"Tamara, Carlos sekarang sudah sadar akan kesalahannya. Beberapa hari ini dia terus mencarimu," ujar Arham."Perempuan itu akan kuurus. Apa bisa kamu maafin Carlos sekali ini saja? Beri dia satu kesempatan lagi.""Sebenarnya Carlos sudah jatuh cinta padamu, hanya saja sebelumnya dia nggak menyadarinya. Tadi dia baru bilang padaku kalau dia nggak mau cerai denganmu, bahkan sampai nangis. Aku janji, ke depannya dia akan jadi suami yang baik."Di seberang telepon, setelah mendengar semua yang dikatakan Arham, ekspresi Tamara tetap dingin tanpa goyah sedikit pun.Seharusnya sejak awal dia tahu Arham pasti bisa mengurus perceraian ini dengan baik. Dia tidak seharusnya mengangkat telepon ini.Ingin membela Carlos? Heh. Bahkan dunia kiamat, umat manusia punah, dan matahari terbit dari barat lebih bisa dipercaya dibanding Carlos."Pak Arham, kamu ingin aku memberinya satu kesempatan. Tapi, aku juga ingin minta kamu memberiku satu kesempatan untuk hidup," ucap Tamara.Di sana, Arham tertegun men
"Jadi ... semuanya benar?" Di seberang sana, meskipun sudah mendapat jawaban, Arham masih sulit memercayainya."Bukan cuma benar, masih ada yang lainnya," balas Ihsan. "Begini saja, aku kirimkan semua informasi lewat pesan."Setelah itu, panggilan pun diakhiri. Ihsan mulai mengetik dan mengirim semua hal yang dia tahu tentang penderitaan Tamara, termasuk Carlos yang membawa selingkuhannya masuk ke rumah.Bagaimanapun, sekarang mereka sudah resmi bercerai. Ihsan merasa Arham berpihak pada Tamara dan setidaknya bisa membantu Tamara mendapatkan sedikit keadilan.Suasana di dalam mobil sangat hening. Di kursi belakang, Carlos hanya bisa duduk diam, tatapannya kosong dan linglung.Dia masih tidak percaya bahwa dia dan Tamara benar-benar sudah bercerai. Pada saat yang sama, dia mulai mencerna kenyataan tentang dua tahun lalu.Kakeknya yang memaksa Tamara menikah dengannya. Tamara dari awal ternyata tidak bersalah. Namun, karena hal itu, dia membenci Tamara selama dua tahun!Carlos menutup waj
Di kursi penumpang depan, Ihsan mendengar Carlos yang menangis sambil berteriak putus asa. Dia mengernyit dan menghela napas dalam hati.Kini, menyesal pun tidak ada gunanya. Beberapa hari lalu, dia sudah mengingatkan Carlos untuk menghadapi perasaannya sendiri. Namun, saat itu Carlos bersikeras mengatakan dia tidak akan pernah menyesal.Di rumah lama Keluarga Suratman, meskipun Carlos sudah memohon, bahkan menangis sejadi-jadinya, kali ini Arham sudah membulatkan tekadnya.Sedikit niat yang sebelumnya masih tersisa untuk mendamaikan mereka telah sirna sepenuhnya. Telepon ditolak tanpa belas kasihan, hanya meninggalkan satu kalimat dingin. "Kamu nggak pantas untuk Tamara."Di kursi belakang mobil, Carlos mencoba menelepon kembali, tetapi kakeknya tidak mengangkat. Saat itulah, hatinya benar-benar hancur. Penyesalan yang dalam mulai menggerogoti dirinya.Pria yang biasanya selalu terlihat kuat dan dingin itu kini malah menangis tersedu-sedu, seperti anak anjing malang yang ditinggalkan d
Jacob menoleh ke arah Tamara. Gadis itu memakai riasan tipis, warna lipstiknya merah tetapi tak mencolok. Keseluruhan penampilannya tampak bersih dan elegan, menambah kesan segar."Sama sekali nggak aneh, kamu sangat cantik," puji Jacob tanpa ragu sedikit pun. "Waktu kuliah dulu, kamu itu primadona. Selain cantik, kamu juga sangat berprestasi. Yang naksir kamu tak terhitung jumlahnya.""Kak Jacob, jangan menggodaku begitu dong," timpal Tamara dengan sedikit malu dan canggung.Jacob hanya tertawa ringan. Melihat Tamara yang masih pemalu seperti dulu, membuatnya merasa seperti kembali ke masa kuliah.Sebenarnya, dia ingin menanyakan apakah Tamara sekarang punya pacar atau tidak. Namun, karena mereka baru bertemu lagi setelah lama tak berjumpa, rasanya terlalu cepat untuk menanyakan hal seperti itu. Jadi, dia memutuskan untuk menunggu waktu yang lebih tepat.Di sela obrolan, lift tiba di lantai dua belas. Jacob memimpin jalan dan mulai memperkenalkan, "Lihat, ini nama perusahaan kita, Rich
Mendengar itu, Tamara menunduk dan melirik Jacob, lalu berkata, "Maaf, kemampuanku terbatas. Aku rasa aku nggak cukup pantas untuk posisi itu. Posisi sebagai staf biasa di departemen desain sudah cukup kok."Para pewawancara agak terkejut saat mendengar Tamara menolak tawaran tersebut."Terima kasih atas pengakuan kalian. Tapi, soal kompetisi di kampus, itu adalah hasil kerja sama tim. Pemimpinnya adalah Pak Jacob. Aku hanya asisten, jadi nggak bisa mengeklaim semua kreditnya," lanjut Tamara."Aku sangat memahami kelemahan sendiri. Ini pertama kalinya aku masuk ke dunia kerja. Masih banyak yang harus kupelajari, apalagi soal memimpin tim. Kalaupun nanti ada promosi, aku ingin memulainya dari bawah."Setelah mendengar pernyataannya yang jujur dan rendah hati, para pewawancara justru semakin menghargainya. Kemudian, mereka refleks menoleh ke arah Jacob.Jacob tampak sedikit tidak senang. Namun, sebelum dia sempat bersuara, Tamara menoleh padanya dan berkata, "Kak Jacob, kamu lupa apa yang
Sebenarnya, Carlos juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Kini, Arham adalah satu-satunya orang yang masih bisa menghubungi Tamara. Hanya saja, Carlos tidak bisa mendapatkan akses itu.Pagi harinya, seorang manajer datang membawa dokumen perencanaan produk untuk dibahas dengan Carlos. Setelah berbicara sejenak, dia menyadari bahwa Carlos benar-benar tidak fokus. Matanya tampak bengkak dan merah. Akhirnya, si manajer memilih untuk pergi lebih dulu."Pak Ihsan, kamu tahu kenapa Pak Carlos seperti itu?" tanya manajer itu pada Ihsan yang sedang berada di ruang asisten."Hais ... putus cinta," jawab Ihsan sambil mendongak dari depan komputer, menjawab tanpa pikir panjang.Namun, setelah berkata begitu, dia langsung merasa jawabannya kurang tepat. Karena Tamara dan Carlos sudah menikah, bukan sekadar berpacaran, jadi seharusnya ... putus nikah dong?Huft. Pria yang baru bercerai memang biasanya akan tenggelam dalam masa suram dan kehilangan arah, apalagi semua ini salah Carlos sendiri. Ihsan h
Pada hari Tamara Raveena memutuskan untuk bercerai, ada dua hal yang terjadi.Pertama, cinta pertama Carlos kembali ke negara ini. Demi menyambutnya, Carlos menghabiskan puluhan miliar untuk memesan kapal pesiar dan menghabiskan dua hari dua malam yang penuh gairah bersama wanita itu di sana. Berita tentang mereka yang akan kembali bersama pun menyebar di mana-mana.Kedua, Tamara menerima undangan dari seniornya untuk kembali ke perusahaan yang dulu mereka dirikan bersama dan menjabat sebagai direktur. Sebulan lagi, dia akan pergi.Tentu saja, tidak ada yang peduli dengan apa yang akan dia lakukan. Di mata Carlos, dirinya hanyalah pembantu yang menikah dengannya dan menjadi bagian dari Keluarga Suratman.Jadi, tanpa memberi tahu siapa pun, Tamara menghapus semua jejak keberadaannya di rumah Keluarga Suratman selama dua tahun terakhir. Dia diam-diam membeli tiket pesawat untuk pergi.Tiga hari lagi, segala sesuatu di sini tak ada hubungannya lagi dengannya. Dia dan Carlos akan menjadi o
Carlos menggendong Verona dan berjalan keluar dengan langkah besar. Saat melewati pintu, bahunya bertabrakan dengan Tamara, membuat Tamara terhuyung dan jatuh ke ambang pintu.Rasa sakit di punggung kaki dan betisnya membuatnya secara refleks menggenggam tepi pintu. Berbagai tatapan dari dalam ruangan tertuju padanya, dari menghina sampai mencemooh ....Namun, Tamara sudah tidak peduli lagi. Dia perlahan berbalik, lalu bersandar pada dinding dan meninggalkan tempat itu dengan susah payah. Setibanya di klinik, seorang perawat mengobati lukanya. Saat melihat luka di punggung kakinya, perawat itu terkejut sampai menarik napas. Lepuh di kakinya telah membengkak sepenuhnya, yang terbesar bahkan seukuran roti kecil, sementara yang lainnya seperti untaian mutiara. Sungguh pemandangan yang mengerikan."Astaga! Kok bisa sampai separah ini?" tanya perawat itu dengan kaget.Tamara menahan rasa sakitnya sepanjang jalan, sehingga otot-otot wajahnya menjadi kaku dan tidak mampu menjawab sepatah
Sebenarnya, Carlos juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Kini, Arham adalah satu-satunya orang yang masih bisa menghubungi Tamara. Hanya saja, Carlos tidak bisa mendapatkan akses itu.Pagi harinya, seorang manajer datang membawa dokumen perencanaan produk untuk dibahas dengan Carlos. Setelah berbicara sejenak, dia menyadari bahwa Carlos benar-benar tidak fokus. Matanya tampak bengkak dan merah. Akhirnya, si manajer memilih untuk pergi lebih dulu."Pak Ihsan, kamu tahu kenapa Pak Carlos seperti itu?" tanya manajer itu pada Ihsan yang sedang berada di ruang asisten."Hais ... putus cinta," jawab Ihsan sambil mendongak dari depan komputer, menjawab tanpa pikir panjang.Namun, setelah berkata begitu, dia langsung merasa jawabannya kurang tepat. Karena Tamara dan Carlos sudah menikah, bukan sekadar berpacaran, jadi seharusnya ... putus nikah dong?Huft. Pria yang baru bercerai memang biasanya akan tenggelam dalam masa suram dan kehilangan arah, apalagi semua ini salah Carlos sendiri. Ihsan h
Mendengar itu, Tamara menunduk dan melirik Jacob, lalu berkata, "Maaf, kemampuanku terbatas. Aku rasa aku nggak cukup pantas untuk posisi itu. Posisi sebagai staf biasa di departemen desain sudah cukup kok."Para pewawancara agak terkejut saat mendengar Tamara menolak tawaran tersebut."Terima kasih atas pengakuan kalian. Tapi, soal kompetisi di kampus, itu adalah hasil kerja sama tim. Pemimpinnya adalah Pak Jacob. Aku hanya asisten, jadi nggak bisa mengeklaim semua kreditnya," lanjut Tamara."Aku sangat memahami kelemahan sendiri. Ini pertama kalinya aku masuk ke dunia kerja. Masih banyak yang harus kupelajari, apalagi soal memimpin tim. Kalaupun nanti ada promosi, aku ingin memulainya dari bawah."Setelah mendengar pernyataannya yang jujur dan rendah hati, para pewawancara justru semakin menghargainya. Kemudian, mereka refleks menoleh ke arah Jacob.Jacob tampak sedikit tidak senang. Namun, sebelum dia sempat bersuara, Tamara menoleh padanya dan berkata, "Kak Jacob, kamu lupa apa yang
Jacob menoleh ke arah Tamara. Gadis itu memakai riasan tipis, warna lipstiknya merah tetapi tak mencolok. Keseluruhan penampilannya tampak bersih dan elegan, menambah kesan segar."Sama sekali nggak aneh, kamu sangat cantik," puji Jacob tanpa ragu sedikit pun. "Waktu kuliah dulu, kamu itu primadona. Selain cantik, kamu juga sangat berprestasi. Yang naksir kamu tak terhitung jumlahnya.""Kak Jacob, jangan menggodaku begitu dong," timpal Tamara dengan sedikit malu dan canggung.Jacob hanya tertawa ringan. Melihat Tamara yang masih pemalu seperti dulu, membuatnya merasa seperti kembali ke masa kuliah.Sebenarnya, dia ingin menanyakan apakah Tamara sekarang punya pacar atau tidak. Namun, karena mereka baru bertemu lagi setelah lama tak berjumpa, rasanya terlalu cepat untuk menanyakan hal seperti itu. Jadi, dia memutuskan untuk menunggu waktu yang lebih tepat.Di sela obrolan, lift tiba di lantai dua belas. Jacob memimpin jalan dan mulai memperkenalkan, "Lihat, ini nama perusahaan kita, Rich
Di kursi penumpang depan, Ihsan mendengar Carlos yang menangis sambil berteriak putus asa. Dia mengernyit dan menghela napas dalam hati.Kini, menyesal pun tidak ada gunanya. Beberapa hari lalu, dia sudah mengingatkan Carlos untuk menghadapi perasaannya sendiri. Namun, saat itu Carlos bersikeras mengatakan dia tidak akan pernah menyesal.Di rumah lama Keluarga Suratman, meskipun Carlos sudah memohon, bahkan menangis sejadi-jadinya, kali ini Arham sudah membulatkan tekadnya.Sedikit niat yang sebelumnya masih tersisa untuk mendamaikan mereka telah sirna sepenuhnya. Telepon ditolak tanpa belas kasihan, hanya meninggalkan satu kalimat dingin. "Kamu nggak pantas untuk Tamara."Di kursi belakang mobil, Carlos mencoba menelepon kembali, tetapi kakeknya tidak mengangkat. Saat itulah, hatinya benar-benar hancur. Penyesalan yang dalam mulai menggerogoti dirinya.Pria yang biasanya selalu terlihat kuat dan dingin itu kini malah menangis tersedu-sedu, seperti anak anjing malang yang ditinggalkan d
"Jadi ... semuanya benar?" Di seberang sana, meskipun sudah mendapat jawaban, Arham masih sulit memercayainya."Bukan cuma benar, masih ada yang lainnya," balas Ihsan. "Begini saja, aku kirimkan semua informasi lewat pesan."Setelah itu, panggilan pun diakhiri. Ihsan mulai mengetik dan mengirim semua hal yang dia tahu tentang penderitaan Tamara, termasuk Carlos yang membawa selingkuhannya masuk ke rumah.Bagaimanapun, sekarang mereka sudah resmi bercerai. Ihsan merasa Arham berpihak pada Tamara dan setidaknya bisa membantu Tamara mendapatkan sedikit keadilan.Suasana di dalam mobil sangat hening. Di kursi belakang, Carlos hanya bisa duduk diam, tatapannya kosong dan linglung.Dia masih tidak percaya bahwa dia dan Tamara benar-benar sudah bercerai. Pada saat yang sama, dia mulai mencerna kenyataan tentang dua tahun lalu.Kakeknya yang memaksa Tamara menikah dengannya. Tamara dari awal ternyata tidak bersalah. Namun, karena hal itu, dia membenci Tamara selama dua tahun!Carlos menutup waj
"Tamara, Carlos sekarang sudah sadar akan kesalahannya. Beberapa hari ini dia terus mencarimu," ujar Arham."Perempuan itu akan kuurus. Apa bisa kamu maafin Carlos sekali ini saja? Beri dia satu kesempatan lagi.""Sebenarnya Carlos sudah jatuh cinta padamu, hanya saja sebelumnya dia nggak menyadarinya. Tadi dia baru bilang padaku kalau dia nggak mau cerai denganmu, bahkan sampai nangis. Aku janji, ke depannya dia akan jadi suami yang baik."Di seberang telepon, setelah mendengar semua yang dikatakan Arham, ekspresi Tamara tetap dingin tanpa goyah sedikit pun.Seharusnya sejak awal dia tahu Arham pasti bisa mengurus perceraian ini dengan baik. Dia tidak seharusnya mengangkat telepon ini.Ingin membela Carlos? Heh. Bahkan dunia kiamat, umat manusia punah, dan matahari terbit dari barat lebih bisa dipercaya dibanding Carlos."Pak Arham, kamu ingin aku memberinya satu kesempatan. Tapi, aku juga ingin minta kamu memberiku satu kesempatan untuk hidup," ucap Tamara.Di sana, Arham tertegun men
Setelah sarapan selesai, Ihsan tiba di rumah lama bersama pengacara. Begitu mereka tiba, Carlos langsung ingin mengusir mereka."Haha, kenapa? Panik? Kita adakan konfrontasi tiga pihak sekalian, biar kamu nggak bisa menuduh Rara memalsukan dokumen lagi," sindir Arham dingin.Carlos menggertakkan gigi, lalu menatap pengacaranya dengan penuh ancaman agar tidak bicara sembarangan. Bahkan, dia diam-diam mengirim pesan lewat ponsel, menyuruhnya mengatakan bahwa tanda tangan itu palsu. Namun, semua itu langsung terbaca oleh Arham.Arham pun memerintahkan kepala pelayan untuk menyita semua alat komunikasi dari kedua pengacara. Dokumen asli dibawa untuk dibandingkan langsung dan para pelayan menjaga Carlos agar tidak bisa mendekat.Akhirnya, kedua pengacara menyimpulkan hasil yang sama dan bangkit untuk melapor, "Pak Arham, ini memang tanda tangan asli Pak Carlos."Duar! Dunia seakan-akan runtuh. Carlos berdiri mematung, matanya memerah. Dia berteriak, "Aku nggak pernah menandatangani itu! Ngga
"Waktu itu kamu masih SMP 3, masa transisi penting menuju SMA. Aku sama sekali nggak izinin perempuan itu masuk rumah. Aku jaga posisimu sebagai cucu sulung dari garis utama dan nggak izinin anak haram itu masuk ke silsilah Keluarga Suratman," kata Arham."Dan kamu sekarang? Setelah dewasa malah jadi seperti ayahmu! Memang benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya!"Meskipun tidak ada satu kata kotor pun, bagi Carlos kata-kata itu terasa seperti makian paling menyakitkan. Hatinya seperti tertusuk dan berdarah."Maafkan aku, Kek. Hotel tempat Verona menginap diintai paparazi, tasnya dirampas. Dia nggak punya dokumen, jadi nggak bisa check-in hotel." Carlos berusaha menjelaskan pelan."Terus, kamu izinin dia tinggal di rumahmu? Baik banget kamu ini. Kenapa nggak sekalian adopsi kucing dan anjing liar juga?" bentak Arham langsung.Carlos seketika bungkam, tak bisa menjawab, hanya diam."Sudah berapa lama dia tinggal di sana?" tanya Arham lagi.Carlos tidak langsung menjawab, sempat berpikir
Di dekat pintu, Verona akhirnya terbangun. Melihat Carlos sudah bangun, dia menopang dinding untuk berdiri. Suaranya serak saat berbicara."Carlos ... gimana kalau kita mulai dari awal lagi? Kita lupakan dua tahun itu, kita berdua memang sama-sama salah."Carlos keluar, tetapi lengannya ditarik oleh Verona. Dia menepis dengan wajah dingin dan berkata, "Aku sudah bilang jelas tadi malam. Kamu mau main sandiwara kasihan juga percuma. Hari ini juga kamu harus pindah dari rumahku.""Carlos, Carlos ...." Verona mengikuti dari belakang, tetapi karena semalaman tidur di dekat pintu, tubuhnya kaku dan lemah hingga dia tersungkur ke lantai.Dia kira Carlos akan seperti dulu, segera balik dan menolongnya, menenangkan dan menghiburnya. Namun, kali ini,Carlos bahkan tidak menoleh sedikit pun, langsung ke pintu dan mengganti sepatu.Setelah selesai, Carlos baru menoleh. Saat itu, Verona sedang mendongak, masih dalam posisi jatuh. Matanya penuh air mata."Carlos ...," panggil Verona. Namun, ekspresi