Share

Bab 5

Author: Bertha
Di dalam kamar, Tamara awalnya sudah tertidur. Namun, suara ketukan keras di pintu dan teriakan membuatnya terbangun. Dia mengerutkan alis, menyalakan lampu, lalu berjalan ke pintu dengan kaki pincang.

"Tam ...." Di luar, Carlos baru saja ingin menggedor lagi dengan keras, tetapi tangannya mengenai udara.

"Kenapa kamu pulang? Tengah malam begini kenapa gedor-gedor pintu?" Nada suara Tamara tidak ramah, terdengar penuh ketidaksabaran.

Melihat sikapnya ini, Carlos semakin marah. Dia langsung meraih lengan Tamara dan berkata dengan penuh kesal, "Kenapa aku pulang? Memangnya salah kalau aku pulang ke rumah sendiri?"

Dalam sekejap, ketidaksabaran di wajah Tamara menghilang, digantikan ekspresi yang menunjukkan rasa sakit.

Carlos mengira dia ketakutan karena dimarahi dan kembali menjadi sosok yang penurut. Namun, tangan Tamara yang satu lagi justru berusaha menarik tangan Carlos, membuatnya sadar ada yang aneh dengan sensasi di telapak tangannya.

Begitu dia melepaskan genggamannya dan melihat telapak tangannya .... Darah?

Carlos baru sadar dirinya mencengkeramnya terlalu kuat. Luka di tangan Tamara terasa perih, air mata menggenang di matanya saat dia menatap pria yang bertingkah seperti orang gila di tengah malam.

"Kamu terluka?" Carlos hendak melihat lengan Tamara dengan lebih jelas, tetapi perempuan itu menghindar dengan sikap dingin.

"Kamu tanya aku? Bukannya ini semua gara-gara kamu?" balas Tamara dengan nada mengejek.

Carlos terdiam sejenak, lalu tiba-tiba teringat kejadian di mana dia melepaskan Tamara di pinggir jalan tadi.

Dia melirik ke arah siku Tamara. Kulitnya terkelupas cukup besar. Karena genggamannya barusan, darah kembali mengalir. Bukan hanya itu, saat melihat lebih ke bawah, dia melihat kaki Tamara yang penuh luka. Selain lepuh di punggung kaki, jari kakinya juga diperban dengan darah yang sedikit merembes keluar.

Carlos membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tetapi Tamara sudah berbalik dan hendak menutup pintu.

"Lepaskan." Tamara mengernyit, merasa tidak senang karena pintunya tidak bisa tertutup.

Carlos tetap tidak bisa mengucapkan kata maaf. Dia malah bertanya, "Kenapa kamu nggak angkat teleponku? Kamu tahu nggak kalau aku ...."

Tamara langsung menyeringai dingin. Heh, jadi alasan dia mengamuk tengah malam hanya karena teleponnya tidak diangkat? Alasan yang sangat penting.

Tamara terpincang-pincang menuju nakas. Carlos menatap punggungnya, entah kenapa dia merasa kesal.

"Ponselku jatuh dan layarnya pecah. Apa alasan ini cukup untukmu?" Tamara mengangkat ponselnya yang hancur dan memperlihatkannya ke Carlos.

Melihat layar yang benar-benar sudah tidak berbentuk, Carlos tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Tamara ...." Carlos hendak bicara, tetapi pintu langsung ditutup.

Carlos berdiri di depan pintu selama beberapa detik, lalu perlahan berbalik dan pergi.

Sementara itu, Tamara yang terbangun karena suara ribut tadi merasa sangat gusar. Dia melihat deretan panggilan tak terjawab di layar ponselnya yang rusak. Empat puluh panggilan?

Gila. Carlos membuangnya demi menemani Verona, jadi untuk apa menelepon sebanyak ini?

Tamara mematikan ponselnya lagi, tidak ingin memikirkannya lebih lanjut, lalu kembali tidur.

Di kamar utama, Carlos selesai mandi dan naik ke tempat tidur. Layar ponselnya menyala. Itu pesan dari Verona.

[ Gimana keadaan Tamara? Dia sudah pulang dengan selamat? Jangan menyulitkannya. ]

Melihat pesan ini, sedikit rasa bersalah yang tadi ada di hatinya langsung lenyap begitu saja. Dia kembali teringat bahwa semua ini tidak akan terjadi jika Tamara tidak mencoba melukai Verona lebih dulu.

[ Biarkan saja dia. Kamu tidur saja, selamat malam. ]

Di hotel, Verona tersenyum puas saat membaca pesan itu. Carlos terlihat sangat kesal pada Tamara.

Sudah lewat tengah malam dan Carlos masih harus bekerja besok. Dia mematikan lampu untuk tidur, tetapi tak lama kemudian, perutnya terasa tidak nyaman.

Sejak SMA, dia memang sudah punya masalah maag. Dulu, Verona selalu mengingatkannya makan dan merawatnya dengan penuh perhatian. Setelah masuk universitas, penyakitnya jarang kambuh. Namun, setelah mulai bekerja dan sering menghadiri pertemuan bisnis, maagnya mulai bermasalah lagi.

Biasanya, Tamara selalu menyiapkan sup herbal untuk menghangatkan perutnya, jadi dia bisa tidur dengan nyaman sampai pagi.

Dia pergi ke dapur, mengira akan menemukan semangkuk sup yang sudah disiapkan, tetapi ternyata panci dan kulkas kosong.

Tiba-tiba, dia teringat sup yang tumpah di depan pintu ruang privat tadi malam. Dia merasa sayang, tetapi di saat yang sama juga merasa kesal. Kenapa Tamara tidak menyiapkan lebih banyak?

Tanpa sadar, Carlos ingin membangunkannya dan menyuruhnya masak lagi. Namun, langkah kakinya terhenti di tengah jalan.

Dia mengatupkan bibir dan terdiam sesaat, lalu berbalik mencari kotak obat. Namun, ternyata kotak obat tidak ada.

Alisnya berkerut. Carlos teringat melihatnya tadi di nakas di kamar Tamara. Mungkin karena sedikit rasa bersalah yang tersisa, kali ini dia tidak memilih untuk mengetuk pintu dan membangunkannya.

Sebagai gantinya, dia mencari kunci cadangan dan membuka pintu dengan pelan. Gagang pintu berputar. Dia bahkan menahan napas dan berjalan sepelan mungkin.

Namun, tiba-tiba dia merasa dirinya konyol. Ini rumahnya sendiri, kenapa dia malah bertingkah seperti pencuri?

Kamar gelap gulita, ada aroma samar yang bercampur dengan bau obat. Di tempat tidur, Tamara tidur menyamping. Selimut hanya menutupi sebagian tubuhnya. Carlos hanya melirik sekilas. Dia hanya ingin mengambil obat dan segera pergi.

Namun, saat hendak berbalik, sudut matanya melihat sesuatu. Cahaya dari celah pintu kebetulan menerangi punggung Tamara.

Ujung bajunya sedikit tersingkap, memperlihatkan kulit yang penuh lebam besar. Bahkan dalam cahaya redup pun, warnanya terlihat sangat jelas.

Carlos terdiam sejenak, matanya menatap selama dua detik. Namun, pada akhirnya dia tetap memilih untuk pergi dan menutup pintu dengan pelan.

Itu hanya luka luar, bukan sesuatu yang serius. Lagi pula, kalau saja dia tidak iri pada Verona dan tidak sengaja menyiram kakinya sendiri dengan sup panas, dia juga tidak akan menggendongnya, apalagi terluka karena terjatuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 6

    Sepanjang malam sampai pagi, Carlos tidak bisa tidur nyenyak. Lambungnya sudah terbiasa dengan perawatan terbaik. Meskipun minum obat, rasa tidak nyaman itu tetap ada.Sebelum alarm berbunyi, dia sudah bangun. Saat hendak keluar kamar, dia melihat Tamara yang baru saja membuka pintu di seberang."Kamu mau ke mana?" tanya Carlos secara refleks."Masak," jawab Tamara datar, lalu menutup pintu dan menuju dapur dengan tertatih-tatih.Carlos terdiam. Biasanya setiap kali dia keluar kamar, sarapan sudah siap. Dia tidak pernah memperhatikan bahwa Tamara sudah bangun sejak pukul 5 pagi untuk menyiapkannya.Melihat langkahnya yang pincang, Carlos akhirnya berkata, "Nggak usah buat sarapan."Tamara menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Selama dua tahun terakhir, dia selalu melayani Carlos. Dia bahkan dipaksa untuk bangun dan memasak saat demam tinggi. Ini pertama kalinya Carlos mengatakan bahwa dia tidak perlu memasak.Dia menunduk, melihat kakinya yang terluka. Dia sempat berpikir ba

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 7

    Tamara mendongak menatapnya, mengepalkan tangan. Heh .... Demi memastikan wanita yang dicintainya bisa makan, pria ini malah memaksa dirinya yang terluka parah untuk masuk dapur. Dia benar-benar meremehkan Carlos. Pria ini bahkan tidak memiliki hati nurani."Kalian nggak bisa pesan makanan dari luar? Restoran juga bisa antar makanan, 'kan? Toh kamu juga nggak kekurangan uang," balas Tamara dengan dingin.Carlos menggigit bibirnya, pandangannya turun ke kaki Tamara sebelum dia mengambil ponselnya. Namun, saat itu Verona menyela, "Aku datang ke sini untuk jenguk Tamara dan masak untuknya. Kalau cuma pesan dari restoran, rasanya kurang tulus, 'kan?""Kalau begitu, kamu yang masak dong?" sahut Tamara dengan tidak acuh."Aku nggak terbiasa dengan dapur di sini. Aku baru saja menjatuhkan piring dan membuat Carlos khawatir." Verona berkedip dengan ekspresi polos."Begini saja, Rara, aku akan membantumu. Aku bisa mengantarkan hidangan, anggap saja aku ikut masak ya?"Senyuman Verona tampak cer

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 8

    Penampilannya yang tampak rapuh dan menyedihkan itu membuat Carlos langsung sadar dan buru-buru maju untuk menenangkan, "Ini bukan salahmu, jangan nangis."Verona terisak pelan. Carlos membantunya duduk di sofa ruang tamu. Suaranya sangat lembut saat menghibur wanita itu.Di dapur, Tamara merasa sangat menusuk hati saat mendengar percakapan mereka. Carlos tidak pernah menunjukkan sikap selembut itu kepadanya.Namun, sekarang dia tidak mengharapkannya lagi. Dia hanya ingin cepat-cepat pergi dari sini. Sesudah menstabilkan emosinya, dia kembali memasak.Ternyata perceraian lebih sulit dari yang dibayangkan. Awalnya Tamara mengira Carlos akan langsung menyetujuinya, tetapi sepertinya dia harus mencari cara lain.Pria itu boleh saja tidak mencintainya, tetapi tetap ingin menyiksanya. Semua ini adalah balasan atas keserakahannya pada dua tahun lalu.Di ruang tamu, Verona terus dihibur. Dia bersandar di dada Carlos, menikmati kelembutan pria itu, seolah-olah perasaan Carlos terhadapnya tidak

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 9

    Di depan pintu kamar mandi, Verona menatap pria yang tampak berantakan dengan penuh kekhawatiran. Dia bertanya, "Carlos, kamu nggak apa-apa? Tamara gimana?"Carlos menjawab dengan galak, "Aku nggak apa-apa, mau ganti baju dulu."Verona berpura-pura ingin membuka pintu kamar mandi, tetapi tangannya ditahan oleh Carlos.Pria itu memelototi pintu kaca sambil berujar, "Jangan masuk, wanita gila itu bakal semprot kamu nanti. Aku rasa dia seharusnya dikurung di rumah sakit jiwa.""Tamara pasti nggak sengaja, jangan marah ...." Verona mencoba menenangkan, berpura-pura menjadi penengah, tetapi yang dia dapat justru makian yang lebih kasar dari Carlos.Di dalam kamar mandi, di balik pintu, Tamara bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. Dia duduk di lantai, memeluk lututnya. Bibirnya bergetar, tangannya terkepal erat. Kebencian semakin mengakar.Carlos menjijikkan, begitu juga Verona. Mereka benar-benar pasangan yang serasi dan seharusnya dikunci bersama selamanya.Dia tidak seharusnya ik

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 10

    Sesampainya di rumah sakit, dokter yang melihat cedera Tamara langsung menegur, mengatakan bahwa dia tidak menyayangi tubuhnya sendiri. Semua lepuhan di kakinya sudah pecah. Jika sampai infeksi, itu bukan masalah sepele.Tamara hanya menunduk diam, menatap kaki yang merah dan penuh luka itu. Bukan karena dia tak peduli, tetapi ... ada orang yang sejak awal memang tak berniat membiarkannya hidup tenang.Dokter melanjutkan pemeriksaan, menemukan tulang ekor Tamara juga lebam parah, lengannya terluka, dan matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun dan tak ada seorang pun yang menemaninya.Beberapa hal ini membuat dokter mulai berspekulasi. Dokter berkata, "Nanti kita rontgen bagian pinggangmu dan aku bantu proses rawat inap. Untuk sekarang, jangan pulang dulu.""Terima kasih, Dokter." Tamara akhirnya bersuara, suaranya serak dan lemah.Perawat yang membantu mengurus rawat inap. Tamara tidak bisa berbaring telentang, hanya bisa tengkurap di ranjang

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 11

    Carlos membanting pintu dengan keras, lalu berbalik ke dapur menatap makanan yang dia bawa pulang tadi. Semua ini terasa sangat konyol. Setelah itu, dia melemparkan semuanya ke tempat sampah.Dia mengambil ponsel dan mencoba menelepon. Setelah mencoba tiga kali, tetap tidak ada yang menjawab. Saat dia hendak marah, dia baru teringat bahwa ponsel Tamara rusak.Carlos akhirnya tidak melanjutkan panggilan itu. Ekspresinya dingin dan penuh amarah saat kembali ke kamar utama untuk mandi dan bersiap tidur.Terserah wanita itu mau ke mana. Mau mati sekalipun bukan urusannya!Pukul 2 dini hari, di atas ranjang, Carlos terbangun karena perutnya tidak nyaman. Dengan ekspresi penuh kegusaran, dia memanggil, "Tamara, sup pereda mabuk ...."Carlos menoleh ke pintu kamar yang masih terbuka, ternyata posisinya masih sama setelah dibanting tadi. Dia pun menggertakkan giginya, lalu pergi mencari obat maag.Daging panggang tadi terlalu berminyak dan dia hanya makan sedikit. Apalagi, dia juga minum soju.

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 12

    "Ada apa, Carlos?" tanya Verona sambil duduk dan memeluk pinggang dari belakang.Carlos menepis tangannya, berkata dengan suara serak, "Maaf, tadi aku yang kelewatan. Istirahatlah yang baik."Setelah berkata begitu, dia buru-buru turun dari ranjang, hampir seperti melarikan diri dari tempat itu."Carlos! Carlos!" Verona berusaha mengejarnya. Namun, setelah membuka pintu, koridor sudah kosong.Di menggigit bibirnya, tangannya mencengkeram kusen pintu, tatapannya penuh dengan amarah.Di basemen, Carlos masuk ke mobil. Tatapannya masih kosong, hatinya masih belum tenang sejak tadi. Dia memegang keningnya dengan ekspresi penuh penyesalan.Dari sudut mata, dia melihat ke kursi penumpang depan. Di sana masih tergeletak sebuah ponsel baru. Dia segera mengalihkan pandangan, wajahnya tampak bersalah dan canggung.Di kamar hotel, setelah Verona menutup pintu, dia masuk ke kamar mandi. Ketika melihat bekas di lehernya dari cermin, senyuman sinis muncul di wajahnya. Dia memotretnya dan mengirimkan

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 13

    "Cari terus, aku nggak percaya dia bisa hilang begitu saja." Carlos menggertakkan giginya.Ihsan sudah menggunakan segala cara yang dia bisa, bahkan sudah menelepon beberapa kali, tetapi Tamara tetap tidak mengangkat.Ketika dia hampir putus asa, akhirnya satu panggilan berhasil tersambung dan kali ini diangkat."Nyonya! Kamu di mana?" Suara Ihsan terdengar sangat emosional."Kenapa mencariku?" Suara Tamara di ujung sana terdengar dingin."Ini ... soal Pak Carlos ...." Ihsan refleks menjawab, tetapi langsung menahan diri dan mengarang alasan, "Pak Carlos suruh aku cari dokumen, tapi aku nggak bisa menemukannya. Aku mau tanya, tapi Nyonya nggak di rumah. Dokumennya sangat mendesak ...."Tamara sungguh kehabisan kata-kata melihat Carlos. Pria ini sembarangan membuang barang, lalu menyuruhnya mencarinya?"Suruh dia cari sendiri," jawab Tamara dengan dingin."Tapi, Nyonya ... Pak Carlos rapat seharian. Dia sibuk ...." Ihsan pandai memainkan peran, suaranya terdengar tergesa-gesa dan gugup,

Latest chapter

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 50

    Tamara menatap pria di depannya dengan penuh kebencian dan menggertakkan gigi sambil menahan diri untuk tidak berkata apa pun lagi.Anjing rabies, maniak, gila .... Semua kata kasar ini rasanya masih belum cukup untuk menggambarkan Carlos. Pintu dikunci rapat. Bahkan dua kunci tambahan juga dipasang. Carlos sendiri berjaga di depan pintu.Tamara hanya menghela napas, lalu berbalik masuk ke kamarnya. Tidak ada gunanya bicara dengan orang gila. Melihat Tamara masuk, wajah Carlos sedikit melunak. Namun tidak lama kemudian, sebuah kotak perhiasan dilempar keluar dari kamar.Carlos menatap kotak itu dengan geram, giginya kembali bergemeletuk. Akan tetapi, dia tidak memungutnya.Mendengar keributannya sudah mereda, Verona yang berada di kamar tamu pun membuka pintu dan keluar dengan hati-hati. Dia memungut kalung itu, lalu melihat ke Carlos yang berdiri di depan pintu dan berkata dengan perhatian, "Carlos ... mungkin kamu salah paham sama Rara? Bagaimanapun, dia cinta sekali sama kamu.""Sal

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 49

    "Kasih saja sama siapa pun yang suka. Aku nggak butuh," ujar Tamara dengan tenang.Carlos hampir gila karena kesal. Dia menatap wajah Tamara, ekspresinya tetap sama tenang, datar, dan dingin. Persis seperti sedang menghadapi orang asing yang tidak punya hubungan apa pun dengannya."Kalau nggak ada urusan, silakan keluar. Aku mau tidur," kata Tamara mengusirnya dengan tegas."Baru jam sepuluh! Mau tidur apaan?!" Carlos membentak."Aku sudah beliin kamu sesuatu, bukan? Apa lagi yang masih membuatmu nggak puas? Hah? Coba ngomong!" teriaknya.Tamara terpaksa mundur setengah langkah. Sikap Carlos saat ini benar-benar seperti hendak memukulnya. Seketika, rasa takut menguar di dadanya.Dipukul saat masih dalam ikatan pernikahan hanya dihitung sebagai kekerasan dalam rumah tangga, bukan penganiayaan berat. Carlos paling-paling hanya akan dipenjara tiga tahun.Saat keduanya masih saling bersitegang, tiba-tiba ponsel Tamara yang tergeletak di atas ranjang berdering. Tamara langsung berlari untuk

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 48

    Mendengar ucapan itu, ekspresi riang di wajah Carlos perlahan memudar. Dia terdiam beberapa detik, lalu mengernyit sambil menatap ke depan. "Aku bukan lagi menghibur dia dan aku juga nggak punya perasaan apa-apa.""Tapi bukankah kalung itu ... kamu beli untuk dia?" tanya Verona dengan menggertakkan gigi.Carlos kembali diam. Kali ini, lebih lama dari sebelumnya. Entah berapa menit kemudian, akhirnya dia membuka mulut dengan canggung, "Aku beliin untuk bantu kamu ganti rugi. Jangan mikir yang aneh-aneh.""Aku sama dia cuma nikah kontrak, dipaksa sama Kakek. Seumur hidup aku nggak akan jatuh cinta sama dia."Kalau sebelumnya Verona mungkin akan percaya kata-katanya, kali ini tidak. Sebab, waktu Carlos menawar kalung mahkota mawar tadi, dia bahkan tidak menanyakan pendapat Verona dan langsung menawar gila-gilaan.Sebaliknya, Carlos bahkan tidak pernah mengatakan hendak membelikannya apa pun. Bukankah sudah jelas sekali perbedaan antara dicintai atau tidak?Sesampainya di kompleks, di dala

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 47

    Di seberang.Carlos mengirimkan pesan dari ponselnya untuk mencari informasi soal barang-barang yang akan dilelang malam ini terlebih dahulu. Karena terlalu fokus, dia sama sekali tidak melihat wajah Verona yang saat itu tampak penuh cemburu dan kesal.Usai makan malam, Carlos mengantar Verona ke tempat pelelangan.Sepanjang perjalanan, Verona masih berpikir optimis. Dia yakin Carlos pasti akan membelikannya sesuatu juga. Soal kalung buat Tamara ... nanti tinggal dia rebut saja.Membayangkan hal itu, sudut bibir Verona terangkat. Dia mengepalkan tangannya pelan dan mendengus dingin dalam hati.Saat lelang resmi dimulai."Verona, gimana menurutmu kalung ruby ini?" tanya Carlos sambil menunjuk katalog ke arahnya.Verona langsung tersenyum malu-malu. Sesuai dugaan, Carlos tidak akan melupakannya. "Warna dan kilaunya cantik sekali, cerah tapi tetap anggun," jawabnya dengan suara manja dan penuh harapan.Carlos mengelus dagunya dan menilai, "Memang terlalu mencolok. Nggak cocok untuk Tamara

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 46

    "Nggak berharga? Hehe, iya benar. Bagimu, semua itu memang nggak berharga." Tamara memelototinya dengan sekujur tubuh yang gemetaran dan menggertakkan gigi.Padahal Verona yang membuang barangnya, tapi Carlos malah menuduhnya perhitungan. Melihat wajahnya yang hampir menangis dan mata berkaca-kaca, Carlos langsung tertegun."Cuma sebuah kalung, 'kan? Kubelikan lagi saja untukmu sebagai ganti rugi," ujar Carlos dengan nada melunak."Aku nggak butuh ganti rugi darimu! Bagiku, seberapa banyak pun uangnya, nggak akan bisa beli nilai kalung itu!" ujar Tamara dengan bibir bergetar, lalu berbalik dengan penuh amarah."Jangan nggak tahu diri! Aku sudah bilang mau bantu Verona ganti rugi, kamu masih mau apa lagi?" Carlos juga mulai emosi dan membentaknya.Yang menjawab hanyalah suara pintu kamar yang dibanting tertutup. Carlos pun semakin marah.Padahal dia belum sempat menegur sikap Tamara selama beberapa hari ini, sekarang malah dirinya yang kena semprot duluan."Carlos, maaf ya, ini semua sa

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 45

    Lima hari yang lalu, Carlos pulang dan kembali bertengkar dengan Tamara malamnya. Dia memarahi Tamara dan menganggapnya malas karena menyuruh Verona yang mengantar makanan. Dia juga bahkan menuduh Tamara bersikap dingin dan tidak membalas pesannya.Namun yang membuatnya terkejut adalah, Tamara tidak membantah satu kata pun. Dia hanya diam dan mendengarkan semuanya tanpa emosi. Justru Verona yang mengambil alih dan mengaku bahwa dirinya sendiri yang ingin mengantar makan.Setelah itu, selama beberapa hari berturut-turut, memang hanya Verona yang datang mengantarkan makanan.Carlos mengatupkan bibirnya. Tamara sudah terlalu lama bersikap dingin dan seenaknya, sampai-sampai dia merasa sudah tak sanggup lagi menoleransinya. Sepertinya dia memang sudah terlalu memanjakan Tamara, hingga perempuan itu kini bahkan tidak tahu lagi bagaimana menempatkan diri.Dengan wajah muram, Carlos berdiri. Dia sudah memutuskan, malam ini dia akan memberi Tamara "pelajaran".Pukul lima sore.Verona lebih dul

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 44

    Resepsionis itu menundukkan kepala dan tidak berani membantahnya. Ihsan yang mengikuti di belakang Verona, memutar matanya dengan sinis saat melihat sikap Verona yang angkuh ini. Bahkan istri sah saja tidak searogan pelakor ini. Hanya saja, entah kenapa Carlos menyukai wanita ini ....Saat ini, di rumah.Tamara sedang sibuk memperbarui dan menyunting CV miliknya. Ada celah dua tahun di riwayat kerjanya. Meskipun dia bisa saja masuk lewat koneksi perusahaan kakak seniornya, tetap saja bagian HR harus menyetujuinya dulu.Ponselnya sudah bergetar tujuh atau delapan kali. Tamara bahkan tidak meliriknya sama sekali.Pasti Carlos lagi. Mungkin terlalu senggang sehabis makan, sekarang dia mulai bertingkah lagi. Marah-marah sambil membela Verona-nya. Memangnya tadi siapa yang nyuruh Verona ngantar makanan? Jelas-jelas dia sendiri yang ngotot ingin pergi.Namun, karena dokumen perceraian sudah diberikan, Tamara pikir seharusnya Verona tidak akan main kotor lagi dengan meracuni makanan lalu menj

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 43

    "Kaget karena lihat aku yang datang ya?" Verona tersenyum, lalu berkata dengan setengah bercanda, "Atau kamu kecewa karena yang datang bukan Rara?"Carlos langsung mengerutkan kening. Tanpa berpikir panjang, dia membantah, "Mana mungkin. Jangan buat aku jijik."Verona tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat. Saat itu Carlos menambahkan, "Ngantar makanan itu kewajiban dia. Masa aku pelihara dia cuma untuk numpang hidup? Aku cuma nggak mau kamu capek, kamu nggak seharusnya kerjakan hal begitu.""Aku cuma sekalian lewat saja, kok. Lagi pula, belakangan ini aku nggak ada jadwal peragaan busana, jadi cuma kerja setengah hari," jawab Verona."Taruh saja di meja. Nanti aku suruh asisten antarin kamu ke studio," kata Carlos sambil bangkit menuju sofa."Nggak usah buru-buru, aku temanin kamu sebentar ya," kata Verona sambil tersenyum dan duduk merapat di sebelahnya.Carlos tidak menjawab. Begitu kotak makan dibuka, aroma yang sedap langsung menyebar. Dia mencicipi sesuap makanan dengan hati-ha

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 42

    Carlos masuk dapur, mencoba mengakali sedikit makanan. Nasi sisa diseduh dengan air panas. Jangan salah, rasanya ternyata lumayan juga. Mungkin karena nasi itu dimasak oleh Tamara? Rasanya manis dan harum saat dimakan.Keesokan paginya, saat Tamara bangun lebih awal seperti biasa, dia langsung sadar nasi di penanak nasi tinggal setengah. Dia mengernyit sambil mencoba mengingat.'Apa nasinya terbuang sedikit waktu aku buang lauk semalam ya?'Tamara malas memikirkan lebih lanjut. Karena nasinya tidak cukup lagi untuk dimasak nasi goreng, dia akhirnya menggoreng telur dan sosis.Carlos bangun pagi-pagi demi sarapan. Namun, saat melihat menunya ternyata adalah makanan barat, dia langsung mengernyit. "Kenapa bukan nasi goreng?""Nasinya nggak cukup," jawab Tamara dengan tanpa ekspresi.Carlos terdiam sejenak saat teringat bahwa dia yang menghabiskan nasinya semalam. Dia merasa bersalah, tetapi tidak berani mengakuinya. "Kalau begitu, yang sisa itu tetap masakkin nasi goreng untukku saja."T

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status