“Hahh….”Lagi untuk kedua kali pria dewasa yang Gwen kira umurnya memasuki 30-an itu mengeluarkan spermanya dengan jumlah cukup banyak. Padahal belum ada satu jam dirinya memberikan service.
Wajah nikmat pria itu sedikit membuat hati Gwen tergugah. Walaupun senjata pria itu belum tidur, tapi Gwen tahu bahwa pria itu sudah merasa puas. Segera Gwen turun dari kasur dan memakai bajunya, membuat pria itu bingung.
“Apa yang kamu lakukan?” Gwen mengangkat bahu dan menatap pria itu malas.“Aku ingin pulang. Aku sudah selesai.”
“What?!” Pria yang sialnya sangat tampan itu bangun dengan wajah menahan amarah karena tak terima. Seperti pria-pria lainnya.
“Aku sudah membuatmu mencapai orgasme dua kali dan aku rasa itu cukup.” Terdengar geraman tak terima dari pria itu.
“Apa maksudmu melakukan semua ini? Bahkan kita belum sampai ke intinya.” Gwen menaikkan alisnya menatap pria itu tak minat.
“Aku sedang malas. Aku pulang.” Saat Gwen melangkahkan kaki sudah seperti biasanya lengannya ditahan.
“Kau tidak bisa lari begitu saja. Aku ingin dirimu, sedari tadi aku ingin dirimu. Apa kau paham? Atau kau perlu kubayar? Berapapun akan ku bayar tubuhmu ini.” Gwen berdecih tak suka mendengarnya. Ia juga sudah sering mendegarnya.
“Aku tidak butuh uangmu. Aku sudah punya banyak uang. Aku melakukan ini karena ingin bersenang-senang. Jadi simpan uangmu dan lepaskan aku.” Gwen mencoba melepaskan lengannya yang terasa perih tetapi pria ini tidak mau melepaskannya. Malah tatapan mengintimidasi pria itu semakin menusuk tubuhnya.
Senyum sinis pria itu seakan meremehkan dirinya. “Kalau begitu bagus. Aku pun akan bersenang-senang walau harus memaksamu.” Gwen langsung ditarik kedalam pelukan pria itu dan diserangnya bibir Gwen habis-habisan. Belum lagi tubuhnya yang ditahan erat oleh kedua tangan pemuda itu.
Gwen menjadi kewalahan karenanya. Tapi ia tidak akan pernah membiarkan apa yang dijaganya hilang malam ini karena pria egois yang sedang diburu nafsu ini. Seperti biasa Gwen seakan menikmati ciuman ini dan meletakkan lengannya ditengkuk pria itu.
Senyum kemenangan dapat dirasakan dibibirnya, ini juga sudah biasa. Segera Gwen akan memukul tengkuk pria ini agar tak sadarkan diri, tapi ia kalah cepat. Tangannya sudah ditangkap oleh pria itu.
Membuat Gwen tersentak. Pria ini ternyata pandai bela diri, semakin membuat Gwen waspada. Ciuman itu terlepas dan senyum kemenangan dibibir pria itu semakin lebar.
“Jangan lakukan hal apapun untuk membuatmu lari dariku. Karena aku tidak akan melepaskan dirimu.” Tubuhnya kembali dijatuhkan diatas kasur empuk itu diikuti pria itu yang menindih tubuhnya. Membuat Gwen sedikit ketakutan. Pria itu terkekeh sinis melihat wajahnya yang ketakutan tapi tak pernah memberinya kesempatan.“Ku mohon. Biarkan aku keluar dari sini.” Ujar Gwen dengan tubuh gemetar. Bagaimana tidak, ia akan disetubuhi oleh pria yang tidak dikenalnya. Pria asing.
“Tidak akan.” Pria itu menciumnya dengan kasar entah untuk keberapa kalinya. Tangan pria itu pun dengan bringas merobek bajunya. Gwen sudah berusaha memberontak tapi gagal. Ia berusaha membalik keadaan pun tak bisa. “Ku mohon.. Aku tidak ingin melakukan hal itu sekarang. Aku akan memberi service yang lain tapi bukan untuk yang itu.” Pinta Gwen dengan menahan desahannya.
Gwen kembali ingin memukul tengkuk pria itu tapi kembali gagal. Bahkan kali ini kedua tangannya ditahan diatas kepala dengan salah satu tangan besar pria ini. Setelah tadi tubuhnya, kini bibir Gwen dihisapnya lagi. Tapi sialnya satu tangan pria itu turun menuju perutnya. Gwen menggeleng dalam ciuman mereka, tetapi pria itu tetap menyumpal bibirnya.
Dan masuk. Tangan besar pria itu dengan lancar masuk kedalam celananya. Mengusap kewanitaannya pelan dibalik celana dalam. Membuat Gwen menggigit keras bibir pria itu.
“Sialan! Jangan lakukan itu seakan-akan ini pertama kalinya bagimu. Aku tahu kau sudah berpengalaman, jadi biarkan aku menjadi salah satu diantara pria lain yang beruntung mencoba tubuhmu.” Gwen menggeleng kembali, belum sempat ia berbicara pria itu kembali mencium bibirnya. Kali ini dengan lembut berhasil membuat Gwen terbawa.
Hingga ia merasakan sesuatu itu masuk kedalam dirinya. Jari pria itu dimasukkan kedalam kewanitaannya, membuatnya melenguh dan mendesah tak karuan.
“Shit! Sempit sekali. Ini hanya satu jariku. Bagaimana dengan Juniorku nanti.” Geram Max menikmati gerakan tangannya yang memporak porandakan kemaluan gadis dibawahnya yang masih terbalut celana.
Dan untuk pertama kalinya Gwen orgasme membuat dua jari Max dilumuri cairan yang langsung dijilatnya. Melihat Gwen terkapar lemas, Max segera membuka celana gadis itu tak sabar.
Dan kini mereka sudah sama, tanpa sehelai benang pun. Membuat Max entah untuk keberapa kali terpana akan keindahan di depannya. Bersih tanpa bulu membuat daging merah merekah itu semakin terlihat menggiurkan. Tanpa izin Max melebarkan kaki gadis itu hingga lembah itu terpampang di depan matanya.
Diciumnya, dijilat dan dihisapnya daging merah itu. Harum tubuh gadis itu menguar membuat Max kembali menjadi gila karenanya. Gwen sudah terengah-engah karena tindakan pria di bawahnya. Belum lagi lidah pria itu yang meliuk-liuk disana.
“Ahh.. Shh..” tidak ada yang bisa Gwen lakukan selain mendesah karena nikmat yang baru pertama kali dirasakannya. Kembali ia mengeluarkan cairan bening dari dalam dirinya yang langsung dihisap habis oleh pria itu.
“Aku sudah tidak tahan lagi.” Ujar pria itu bangkit dari kegiatannya tadi. Masih dengan kaki terbuka lebar Gwen melihat pria itu memposisikan dirinya.
Melihat Gwen yang menanti-nanti membuat pria itu ingin sedikit menggoda. Diusapkannya kepala penis miliknya dibibir vagina Gwen. Gwen tahu maksud pria itu, tapi Gwen tidak akan pernah memohon. Melihat Reaksi Gwen Max menjadi tak suka, seharusnya gadis itu memohon untuk segera dimasuki. Tapi nyatanya gadis ini sok jual mahal.
Geram karena tak diacuhkan. Max segera memasukkan dirinya agak kasar walau begitu sempit membuat Max berubah menjadi perlahan. Kejantanannya seakan terjepit, padahal belum masuk setengahnya. Gwen sedikit berteriak membuat Max terhenti dan menatap gadis itu tak percaya. Ia merasakan penghalang itu tadi.
Dengan debaran didadanya Max melihat kearah penyatuan mereka yang bahkan miliknya pun belum masuk setengahnya. Ada darah disana.###
Forget it“Aku-” “Teruskan saja.” Ucapan Max terpotong oleh Gwen yang masih memejamkan mata menahan rasa perih di kewanitaannya.
Dan Max kembali mengikuti insting lelakinya dengan izin secara tak langsung dari Gwen meski wanita itu menolak pun Max tak akan berhenti. Max benar-benar menikmati dirinya yang berada didalam gadis ah tidak wanita ini. “Yahh.. yahh… disitu…”Gwen tidak bisa lagi menahan desahannya, ia akui ini sangat nikmat. Ia memeluk leher Max karena tak punya pegangan lain, ia sudah dibutakan dan tidak bisa berpikir jernih lagi. Bahkan kedua kakinya sudah melingkar di pinggang Max tanpa tahu malu mengikuti irama yang pria itu buat.
Mereka terus bergerak hingga pelepasan itu datang, Max mengeluarkannya didalam dan Gwen menghela nafas lega karena akhirnya pelepasan itu datang juga. Gwen berusaha bangkit dan melepaskan penyatuan mereka. “Mau kemana kau?”
“Pulang. Kita sudah selesaikan?” Gwen berusaha bangun dan mendorong tubuh Max agar menjauh, tetapi pria ini malah menatapnya marah seperti sebelumnya disertai dorongan kembali hingga Gwen kembali terdampar ditempat tidur.
“Tidak ada yang mengizinkan dirimu untuk pergi. Aku masih belum puas.” Lalu tubuh Gwen dimiringkan dengan Max yang memeluknya dibelakang, menyatukan lagi tubuh mereka dan kembali lagi bergerak. Satu tangan Max bertengger di leher Gwen seakan mencekik wanita muda itu,
“Aku tidak akan pernah melepaskan dirimu Gwen.” Max bergerak dan menekan miliknya lebih dalam pada Gwen seolah menegaskan bahwa wanita muda itu hanya milik Max.
“Ahh.. sempit sekali Gwenhh..”
“Ahh.. ahh.. shh..” Gwen hanya bisa menerima Max saat satu tangan dan kakinya dipegangi oleh pria itu. Sudah tak terhitung berapa banyak gaya yang mereka coba dan berapa pelepasan yang sudah mereka lalui, Max pun merasa lelah dan membawa Gwen kedalam pelukannya. Aroma percintaan begitu kuat menguar di kamar tersebut, tubuh mereka begitu lengket karena Max mengeluarkan banyak sekali sperma. Dalam kantuknyaGwen merasa bersyukur ini bukanlah masa suburnya, ia akan datang bulan dua atau tiga hari lagi. Gwen yakin itu. Gwen merasa tubuhnya remuk redam, ia membuka matanya dan melihat ada cahaya masuk disela-sela gorden. Saat mengecek disisi kasur tak ada siapapun, ia juga tidak mendengar suara air dari kamar mandi.
Matanya mengedar mencari jam dinding, sekarang sudah pukul dua siang pasti Tasya mencarinya. Dengan menahan perih Gwen bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, seusai mandi ia mendapati pakaian untuknya dan sebuah surat dimana ia diperintahkan untuk makan dan tidak pergi kemanapun.
Tetapi Gwen sama sekali tidak peduli, mengambil barang-barangnya ia segera pergi dari apartemen tersebut mengabaikan pelayan disana yang melarangnya. Beruntungnya pria itu tidak menempatkan bodyguard disana jadi Gwen bisa pergi tanpa halangan. Gwen pergi ke salah satu tempat spa untuk menghilangkan pegal-pegal ditubuhnya, lalu menghubungi Tasya untuk menjemput dirinya.
Tasya begitu banyak tanya saat melihat banyaknya kissmark yang ada dilehernya. “Lo ngapain aja sih Gwen, Bokap Nyokap lo semalem dateng ke apartemen kita. Untung gue gak mabok banget jadi masih bisa jawab pertanyaan mereka. Sekarang mereka minta lo untuk pulang kerumah.” Menghela nafasnya Gwen setuju untuk diantarkan kerumah, ia juga tadi melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari kedua orangtuanya.
“Thanks ya Sya, lo gak usah masuk kali ini.”
Dengan langkah kaki mantap Gwen memasuki rumahnya, diruang tamu sudah ada kedua orangtuanya juga kakak laki-laki dan kakak perempuannya. “Darimana saja kamu Gwen?”Gwen menggaruk pipinya yang tak gatal.
“Dari rumah teman, ada apa Papa sampai telfon Gwen suruh pulang? Tumben.”“Jaga sikap kamu Gwen, kamu semakin dibiarkan semakin kurang ajar dan tidak tahu aturan.” Gwen memutar kedua matanya malas, tak tahu apa salahnya intinya semua hal yang salah dan jelek dirumah ini hanya berasal dari dirinya. Gwen benar-benar muak, dirumah ini yang benar-benar menyayangi dirinya hanya sang Mama.
“Kamu semalam menginap dirumah siapa? Jawab Papa.” Hans mendekati anak perempuannya itu dengan perasaan semakin murka apalagi melihat tanda yang ada dileher Gwen.
“Apa ini Gwen? Apa yang sudah kamu lakukan semalam? Jawab Papa.” Anggun terkejut melihat hal tersebut begitu Angga dan Hana.
“Kamu menjual diri iya?? Apa semua uang yang Papa berikan tidak cukup untuk kamu?”
Gwen berusaha untuk melepaskan cengkraman dari ayahnya dibahunya. “Sakit Pa.”
‘Plak’
Sebuah tamparan secara tak terduga diberikan oleh Anggun.
“Gwen, jawab Papamu. Apa yang kamu lakukan tadi malam?”
Mata Gwen berkaca-kaca ia sungguh tidak menyangka Mama menampar dirinya, padahal ia pikir hanya sang Mama yang sayang padanya dirumah ini.
Mamanya menangis dan itu semakin membuat hati Gwen sakit, Gwen akui ia adalah anak yang sangat nakal tak tahu aturan tidak seperti kedua kakaknya yang disiplin dan hidup terjadwal. Gwen akui ia tidak sejenius kedua kakaknya, tetapi Gwen tidak bodoh juga, ia masih masuk lima besar dan seharusnya itu tidak jadi tolak ukur diskriminasi oleh Papanya yang serba perfeksionis.
“Maafin Gwen Ma, Gwen tahu Gwen salah.” Tangis Gwen luruh, ia tidak bisa membela diri lagi sekarang. Nyatanya hidupnya memang sudah tidak ada yang benar.
“Masuk ke kamar kamu sekarang dan renungkan kesalahanmu. Nanti malam kita bicarakan lagi.” Hans langsung memeluk istrinya dan membiarkan Gwen meninggalkan ruang tamu tak memperdulikan tatapan dari kedua kakaknya sama sekali. Gwen dan kedua kakaknya memang tidak sedekat itu.
Sesampainya dikamar, Gwen terus menangis. Ia menyesal telah membuat Mamanya menangis, ia tidak tahu jika Mamanya begitu perhatian dan mengerti dirinya tetapi Gwen malah mengecewakan Mamanya. Gwen tidak tahu apakah kedepannya sang Mama akan ikut membencinya juga?
Dering ponsel sedikit mengentikan Gwen dalam tangisnya. Disana tertera nomor asing, seketika Gwen ketakutan dan langsung memblokir nomor tersebut. Ia tidak mengenal lelaki yang sudah menjadi pria pertamanya itu dan Gwen tak ingin tahu, ia ingin melupakan hal itu. Saat nomor asing itu muncul Gwen terpikir mungkin saja Pria itu tahu nomor ponselnya.
Langsung saja Gwen mencabut simcard di ponselnya dan membuangnya. Gwen sedang kacau sekarang dan tak tahu rencana apa yang akan Papanya siapkan untuk masa depannya.
Bersambung
About Gwen Wajah pucat Gwen baru kali ini terlihat, biasanya wajah perempuan muda itu akan berekspresi kesal, marah dan penuh emosi sangat lain dengan hari ini yang begitu kuyu sekali. Anggun sama sekali tidak mau mendatangi Gwen kekamar putrinya itu, karena ibu itu masih begitu sakit hati atas apa yang Gwen lakukan. “Papa sudah memutuskan untuk mengirim kamu Aussy besok.” Gwen cukup terkejut mendengar pernyataan Papanya tersebut, seketika Gwen menggeleng untuk menolaknya. “Gwen gak mau.” “Kamu tidak ada hak untuk memilih Gwen. Segera bersiap-siap selepas makan malam.” Gwen menghela nafasnya menyerah, ia tidak akan kekanakan dengan tak mau makan dan merajuk. Ia lapar sekali sekarang dan merajuk bukanlah sifat Gwen. Jika Papanya sudah memutuskan sesuatu maka itu tidak bisa digugat lagi, ingin menolak sebagaimana pun tak akan bisa merubah keputusan Papanya. Mengingat Gwen juga tak dekat dengan sang Papa semakin memperluas jarak diantara
FreedomGwen sudah menahan diri selama ini. Ia terjebak dalam rasa bersalahnya pada keluarga dan ia hanya bisa menuruti setiap perintah juga apa apa yang diatur oleh Neneknya. Nyatanya dalam tiga tahun Gwen tidak bisa berbuat apapun, hanya bisa pasrah. Ia tidak pernah pulang ke Indonesia sama sekali sejak pertama kali menginjakkan kaki di Australia. Sebagai gantinya keluarganya yang akan datang untuk mengunjungi dirinya kemari.Jika bisa menentukan pilihan, Gwen akan dengan mantap menjawab ia ingin tinggal dengan Eyang di Jogja daripada dengan Granny di Aussy. Eyang nya meskipun cukup disiplin tetapi masih bicara cukup lembut. Memberikan pengertian yang tidak memaksakan dan mudah diterima siapapun. Tidak dengan Neneknya yang satu lagi. Dia cerewet dan akan terus berkomentar pedas jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Waktu tiga tahun dengan cepat Gwen gunakan untuk lepas dari Neneknya, ia sudah mendapatkan gelar sarjana beberapa hari lalu dan kelua
Dear FriendWaktu begitu cepat berlalu dan Gwen sudah bekerja selama dua minggu, ia sudah nyaman sekali disana. Kabar baiknya Gwen kedatangan Tasya sahabatnya, setelah sekian tahun mereka tidak pernah bertemu. Tasya memutuskan untuk menginap beberapa hari di Los Angeles setelah sejak dua tahun lalu wanita itu tinggal di Seattle bersama Bibinya. Mereka melepas rindu dan saling berpelukan, karena sebelumnya tidak bisa saling mengunjungi dimana Gwen sangat terkekang dan tidak bisa kemana-mana kemarin. Sedangkan Tasya, wanita muda itu selalu memamerkan hidup bebasnya pada Gwen. Tasya sekarang sibuk mengelola galeri seni milik Bibinya yang sangat sayang dengan Tasya. Gwen sedikitnya iri pada sahabatnya itu meskipun ia selalu bersyukur pada hidupnya. Setidaknya kedua orangtuanya masih hidup dan lengkap tidak seperti Tasya yang sudah kehilangan orangtuanya karena perceraian lalu ayahnya meninggal. “Sumpah gue kangen banget sama lo sista…” Tasya me
Just ONSSiang itu entah kenapa Max ingin sekali makan dikantin kantornya, rasanya sudah lama sekali ia tidak makan disana tapi memang seingat Max terakhir kali ia makan disana sekitar empat atau lima tahun lalu? Entahlah. Diikuti empat orang sekretarisnya dan satu ajudannya, Max masuk ke area kantin disana terlihat sangat tenang dan disiplin meskipun sedang makan. Ia duduk dikursi yang sudah disiapkan oleh bodyguard-nya, para karyawan juga tetap melanjutkan makan siangnya tak terganggu sama sekali olehnya sesuai keinginan Max. Hingga makanan nya sudah datang, Max makan perlahan dengan mata yang melihat kesana-kemari. Tak tahu apa yang pria itu cari hingga tatapannya terhenti pada seorang wanita berkemeja coklat muda, wajahnya tidak berubah malah bertambah cantik hanya rambutnya saja yang berganti warna. Itu adalah Gwen-nya. Max segera ikut bangkit dan menyuruh para pekerjanya untuk tidak mengikuti dirinya. Itu Gwen-nya, tubuhnya masih imut seper
ReminderGwen kembali ke apartemennya. Ia sangat lelah sekali sekarang jadi sesampainya disana ia langsung membersihkan diri dan berlanjut membenamkan diri di kasur. Usapan diwajahnya menganggu Gwen karena Gwen adalah tipe orang yang sensitif ketika tidur, tidak bisa diganggu bahkan berisik sekalipun. Tak tahu berapa lama ia tertidur, matanya begitu berat untuk diajak melihat.“Tidurlah lagi jika masih mengantuk.”Bisikan dengan suara yang sangat rendah itu berhasil membuat Gwen merinding.Hatinya tersengat saat ia mengingat suara ini, suara pria itu pada saat mereka melakukan penyatuan dulu. Dengan paksa Gwen membuka matanya dan seseorang disampingnya ini berhasil kembali mengejutkan Gwen.“Kau kenapa bisa ada disini?”Pertanyaan Gwen sama sekali tidak dijawab karena pria itu bahkan dengan santainya menopang kepala dengan sebelah tangannya menatap Gwen dengan intens tanpa merubah posisi dari merebahkan diri.&ld
Be My HoneyMax mendengus sebal, entah bagaimana bisa di pesta yang baru saja ia tinggalkan itu ada saja hal yang tak diinginkan. Sembilan puluh lima persen wanita yang pernah menjadi kekasih Max berkumpul disana. Entah bagaimana bisa mereka saling mengenal yang pasti Max sangat mencurigai Alexa Smith. Mungkinkah wanita itu menjadi stalker dirinya selama ini?Bahkan untuk Alli Martinez yang tinggal di Barcelona saja sampai hadir dan terlihat begitu akrab dengan wanita itu. Belum lagi ibunya yang terlihat begitu senang memperkenalkannya kesana-kemari. Bahkan tidak malu mengatakan bahwa Max sedang mencari pasangan, membuat Max semakin tidak habis pikir.Selama Max memiliki kekasih, ia selalu memberi batasan untuk tidak terlalu dekat padanya. Dalam artian saling mengenal lebih jauh meskipun saling punya perasaan. Max hanya tertarik lalu menerima pernyataan perasaan mereka dan mereka berkencan. Hanya dinner dan berhubungan seksual termasuk memberi mereka kartu kredit.
WorriesGwen merasakan nyeri pada lengan dalam bagian atasnya tempat dimana ia menanam implan, beberapa hari kemarin bagian itu juga sempat lebam. Gwen bahkan konsultasi lagi ke dokter untuk bertanya tentang apa yang ia alami, katanya hal itu normal terjadi bahkan efek dari pemasangan implannya ini cukup banyak seperti gangguan menstruasi yang tidak teratur, kemungkinan perubahan berat badan, nyeri kepala, perubahan mood yang tiba-tiba, nyeri pada payudara serta mual dan nyeri perut.Sepulang dari kerjanya Gwen langsung kembali ke apartemen, rencananya ia akan memasak mi sambil menonton film. Sayangnya yang terjadi selepas ia mandi adalah Gwen merasakan mual yang membuat dirinya tidak nafsu untuk memakan apapun sehingga ia memilih untuk tidur saja.Sebuah tangan dingin tersampir dikenangnya, meskipun Gwen tertidur tetapi ia tidur terlalu lelap.“Apa kau sudah makan?”Suara berat yang Gwen kenali sebagai Max menyapa telinganya. Gelengan pe
LoversGwen memposting foto terbarunya di media sosial yang ia punya, tidak dengan nama aslinya Gwen lebih memilih untuk memberi nama lain yang unik hingga anggota keluarganya tak akan tahu bahwa itu adalah miliknya. Pengikutnya cukup banyak karena Gwen memang populer, ia me-privasi akunnya dan itu adalah pilihan bijak. Ia mengirimkan fotonya bersama Max yang kemarin mereka ambil dalam kencan tiap hari libur mereka. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang bahagia.Sudah satu bulan ini mereka menjalin hubungan dan Gwen menikmatinya sejauh tidak ada yang tahu tentang mereka dalam artian sebenarnya. Seperti teman-teman kerjanya ataupun media apalagi keluarganya.“Bagaimana Gwen, apa kau sudah menyiapkan apa yang akan kau pakai malam ini?”Gwen menganggukkan kepala pelan, ia kemarin lusa sempat membeli dress untuk menghadiri ulangtahun William leader mereka. Pria itu mengundang mereka dan melarang untuk dibawakan kado atau apapun, lagipula nan
Kecelakaan “Kau sangat cantik Eve. Aro pasti akan menyukai penampilanmu,” puji Stella, Ibunya yang memegang bahu putrinya, lalu mengelus rambut panjangnya yang bergelombang akibat dicurly.“Kau sudah menyiapkan hadiah untuk Aro?” tanya Raymond, ayahnya yang bersandar di sisi ambang pintu. Evelyn Blossom. Gadis berusia 22 tahun itu tampak malu-malu dan enggan untuk menjawab pertanyaan sang Ayah. Tapi detik berikutnya, ia berkata pelan, “Aku akan memberikannya jika aku sudah bertemu dengannya, Daddy.” Rona tersipu di pipi Evelyn spontan membuat Stella tertawa. Ia lalu melirik suaminya di pintu yang memandang datar dan tampak tidak peduli, namun samar bisa Stella tangkap ujung bibir suaminya itu sedikit tertarik sebelum menghilang, meninggalkan mereka berdua setelah berkata, “Ya sudah. Daddy tunggu di bawah. Kita akan berangkat sebentar lagi.” “Biar Mommy tebak hadiah apa yang akan kau berikan untuk Aro.” Stella memicingkan
Kita Ini Apasih? Tanyakan pada Reagan apa yang membuat yang membuatnya tergila-gila pada Irish. Reagan akan menjawab, pertama bibir Irish, kedua bibir Irish, ketiga bibir Irish, baru yang terakhir tubuh mungil Irish yang sedang mendesah-desah dibawah tubuhnya. Dasar Reagan mesum!Reagan sudah lupa kapan terakhir kali dirinya melakukan adegan 17 tahun keatas tersebut, yang Reagan ingat hanya Irish perempuan terakhir yang bangun disampingnya 2 bulan lalu, di villa, di Ubud. Reagan tidak lagi mencari kesenangan diuar. Semua waktunya tersita hanya untuk Irish seorang. Mulai dari antar jemput sampai membuntuti Irish kemanapun gadis itu pergi. Sampai Irish yang kesal karena kelakuan Reagan membentak cowok itu. “Loe nggak ada kerjaan lain ya selain buntutin gue Re?” “Loh gue kan bossnya. Jadi kerjanya suka-suka gue lah.” “Tapi loe tiap hari ngikutin gue kemana-mana. Emang loe nggak capek?” “Nggak!” Susah bicara baik-ba
Cemburu LagiSejujurnya Irish ingin memperpanjang cutinya. Dia tidak berniat masuk kerja. Tapi dia tidak enak pada Pak Lukman. Kemarin minta cuti seminggu mendadak. Masa sekarang minta extention lagi. Benar-benar nggak tahu diri. Seperti bukan Irish saja.Dan sejujurnya lagi, Irish tidak siap bertemu Reagan. Irish malu akibat perbuatannya. Irish takut kalau-kalau Reagan menertawainya. Irish takut kalau Kinta tahu dirinya dan Reagan sudah ena-ena. Kinta pasti akan mencemooh dirinya.Kinta memang bukan penganut paham ‘jangan lepas kendali sebelum menikah’ seperti Irish.Kinta adalah perempuan bebas. Selama dirinya senang, dia akan menikmatinya. Dan kebanyakan mantan pacar Kinta memang bule. Kinta memang penggemar sejati terong import.Begitu sampai di hotel, Irish berjalan cepat-cepat memasuki ruangan kerjanya. Matanya mengawasi Reagan yang bisa saja tiba-tiba muncul.
Pertama Irish benar-benar shock melihat kemesraan Nando dan Dayu tadi. Seketika itu juga rasa laparnya mendadak hilang. Dikeluarkannya 2 lembar seratus ribuan dan diletakkannya di meja. Irish lalu bangkit berdiri dan pergi dari situ tanpa pamit. Irish masih mengingat jelas pernyataan cinta Nando padanya, dan juga ketersediaan Irish menunggu Nando memutuskan Dayu. Sampai capek Irish galau berminggu-minggu. Menangis tidak jelas. Bela-belain kabur ke Ubud. Yang digalauin malah asik ciuman sama tunangannya. Katanya nggak cinta, tapi kok ciumannya mesra banget. Menghayati pula. Irish menggosok-gosok bibirnya dengan kasar. Menghilangkan jejak bibir Nando disana. Di dalam mobil Irish berusaha menahan air matanya agar jangan sampai keluar. Menangisi orang seperti Nando membuat dirinya terlihat menyedihkan. Pandangan Irish sudah mengabur. Dibelokannya mobilnya ke arah bar yang dia lewati.
DayuHari yang paling ditakutkan Irish benar-benar terjadi. Bagaimana tidak Dayu pacar Nando tiba-tiba muncul di Jagapati. Irish sudah merinding membayangkan Dayu akan melabraknya. Namun kenyataannya perempuan itu hanya mengajak Irish bicara baik-baik.Tak dipungkiri Irish, akhir-akhir ini Irish sering menghabiskan waktu bersama Nando diam-diam. Mereka pergi makan malam bersama. Lalu menghabiskan waktu berlibur ke bedugul.Nando juga tidak segan-segan lagi mencium Irish. Menggrayangi tubuh gadis itu, meski dalan batasan wajar. Dan sungguh Irish sangat menikmati kebersamaanya dengan Nando.Otak Irish sebenarnya sudah sering memperingati bahwa sepintar-pintarnya bangkai yang disimpan pasti akan tercium juga. Namun hati Irish malah berkhianat. Tubuh dan bibirnya malah menikmati ciuman Nando.Gaya mencium Nando sudah banyak berubah. Lebih berani dan menantang. Mungkin Nando pernah belajar dengan bule-bule disana, pikir Irish. Tapi sebodo amat, sekara
Bertemu MantanGara-gara ulah Reagan kemarin hari ini Irish sukses terkantuk-kantuk saat briefing mingguan hotel. Apalagi dirinya pagi ini briefing dipimpin langsung oleh Reagan sendiri. Bahkan usai briefing, Reagan masih sempat-sempatnya menggoda Irish, yang dibalas Irish dengan memukulkan agendanya ke kepala Reagan.“Jahat banget sih loe Rish! Sakit nih.” Reagan mengusap-usap kepalanya akibat agenda Irish yang melayang tadi.“Biarin! Loe resek soalnya.”“Resek tapi bibir gue enak kan? Coba lagi yuk Rish. Di ruangan gue.”Setelah mengatakan itu Reagan langsung ngacir menghindari amukan Irish yang lebih besar lagi.“Nih, kontrak sama Travelo yang loe minta kemarin.” Kinta yang berjalan di sebelah Irish menyerahkan sebuah map berwarna biru.“Thanks ya Ta.”“Btw, elo s
Coffee In The MorningIrish menghempaskan bokongnya di kursi, sesaat setelah dirinya sampai di kantor. Terlalu pagi untuk Irish sampai di hotel, tempatnya bekerja.Masih sepi. Irish biasanya akan datang 10 atau 15 menit sebelum jam ceklok. Tapi pagi ini dia memutuskan untuk berangkat lebih awal, untuk menghindari omelan mama yang menanyakan kapan dirinya akan menikah.Tahun ini usia Irish genap 28 tahun, namun masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri masa lajang. Padahal adiknya, Arabel, yang terpaut 3 tahun dengannya, sudah dilamar oleh Dhega, kekasihnya.Irish bukannya tidak pernah berusaha mencari jodoh. Tak terhitung banyaknya lelaki yang mendekatinya, tapi itu semua hanya untuk tidur dengannya. Tak pernah benar-benar ada yang serius.Entah harus merasa beruntung apa merasa sial, pesona Irish hanya sampai pada tempat tidur. Namun Irish bukan perempuan seperti itu. Sampai detik
Very ForcedDi kediaman Alfred, Audy sangat stress memikirkan permintaan Alfred. Ia berusaha mencari cara agar bisa lepas dari ancaman Alfred. Tak lama kemudian, terdengar suara kaki pria yang dulu pernah ia sayangi itu, mendekati kamarnya.‘Ah itu dia,’ batin Audy.“Audy, kapan Kau bisa melakukan tugasmu?” desak Alfred.“Bagaimana kalau tugas itu diberikan pada orang lain saja, Alfred?” tawar Audy.“Kenapa? Kau tidak tega?” tanya Alfred.“Aku tidak pernah membunuh siapapun, Alfred. Aku takut jika misi itu gagal, bagaimana denganku dan Jillian nantinya?”jelas Audy.Alfred diam, ia berpikir sejenak. “Begini saja, Aku yang akan membunuhnya dengan tanganku. Kau hanya perlu membawanya pergi ke tempat yang aku tentukan. Bagaimana?”“Deal,” jawab Audy.
Party SucksAudy dan Dave tengah dalam perjalanan ke sebuah mansion, tempat pesta itu diadakan. Mereka duduk di kursi belakang supir. Audy mengenakan gaun panjang berwarna gold, terdapat belahan panjang di sebelah kiri gaun, itu memperlihatkan sebelah kakinya yang jenjang. Sementara Dave mengenakan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam.Terangnya lampu-lampu jalanan malam itu, membuat Audy senang melihat apapun yang dilewati mobil mereka. Tiba-tiba jari tangan kirinya terasa hangat, karena Dave menggenggamnya. Audy memutar kepalanya menoleh pada Dave.“Ini untukmu, Sayang.” Dave menyematkan cincin berlian di jari manis Audy. Cincin itu memancarkan kilauannya di gelap malam, sangat indah.Audy hanya bisa menatap manik hitam mata Dave, ia bisa melihat hangatnya ketulusan hati pria itu. Audy memberikan sedikit senyum di bibirnya. Ini pertama kalinya Dave melihat semburat tipis itu di wajah A