengepalkan tangannya pelan dan mendengus dingin dalam hati.Saat lelang resmi dimulai."Verona, gimana menurutmu kalung ruby ini?" tanya Carlos sambil menunjuk katalog ke arahnya.Verona langsung tersenyum malu-malu. Sesuai dugaan, Carlos tidak akan melupakannya. "Warna dan kilaunya cantik sekali, cerah tapi tetap anggun," jawabnya dengan suara manja dan penuh harapan.Carlos mengelus dagunya dan menilai, "Memang terlalu mencolok. Nggak cocok untuk Tamara

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 46

    "Nggak berharga? Hehe, iya benar. Bagimu, semua itu memang nggak berharga." Tamara memelototinya dengan sekujur tubuh yang gemetaran dan menggertakkan gigi.Padahal Verona yang membuang barangnya, tapi Carlos malah menuduhnya perhitungan. Melihat wajahnya yang hampir menangis dan mata berkaca-kaca, Carlos langsung tertegun."Cuma sebuah kalung, 'kan? Kubelikan lagi saja untukmu sebagai ganti rugi," ujar Carlos dengan nada melunak."Aku nggak butuh ganti rugi darimu! Bagiku, seberapa banyak pun uangnya, nggak akan bisa beli nilai kalung itu!" ujar Tamara dengan bibir bergetar, lalu berbalik dengan penuh amarah."Jangan nggak tahu diri! Aku sudah bilang mau bantu Verona ganti rugi, kamu masih mau apa lagi?" Carlos juga mulai emosi dan membentaknya.Yang menjawab hanyalah suara pintu kamar yang dibanting tertutup. Carlos pun semakin marah.Padahal dia belum sempat menegur sikap Tamara selama beberapa hari ini, sekarang malah dirinya yang kena semprot duluan."Carlos, maaf ya, ini semua sa

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 45

    Lima hari yang lalu, Carlos pulang dan kembali bertengkar dengan Tamara malamnya. Dia memarahi Tamara dan menganggapnya malas karena menyuruh Verona yang mengantar makanan. Dia juga bahkan menuduh Tamara bersikap dingin dan tidak membalas pesannya.Namun yang membuatnya terkejut adalah, Tamara tidak membantah satu kata pun. Dia hanya diam dan mendengarkan semuanya tanpa emosi. Justru Verona yang mengambil alih dan mengaku bahwa dirinya sendiri yang ingin mengantar makan.Setelah itu, selama beberapa hari berturut-turut, memang hanya Verona yang datang mengantarkan makanan.Carlos mengatupkan bibirnya. Tamara sudah terlalu lama bersikap dingin dan seenaknya, sampai-sampai dia merasa sudah tak sanggup lagi menoleransinya. Sepertinya dia memang sudah terlalu memanjakan Tamara, hingga perempuan itu kini bahkan tidak tahu lagi bagaimana menempatkan diri.Dengan wajah muram, Carlos berdiri. Dia sudah memutuskan, malam ini dia akan memberi Tamara "pelajaran".Pukul lima sore.Verona lebih dul

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 44

    Resepsionis itu menundukkan kepala dan tidak berani membantahnya. Ihsan yang mengikuti di belakang Verona, memutar matanya dengan sinis saat melihat sikap Verona yang angkuh ini. Bahkan istri sah saja tidak searogan pelakor ini. Hanya saja, entah kenapa Carlos menyukai wanita ini ....Saat ini, di rumah.Tamara sedang sibuk memperbarui dan menyunting CV miliknya. Ada celah dua tahun di riwayat kerjanya. Meskipun dia bisa saja masuk lewat koneksi perusahaan kakak seniornya, tetap saja bagian HR harus menyetujuinya dulu.Ponselnya sudah bergetar tujuh atau delapan kali. Tamara bahkan tidak meliriknya sama sekali.Pasti Carlos lagi. Mungkin terlalu senggang sehabis makan, sekarang dia mulai bertingkah lagi. Marah-marah sambil membela Verona-nya. Memangnya tadi siapa yang nyuruh Verona ngantar makanan? Jelas-jelas dia sendiri yang ngotot ingin pergi.Namun, karena dokumen perceraian sudah diberikan, Tamara pikir seharusnya Verona tidak akan main kotor lagi dengan meracuni makanan lalu menj

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 43

    "Kaget karena lihat aku yang datang ya?" Verona tersenyum, lalu berkata dengan setengah bercanda, "Atau kamu kecewa karena yang datang bukan Rara?"Carlos langsung mengerutkan kening. Tanpa berpikir panjang, dia membantah, "Mana mungkin. Jangan buat aku jijik."Verona tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat. Saat itu Carlos menambahkan, "Ngantar makanan itu kewajiban dia. Masa aku pelihara dia cuma untuk numpang hidup? Aku cuma nggak mau kamu capek, kamu nggak seharusnya kerjakan hal begitu.""Aku cuma sekalian lewat saja, kok. Lagi pula, belakangan ini aku nggak ada jadwal peragaan busana, jadi cuma kerja setengah hari," jawab Verona."Taruh saja di meja. Nanti aku suruh asisten antarin kamu ke studio," kata Carlos sambil bangkit menuju sofa."Nggak usah buru-buru, aku temanin kamu sebentar ya," kata Verona sambil tersenyum dan duduk merapat di sebelahnya.Carlos tidak menjawab. Begitu kotak makan dibuka, aroma yang sedap langsung menyebar. Dia mencicipi sesuap makanan dengan hati-ha

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 42

    Carlos masuk dapur, mencoba mengakali sedikit makanan. Nasi sisa diseduh dengan air panas. Jangan salah, rasanya ternyata lumayan juga. Mungkin karena nasi itu dimasak oleh Tamara? Rasanya manis dan harum saat dimakan.Keesokan paginya, saat Tamara bangun lebih awal seperti biasa, dia langsung sadar nasi di penanak nasi tinggal setengah. Dia mengernyit sambil mencoba mengingat.'Apa nasinya terbuang sedikit waktu aku buang lauk semalam ya?'Tamara malas memikirkan lebih lanjut. Karena nasinya tidak cukup lagi untuk dimasak nasi goreng, dia akhirnya menggoreng telur dan sosis.Carlos bangun pagi-pagi demi sarapan. Namun, saat melihat menunya ternyata adalah makanan barat, dia langsung mengernyit. "Kenapa bukan nasi goreng?""Nasinya nggak cukup," jawab Tamara dengan tanpa ekspresi.Carlos terdiam sejenak saat teringat bahwa dia yang menghabiskan nasinya semalam. Dia merasa bersalah, tetapi tidak berani mengakuinya. "Kalau begitu, yang sisa itu tetap masakkin nasi goreng untukku saja."T

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status