Share

Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu
Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu
Author: Zenkodok

Not a bad girl

Author: Zenkodok
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Not Badgirl

“Shh.. shit! Kau benar-benar luar biasa sayangh..” rintih seorang pemuda ketika Gwen melakukan satu aktifitas dengan mengikuti irama yang dibuatnya, irama indah yang tentu saja berhasil membuat pemuda yang terduduk di depannya ini memejamkan mata karena sensasi yang dia dapat.

“Kau benar-benar gila, Gwen!” Pria yang baru saja mendapatkan pelepasan itu langsung menarik tubuh Gwen hingga jatuh ke pangkuan pemuda dengan tatapan yang memburu dan menuntut lebih, malam panjang sudah mereka lalui, dan Gwen wanita yang sudah membuat dirinya jatuh hingga tak bisa mengendalikan dirinya langsung melumat habis bibir ranum wanita itu. Wanita yang sudah membuat dirinya hampir mati karena gila.

Permainan dan gairah yang menggebu menurut mereka untuk segera memulainya. Memulai mendaki dua gairah yang sudah beradu dalam diri hingga membakar tubuh dengan ledakan luar biasa di sana.

Dalam diam Gwen pun menikmati ciuman panas mereka, membiarkan tangan pemuda itu memainkan memainkan sesuatu yang sudah mendaki aset berharga dirinya, membiarkan pria itu semena-mena atas dirinya, karena sebentar lagi dia akan mengakhirinya, dan membuat pemuda itu terjebak dalam sebuah penderitaan. Hingga ketika tangan pemuda itu mulai beranjak turun untuk menuntut kenikmatan yang lebih di balik celana hot pants miliknya, Gwen segera menghentikan itu.

“Aku sudah selesai,” Ujarnya bangkit dari pangkuan pemuda itu dan berjalan ke pintu kamar tanpa rasa bersalah sedikit pun.

“Sialan kau! Aku sudah menggila karenamu dan kamu harus tanggung jawab.” Maki pemuda itu membuat Gwen sedikit sebal. Untung saja pemuda itu tampan, jika tidak mana mungkin dia sampai ketempat ini.

“Tapi kau sudah keluar tadi dengan mulutku. Sudahlah cepat buka pintunya. Aku sudah tidak memiliki urusan lain di tempat ini.” Ujar Gwen malas berlama-lama.

“Dasar jalang! Kau tidak akan pernah keluar dari sini sebelum aku merasa puas denganmu.” Ucapan pemuda itu sangat kasar dan sedikit menyakiti perasaan Gwen. Sedikit. Karena seperti biasa, dia sudah melakukan hal gila ini lebih sering, jadi tidak heran ketika dia mendapat makian yang terdengar menyakitkan itu.

Lain dengan ucapannya tadi, Gwen berjalan mendekati pemuda it,u meraih tengkuknya dan langsung melumat bibir sialan yang sudah memaki dirinya. Gwen dapat merasakan senyum kemenangan pemuda itu dalam tautan bibir mereka. Tanpa menunggu lagi, tangan nya dengan cepat memukul tengkuk pemuda itu dengan kuat hingga ia hilang kesadaran. Setelah itu dia tidak ingin membuang kesempatan, segera saja dia mencari kunci kamar ini yang ternyata berada di bawah ranjang.

Dengan umpatan Gwen mengambil kunci tersebut. Ini masih bisa ditoleransi, Gwen bahkan pernah melakukan hal lebih ekstrim dari ini hanya untuk mencari kunci atau keluar dari kamar yang disewa setiap pria yang mengajaknya make out.

Setelah berhasil keluar, Gwen segera menelpon temannya untuk menjemput dirinya, dia tidak ingin terlalu lama di tempat ini.

“Gimana rasanya Gwen? Mayan gak?” Itu adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari bibir bengkak Tasya ketika dirinya masuk kedalam mobil sahabatnya itu.

“Biasa aja sih. Kalo masalah size sih lumayan lah gak malu-maluin banget.” Jawab Gwen acuh sembari memainkan ponselnya.

“Tenaganya gimana? Mantap gak? Apa cepet loyo?”

“Yang ini cepet selesainya Sya. Kurang asyik.”

“Ah ... lo mah gitu mulu tanggapannya. Mau size gede, kecil, sedang juga biasa aja. Lagian selama gue denger semua ucapan lo semua cowok cepet selesainya.” Gerutu Tasya tak diindahkan oleh Gwen.

“Keenakan kali, Sya. Service gue gak ada tandingannya sih, jadi wajarlah cepet selesai.” Tasya mengangguk paham.

“Iya sih. Eh, ini lo mau gue anter kemana? Apartemen atau rumah?”

“Apartemen deh biar cepet sampe. Mau tidur.”

“Oke. Ntar malem masih mau ke kesana kan?” Tanya Tasya memastikan.

“Selama besoknya hari libur ya harus kesana dong.” Jawab Gwen seadanya.

“Siap, Bu bos.” Balas Tasya antusias membuat Gwen menjadi geli sendiri. Sesemangat itukah sahabatnya itu jika datang ke tempat penuh dosa?

Sesampainya di apartemen, Gwen diikuti Tasya yang kayanya ingin menginap langsung menuju ke kamar. Usai membersihkan diri, ponselnya berbunyi. Tertera nama sang ibu disana.  “Iya hallo, Ma.”

“Sayang, kenapa kamu belum pulang?”

“Gwen balik ke apartemen ma, sama Tasya juga.”

“Oh yasudah, lain kali hubungi mama ya jika tidak pulang. Mama khawatir.”

“Oke, Ma, maaf ya buat mama khawatir.”

“Gak papa. Kamu istirahat ya.”

“Iya, Ma. Ini juga mau tidur.”

“Good night princess.”

“Malam, Ma.”  Komunikasi terputus dilihatnya sekrang pukul 11 malam. Ibunya belum tidur karena mengkhawatirkan dirinya. Gwen menjadi merasa bersalah.

“Nyokap lo?” Tanya Tasya yang sudah tergeletak dikasur. “Iya, gak tega gue sama mama khawatir gitu.”

“Makanya lain kali kasih kabar Gwen. Kayak gue dong, belajar lah.”

“Iya iya. Gue ngantuk mau tidur.”

“Oke.”  Tanpa bicara lagi Gwen segera menenggelamkan diri diselimutnya, dan terlelap.

“Gwen.. bangun.. gue laper nih cari sarapan yuk.” Gwen menggeliat sama tidur nya karena merasa terganggu.

“Lo udah mandi belom?” Tanya Gwen dengan mata yang masih terpejam.

“Udah. Buru lo bangun terus mandi.” Segera Gwen bangkit dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi. Matanya sudah terbuka lebar dan tubuhnya terasa segar setelah mandi. Dilihatnya Tasya masih menunggui dirinya

Sambil memainkan ponsel. “Yuk cari makan. Kita ke kafe bawah aja.”

“Yaudah.” 

Makan pagi ini diisi dengan obrolan biasa, tidak ada yang menarik. Hingga temannya itu menghela nafas begitu keras.  “Kenapa lagi Sya? Dari tadi malem lo agak aneh deh. Muram begitu mukanya.” Kembali Gwen mendengar helaan nafas dari temannya.

“Gue ngerasa Darren berubah Gwen. Dia jadi gak seperhatian kemarin ke gue.” Gwen menaikkan alisnya tak paham.

“Gak perhatian gimana Sya?”

“Dia udah jarang kasih kabar Gwen, telpon aja sekarang udah bisa dihitung pake jari.” Gwen memicingkan mata menatap sahabatnya.

“Lo udah kasih itu lo ke dia?” Pertanyaan itu begitu menusuk tetapi Tasya mendesis tak suka.

“Ya enggak lah. Gila lo. Walau bakal, walau bibir gue udah nggak pw, tapi gue nggak segila itu untuk memberi apa yang nggak harus dia miliki..”

“Baguslah, kalo gitu putusin aja. Dia bosan kali sama lo gak mau kasih dia jatah.” Tasya membelalakkan matanya.

“Bosan gimana? Walau pun gue gak pernah kasih lebih ke dia, tapi gue kasih apa yang dia mau kok. Walau nggak sampai ke titik itu, Lo tahu sendiri gimana gue kan.” Ujar Tasya tak terima.

“Lo nemu Darren dimana sih, Sya? Kayak gak tau pergaulan dia aja sebelum ketemu lo. Bahkan gue yakin dibelakang lo pun dia sering lakukan itu dengan yang lain. Jangan buta-buta amatlah karena cinta.” Decih Gwen. “Lo itu cantik, tanpa Darren juga masih banyak cowok yang antre di belakang dia. Lonya aja yang bodoh masalah gituan!’

“Kita begini kan Cuma buat senang-senang aja, Sya. Jangan bawa bebanlah, dan yang penting kita jaga harga diri kita yang tinggal satu-satunya itu. Yakin deh nanti bakal bahagia.”

“Iya ya. Apa gue putusin Darren aja? Tapi gue masih sayang sama dia gimana dong.” Tatapan mata Tasya begitu sedih.

“Sayang juga bisa hilang Sya. Yang penting lo berusaha. Buru telpon Darren minta putus, nanti malem kita pergi ke tempat asik buat senang-senang.”

“Nanti kalo Darren gak mau putus terus cari gue gimana?” Tasya terlihat khawatir tak membuat Gwen ikut khawatir juga.

“Ya jangan ditempat biasalah. Kita ke tempat baru, gue denger ini tempat keren banget lagi ngehits juga namanya. Gimana?” Tawar Gwen.

“Oke gue telpon Darren dulu.”

---

Tasya menatap sahabatnya itu tak percaya. “Sumpah kita bakal masuk kesini?” Tanyanya. 

Gwen tersenyum lebar dan mengangguk. “Iya buru masuk.”

“Gwen ini kelas elit banget. Anak sekolahan macam kita mana ada uang buat bayarnya.” Desis Tasya menahan tangan temannya itu.

“Udah lo tenang aja. Lagian gue gak mau mabuk sekarang dan lo juga gak boleh mabuk. Kita joget-joget aja nikmatin lagu di kelab kelas elit yang lo bilang ini.”

Sekali tarikan Tasya segera dibawa masuk oleh Gwen. Dan setelah mereka memperlihatkan tanda pengenal, mereka pun masuk kedalam. Disini sebenarnya sama saja, berisik, sesak, ramai dan remang-remang. “Kita minum dulu kali Gwen. Biar gak seret pas goyang nanti.”

“Boleh deh. Yang ringan aja.” Ujar Gwen melihat sekelilingnya. Ia sudah biasa melihat semua ini, melihat orang-orang yang tidak malu melepas pakaian mereka demi mendapat kenikmatan.

“Nih minum.” Gwen dikagetkan oleh tepukan dibahunya.

“Ntar gue bayar.” Ujar Gwen langsung meneguk minumnya.

“Gak usah. Harganya gak semahal yang gue kira. Kita sering-sering ke sini ya, gue suka tempatnya.” Gwen mengangguk saja.

“Boleh deh. Langsung ke dance floor aja yuk, musiknya lagi enak ini.” Lagi-lagi Gwen menarik tangan Tasya. Mereka bergoyang diantara orang-orang yang sama seperti mereka bergerak menikmati musik.

“Darren. Gue bakal bisa lupain lo.” Ujar Tasya berhasil membuat Gwen tertawa. Sepertinya sahabatnya itu butuh waktu untuk melupakan laki-laki brengsek itu.

“Nanti gue telpon lo ya, kayaknya gue mau minum aja. Jangan hilang.” Gwen mengiyakan saja ucapan temannya.

“Jangan sampe mabuk. Nanti gue hubungi lo kalo udah kelar.”

“Oke.”  Gwen kembali hanyut dalam alunan musik. Ia cinta sekali pada musik, membuat hatinya merasa senang. Gwen terus saja menari bergoyang sesuka hatinya tak memperdulikan mata-mata pria yang sedari tadi menatapnya. Sudah biasa bagi Gwen menjadi pusat perhatian, dan ia sangat menikmati itu. 

Tetapi kali ini Gwen merasa sedikit risih, ia pun menolehkan wajahnya kesebelah kanan dimana itu adalah tempat sofa-sofa berada. Tatapan pria itu mengintimidasi dirinya, sialnya Gwen merasa tidak nyaman. Seluruh laki-laki yang pernah dibuai olehnya tidak pernah menatapnya seperti itu, mereka biasanya memberikan kerlingan nakal bukan tatapan mengintimidasi. Tapi sepertinya kali ini akan menarik.

Gwen menatap pria itu dengan tatapan menggodanya, digigitnya bibir itu dan bergerak secara liar. Gwen tidak perduli pria itu sudah dikerubungi oleh tiga wanita sekalipun.

Ia hanya ingin mencoba-coba. Namun sepertinya gagal, karena pria itu masih tetap dalam posisi duduknya tanpa mengalihkan tatapan darinya. Gwen pun acuh dan kembali menikmati lagu, mungkin pria itu tidak suka daun muda seperti dirinya.

Tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Gwen tahu itu pria karena sudah terasa dari tubuhnya yang lebih besar darinya, ia juga yakin pria ini pria kaya karena wangi dari tubuhnya menggunakan parfum mahal yang biasa dipakai sepupunya.

Melirik dengan ujung matanya, Gwen dapat melihat wajah tampan itu. Bukannya sok jual mahal, tetapi Gwen hanya akan melakukan hal biasa yang dilakukannya dengan pria tampan saja. Senyum miring terulas dibibirnya, pancingannya termakan.

Pria ini adalah pria yang tadi ia coba goda. Sengaja Gwen kembali menggoyangkan tubuhnya menggoda pria yang ada dibelakangnya. Dari jarak yang begitu dekat Gwen tahu hika pria itu sudah mulai terpancing, tetapi dengan sengaja ia malah semakin liar menggeseknya dengan lembut ke bagian inti pria itu.

“Gadis nakal.” Geraman terdengar ditelinga Gwen. Suara serak dan berat itu hampir membuatnya gemetar.  Pelukan pria itu mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh Gwen. Satu tangan pria itu meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya. Bibir pria itu pun tak tinggal diam, terus mencecapi leher serta telinga Gwen.

Sesekali digigitnya bahu dan punggung Gwen. Kembali Gwen menggoda pria itu dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya.

“Siapa namamu?” Tanya pria itu dengan napas memburu. Gwen menatap manik kelam itu dengan menoleh ke samping kanan dimana wajah pria itu berada. 

“Gwen.” Lirih Gwen ketika mata itu seakan menyalaminya.

“Just Gwen?” Gwen mengangguk dan melirik bibir pemuda itu. Tanpa banyak bicara Gwen langsung menyambar bibir ranum yang sedari tadi begitu banyak bicara dan memancing dirinya untuk memulai. Serangannya dibalas dengan brutal tanpa jeda uang membuat napas mereka terengah, panas dan menggelora. Tangan pria itu mulai nakal dengan mengelus masuk dan merambat terus kedalam, menyentuh bagian sensitif dirinya hingga dia berhasil masuk striped halter top berwarna peach miliknya meremas dua bongkah indah tanpa pengaman di sana.

“No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Dengusnya melepas ciuman mereka sebentar. Gwen pun berbalik menghadapinya.

“Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Pertanyaan itu kembali memancing sesuatu dalam diri pria itu kian menggebu, bahkan tanpa berbicara lagi dia langsung melumatnya lagi. Gwen sudah biasa menghadapi pria yang tidak sabaran macam ini, jadi ia dengan sigap mengimbangi. Sedikit melenguh karena tangan terampil pria itu dalam menyentuh bagian yang begitu sensitif miliknya.

“Kita butuh kamar sekarang.” Tak perlu mendengar pendapat Gwen pria itu sudah membawanya keluar dari kelab dan langsung menaiki mobil mewah.

“Ke mana kita?” Tanya Gwen setelah terduduk nyaman disebelah pria itu.

“Apartemenku.” Jawab pria itu tampak serius menatapi jalan. Tapi Gwen dapat melihat mata pria itu sesekali melirik pahanya seperti pria yang biasanya. Segera Gwen membawa salah satu tangan pria yang memegang stir kearah pahanya. 

“Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Ujar Gwen. Lagi pula saat ini ia memakai celana walau itu hotpants jadi ia merasa sedikit aman.

“Berapa usiamu?”

“18 tahun.” Jawab Gwen santai melihat keadaan diluar mobil.

“Masih sekolah?” Gwen mengangguk mantap. Diliriknya pria itu seperti tak percaya.

“Kamu jangan khawatir. Aku sudah biasa dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Melihat kesempatan lampu merah, Gwen langsung mencium pria itu. Sudah cukup lama hingga lampu kembali hijau.

“Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar pria itu jujur. Gwen mendudukan diri dipangkuan pria itu dan mencoba menggodanya lagi. Beruntung tubuh Gwen kecil jadi ia tidak menghalangi penglihatan pria itu dalam mengemudi.

Kecupan, serta cumbuan Gwen di leher serta bawah telinga pria itu sangat berpengaruh, belum lagi bongkahan indah no bra yang ia gesekkan di dada bidang pria itu dibalik kemejanya. Gwen benar-benar memberi banyak rangsangan pada pria itu hingga membuatnya kembali menggeram menahan diri.

“Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi pelayanan.” Bisik Gwen yang setelahnya dia bahkan memberi rangsangan dengan mengigit telinga pria itu.

“Sialan!”

 ###

Torture

Maxime melirik wanita-wanita itu tidak berminat, jika bukan karena undangan dari teman-temannya ia malas kemari. Meminum sedikit vodka tak membuat dirinya berselera di tempat ini. Tiga wanita itu sedari tadi menggodanya, tapi hari ini ia benar-benar tak ingin melakukan itu. Ia hanya ingin pulang dan istirahat. Kepalanya hampir pecah karena tumpukan dokumen dan masalah yang terjadi di perusahaan miliknya.

Ia melihat-lihat sekeliling tempat ini, tak ada yang menarik. Hingga ia melihat wanita itu. Wanita yang menggoyangkan tubuhnya liar seakan sengaja membuat pria mendekatinya. Ia bisa melihat wajah cantik itu, sangat cantik. Apalagi kulit putih yang menurutnya terlalu putih di antara temaram lampu membuatnya mencolok. Wanita itu menatap kearahnya hingga membuat tatapan mereka bertemu.

Tak terduga wanita itu bergoyang begitu sensual dengan menatapnya menggoda, membuat jiwa kelakiannya membara. Tapi Max tak mau gegabah kali ini, ia meneliti penampilan seksi wanita itu bukan sepertinya dia tidak setua itu untuk disebut wanita.

Maxime mengabaikan pemikirannya dan berjalan menuju gadis yang menggodanya itu lalu memeluknya dari belakang. Penilaian Max sebagai pria tak akan salah, perempuan dipelukannya ini memilki tubuh yang indah dari bentuk sudah pasti. Tetapi tiba-tiba ia merasa gadis ini sengaja memancing gairah di dalam dirinya.

“Gadis nakal.” Geramnya tepat ditelinga gadis itu. Tapi si gadis tak memperdulikannya dan terus saja melakukan goyangan sensual. Pelukan Max mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh gadis itu. Satu tangan meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya.

Aroma tubuh gadis ini membuatnya gila, tanpa izin bibir Max mencecapi leher serta telinganya. Sesekali digigitnya bahu dan punggung. Tetapi lagi lagi godaan dilancarkan dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya yang sialnya seksi itu membuat Max tak bisa menahan diri lagi.

“Siapa namamu?” Tatapan mereka bertemu dan Max semakin tergila-gila dengan manik cokelat madu itu.

“Gwen.” Entah sengaja atau tidak, tetapi itu terdengar seperti desahan menurut Max.

“Just Gwen?” Gadis itu mengangguk dan langsung menyerang bibir bibirnya.

Dari ciuman mereka Max tau gadis ini berpengalaman, jadi tanpa menunggu dibalas juga ciuman itu dengan brutal pula, panas dan menggelora. Tangan Max masuk kedalam baju seksi gadis itu meremas dua benda yang seharusnya menjadi tempat privasi dari wanita yang sialan dia tidak menggunakan pengaman di sana.

“No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Max mendegus setelah melepas ciuman mereka sebentar, Max sedikit kesal dengan apa yang dihadapinya. Bagaimana gadis ini berkeliaran tanpa bra. Oh damn! Respon membalik badan dan menempelkan tubuh mereka bukanlah hal yang terpikir oleh Max.

“Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Emosi mendengar jawaban itu Max langsung menciumnya lagi tanpa ampun yang bisa diimbangi gadis ini. Lenguhan gadis itu membuatnya semakin gila.

“Kita butuh kamar sekarang.” Segera Max membawa gadis ini menuju parkiran dimana mobilnya berada.

“Kemana kita?” Max sedikit melirik gadis itu dan menjawab,

“Apartemenku.” Lalu fokusnya kembali pada jalan, tetapi juniornya sudah menjerit minta keluar jadi ia hanya bisa melirik gadis itu yang sialannya begitu seksi. Tiba-tiba tangannya dibawa kearah paha mulus itu.

“Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Seketika Max menjadi gugup, tapi tak ayal tangannya terus mengusap lembut paha gadis itu.

“Berapa usiamu?” Tanyanya membuka pembicaraan sekaligus mencari informasi.

“18 tahun.” Max sudah duga ini. Tapi mengapa gadis ini sudah seliar ini diusia muda? Apa dia butuh uang?

“Masih sekolah?” Max dapat melihat anggukan kepalanya. Max sedikit tak yakin atas penglihatannya. Jadi malam ini ia akan bermain dengan anak sekolah?

“Kamu jangan khawatir. Aku sudah ahli dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Max tidak mengkhawatirkan itu sungguh, melihat gaya gadis ini Max tau gadis ini berpengalaman. Saat lampu merah gadis itu menciumnya cukup lama hingga lampu kembali hijau. Seakan memperlihatkan ke agresifannya.

“Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar Max jujur. Tiba-tiba gadis itu mendudukan diri dipangkuannya. Mengecup, menghisap dan menjilat di leher serta bawah telinganya Max jadi semakin tak sabar ingin sampai ke apartemennya. Belum lagi dua gumpalan indaj no bra yang di gesekkan serta tubuh sinyal lainnya yang bergerak maju mundur semakin membuat Max menggila.

“Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi sebuah kebahagiaan.” Bisik gadis itu sensual.

“Sialan!” Max segera memarkirkan mobilnya asal di basement. Memeluk gadis ini erat dalam gendongannya dan keluar dari mobil.

Max menahan wajah gadis itu yang sedari tadi menyerangnya dan berbalas menyerang dengan ciuman kasar. Menabrakkan punggung gadis ini di dinding lift dan melanjutkan ciuman panas mereka.

Setelah menekan tombol tujuan lantai, lift segera berjalan dengan kegiatan mereka yang masih berlangsung.

“Aku ingin segera melakukannya. Kau benar-benar membuatku gila.” Max mengembuskan nafas memburunya dieher gadis itu.

Tanpa menunggu lama, Max memasuki apartemennya dan menuju ke kamar. Di bantingnya gadis itu ke ranjang empuk miliknya yang tidak pernah ditiduri wanita mana pun.

“Wow, slown down beibh.” Ujar gadis itu mencoba menenangkan dirinya yang sudah tak tahan.

Ia segera menindihkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Melumat kembali bibir yang sudah menjadi candunya. Tangannya pun tak bisa diam, terus bermain dengan dua benda yang agak kebesaran ditangannya.

Dia sama sekali tak menyangka tenaga Gwen begitu besar hingga bisa membalik keadaan. Gadis itu yang kini berada diatasnya. Membuka kemejanya kasar dan mulai melancarkan aksinya membuat Max menahan desahan. Sialan ia merasa seperti perempuan sekarang, tapi sungguh apa yang dilakukan gadis ini membuatnya merasa luar biasa. 

Tangan lentik itu bahkan tak henti bermain di titik sensitif hingga menuju bagian yang bisa membuat Max gila hanya merasakannya saja. Bahkan dengan nakalnya dia sudah membuat max tidak berdaya dengan tergeletak di atas ranjang menikmati semua permainan wanita itu, bahkan tanpa dia sadari wanita itu sudah berhasil meloloskan kain terakhir yang dia kekenaka

“Besar. Sungguh menakjubkan.” Hanya kata itu lalu setelah itu dia merasakan sesuatu yang sangat sensual, sesuatu yang membuat dirinya hampir gila hanya merasakannya saja. Bahkan hal itu membuat perut Max terasa diterbangi kupu-kupu dan nikmat bersamaan.

Awalnya Max ingin menarik gadis itu dan langsung ke intinya saja, karena jika hanya bermain-main seperti ini Max tidak akan bisa sampai puncak. Perlu waktu lama. Tetapi saat pertama gadis itu menghisap dirinya membuat Max tak berdaya.

Dan tak butuh waktu lama sepeti biasanya, Max mendapatkan kenikmatannya. Hanya butuh sepuluh menit dan dirinya sudah selesai. Max tak percaya ini. Harga dirinya benar-benar habis hanya karena berhadapan dengan gadis kecil saja. Sialan!

Segera ia raih tubuh gadis itu sedikit kasar dan membuka paksa kain yang melekat di tubuh indah itu. Hingga sejenak max terpukau hanya ketika dia melihat sesuatu yang begitu indah. Sesuatu yang sering dia lihat, namun kali ini sangatlah berbeda.

Ini sungguh luar biasa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noka M
kok diulang?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Mistake

    Mistake “Hahh….”Lagi untuk kedua kali pria dewasa yang Gwen kira umurnya memasuki 30-an itu mengeluarkan spermanya dengan jumlah cukup banyak. Padahal belum ada satu jam dirinya memberikan service. Wajah nikmat pria itu sedikit membuat hati Gwen tergugah. Walaupun senjata pria itu belum tidur, tapi Gwen tahu bahwa pria itu sudah merasa puas. Segera Gwen turun dari kasur dan memakai bajunya, membuat pria itu bingung. “Apa yang kamu lakukan?” Gwen mengangkat bahu dan menatap pria itu malas. “Aku ingin pulang. Aku sudah selesai.” “What?!” Pria yang sialnya sangat tampan itu bangun dengan wajah menahan amarah karena tak terima. Seperti pria-pria lainnya. “Aku sudah membuatmu mencapai orgasme dua kali dan aku rasa itu cukup.” Terdengar geraman tak terima dari pria itu. “Apa maksudmu melakukan semua ini? Bahkan kita belum sampai ke intinya.” Gwen menaikkan alisnya menatap pria itu tak minat. “Aku sedang malas. Aku pulang.”

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Gwen

    About Gwen Wajah pucat Gwen baru kali ini terlihat, biasanya wajah perempuan muda itu akan berekspresi kesal, marah dan penuh emosi sangat lain dengan hari ini yang begitu kuyu sekali. Anggun sama sekali tidak mau mendatangi Gwen kekamar putrinya itu, karena ibu itu masih begitu sakit hati atas apa yang Gwen lakukan. “Papa sudah memutuskan untuk mengirim kamu Aussy besok.” Gwen cukup terkejut mendengar pernyataan Papanya tersebut, seketika Gwen menggeleng untuk menolaknya. “Gwen gak mau.” “Kamu tidak ada hak untuk memilih Gwen. Segera bersiap-siap selepas makan malam.” Gwen menghela nafasnya menyerah, ia tidak akan kekanakan dengan tak mau makan dan merajuk. Ia lapar sekali sekarang dan merajuk bukanlah sifat Gwen. Jika Papanya sudah memutuskan sesuatu maka itu tidak bisa digugat lagi, ingin menolak sebagaimana pun tak akan bisa merubah keputusan Papanya. Mengingat Gwen juga tak dekat dengan sang Papa semakin memperluas jarak diantara

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Freedom

    FreedomGwen sudah menahan diri selama ini. Ia terjebak dalam rasa bersalahnya pada keluarga dan ia hanya bisa menuruti setiap perintah juga apa apa yang diatur oleh Neneknya. Nyatanya dalam tiga tahun Gwen tidak bisa berbuat apapun, hanya bisa pasrah. Ia tidak pernah pulang ke Indonesia sama sekali sejak pertama kali menginjakkan kaki di Australia. Sebagai gantinya keluarganya yang akan datang untuk mengunjungi dirinya kemari.Jika bisa menentukan pilihan, Gwen akan dengan mantap menjawab ia ingin tinggal dengan Eyang di Jogja daripada dengan Granny di Aussy. Eyang nya meskipun cukup disiplin tetapi masih bicara cukup lembut. Memberikan pengertian yang tidak memaksakan dan mudah diterima siapapun. Tidak dengan Neneknya yang satu lagi. Dia cerewet dan akan terus berkomentar pedas jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Waktu tiga tahun dengan cepat Gwen gunakan untuk lepas dari Neneknya, ia sudah mendapatkan gelar sarjana beberapa hari lalu dan kelua

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Dear Friend

    Dear FriendWaktu begitu cepat berlalu dan Gwen sudah bekerja selama dua minggu, ia sudah nyaman sekali disana. Kabar baiknya Gwen kedatangan Tasya sahabatnya, setelah sekian tahun mereka tidak pernah bertemu. Tasya memutuskan untuk menginap beberapa hari di Los Angeles setelah sejak dua tahun lalu wanita itu tinggal di Seattle bersama Bibinya. Mereka melepas rindu dan saling berpelukan, karena sebelumnya tidak bisa saling mengunjungi dimana Gwen sangat terkekang dan tidak bisa kemana-mana kemarin. Sedangkan Tasya, wanita muda itu selalu memamerkan hidup bebasnya pada Gwen. Tasya sekarang sibuk mengelola galeri seni milik Bibinya yang sangat sayang dengan Tasya. Gwen sedikitnya iri pada sahabatnya itu meskipun ia selalu bersyukur pada hidupnya. Setidaknya kedua orangtuanya masih hidup dan lengkap tidak seperti Tasya yang sudah kehilangan orangtuanya karena perceraian lalu ayahnya meninggal. “Sumpah gue kangen banget sama lo sista…” Tasya me

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Just OnS

    Just ONSSiang itu entah kenapa Max ingin sekali makan dikantin kantornya, rasanya sudah lama sekali ia tidak makan disana tapi memang seingat Max terakhir kali ia makan disana sekitar empat atau lima tahun lalu? Entahlah. Diikuti empat orang sekretarisnya dan satu ajudannya, Max masuk ke area kantin disana terlihat sangat tenang dan disiplin meskipun sedang makan. Ia duduk dikursi yang sudah disiapkan oleh bodyguard-nya, para karyawan juga tetap melanjutkan makan siangnya tak terganggu sama sekali olehnya sesuai keinginan Max. Hingga makanan nya sudah datang, Max makan perlahan dengan mata yang melihat kesana-kemari. Tak tahu apa yang pria itu cari hingga tatapannya terhenti pada seorang wanita berkemeja coklat muda, wajahnya tidak berubah malah bertambah cantik hanya rambutnya saja yang berganti warna. Itu adalah Gwen-nya. Max segera ikut bangkit dan menyuruh para pekerjanya untuk tidak mengikuti dirinya. Itu Gwen-nya, tubuhnya masih imut seper

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Remember

    ReminderGwen kembali ke apartemennya. Ia sangat lelah sekali sekarang jadi sesampainya disana ia langsung membersihkan diri dan berlanjut membenamkan diri di kasur. Usapan diwajahnya menganggu Gwen karena Gwen adalah tipe orang yang sensitif ketika tidur, tidak bisa diganggu bahkan berisik sekalipun. Tak tahu berapa lama ia tertidur, matanya begitu berat untuk diajak melihat.“Tidurlah lagi jika masih mengantuk.”Bisikan dengan suara yang sangat rendah itu berhasil membuat Gwen merinding.Hatinya tersengat saat ia mengingat suara ini, suara pria itu pada saat mereka melakukan penyatuan dulu. Dengan paksa Gwen membuka matanya dan seseorang disampingnya ini berhasil kembali mengejutkan Gwen.“Kau kenapa bisa ada disini?”Pertanyaan Gwen sama sekali tidak dijawab karena pria itu bahkan dengan santainya menopang kepala dengan sebelah tangannya menatap Gwen dengan intens tanpa merubah posisi dari merebahkan diri.&ld

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Be my honey

    Be My HoneyMax mendengus sebal, entah bagaimana bisa di pesta yang baru saja ia tinggalkan itu ada saja hal yang tak diinginkan. Sembilan puluh lima persen wanita yang pernah menjadi kekasih Max berkumpul disana. Entah bagaimana bisa mereka saling mengenal yang pasti Max sangat mencurigai Alexa Smith. Mungkinkah wanita itu menjadi stalker dirinya selama ini?Bahkan untuk Alli Martinez yang tinggal di Barcelona saja sampai hadir dan terlihat begitu akrab dengan wanita itu. Belum lagi ibunya yang terlihat begitu senang memperkenalkannya kesana-kemari. Bahkan tidak malu mengatakan bahwa Max sedang mencari pasangan, membuat Max semakin tidak habis pikir.Selama Max memiliki kekasih, ia selalu memberi batasan untuk tidak terlalu dekat padanya. Dalam artian saling mengenal lebih jauh meskipun saling punya perasaan. Max hanya tertarik lalu menerima pernyataan perasaan mereka dan mereka berkencan. Hanya dinner dan berhubungan seksual termasuk memberi mereka kartu kredit.

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Worries

    WorriesGwen merasakan nyeri pada lengan dalam bagian atasnya tempat dimana ia menanam implan, beberapa hari kemarin bagian itu juga sempat lebam. Gwen bahkan konsultasi lagi ke dokter untuk bertanya tentang apa yang ia alami, katanya hal itu normal terjadi bahkan efek dari pemasangan implannya ini cukup banyak seperti gangguan menstruasi yang tidak teratur, kemungkinan perubahan berat badan, nyeri kepala, perubahan mood yang tiba-tiba, nyeri pada payudara serta mual dan nyeri perut.Sepulang dari kerjanya Gwen langsung kembali ke apartemen, rencananya ia akan memasak mi sambil menonton film. Sayangnya yang terjadi selepas ia mandi adalah Gwen merasakan mual yang membuat dirinya tidak nafsu untuk memakan apapun sehingga ia memilih untuk tidur saja.Sebuah tangan dingin tersampir dikenangnya, meskipun Gwen tertidur tetapi ia tidur terlalu lelap.“Apa kau sudah makan?”Suara berat yang Gwen kenali sebagai Max menyapa telinganya. Gelengan pe

Latest chapter

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   I love you, no way!

    Kecelakaan “Kau sangat cantik Eve. Aro pasti akan menyukai penampilanmu,” puji Stella, Ibunya yang memegang bahu putrinya, lalu mengelus rambut panjangnya yang bergelombang akibat dicurly.“Kau sudah menyiapkan hadiah untuk Aro?” tanya Raymond, ayahnya yang bersandar di sisi ambang pintu. Evelyn Blossom. Gadis berusia 22 tahun itu tampak malu-malu dan enggan untuk menjawab pertanyaan sang Ayah. Tapi detik berikutnya, ia berkata pelan, “Aku akan memberikannya jika aku sudah bertemu dengannya, Daddy.” Rona tersipu di pipi Evelyn spontan membuat Stella tertawa. Ia lalu melirik suaminya di pintu yang memandang datar dan tampak tidak peduli, namun samar bisa Stella tangkap ujung bibir suaminya itu sedikit tertarik sebelum menghilang, meninggalkan mereka berdua setelah berkata, “Ya sudah. Daddy tunggu di bawah. Kita akan berangkat sebentar lagi.” “Biar Mommy tebak hadiah apa yang akan kau berikan untuk Aro.” Stella memicingkan

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 6 - Kita ini apa sih?

    Kita Ini Apasih? Tanyakan pada Reagan apa yang membuat yang membuatnya tergila-gila pada Irish. Reagan akan menjawab, pertama bibir Irish, kedua bibir Irish, ketiga bibir Irish, baru yang terakhir tubuh mungil Irish yang sedang mendesah-desah dibawah tubuhnya. Dasar Reagan mesum!Reagan sudah lupa kapan terakhir kali dirinya melakukan adegan 17 tahun keatas tersebut, yang Reagan ingat hanya Irish perempuan terakhir yang bangun disampingnya 2 bulan lalu, di villa, di Ubud. Reagan tidak lagi mencari kesenangan diuar. Semua waktunya tersita hanya untuk Irish seorang. Mulai dari antar jemput sampai membuntuti Irish kemanapun gadis itu pergi. Sampai Irish yang kesal karena kelakuan Reagan membentak cowok itu. “Loe nggak ada kerjaan lain ya selain buntutin gue Re?” “Loh gue kan bossnya. Jadi kerjanya suka-suka gue lah.” “Tapi loe tiap hari ngikutin gue kemana-mana. Emang loe nggak capek?” “Nggak!” Susah bicara baik-ba

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 5 - cemburu lagi

    Cemburu LagiSejujurnya Irish ingin memperpanjang cutinya. Dia tidak berniat masuk kerja. Tapi dia tidak enak pada Pak Lukman. Kemarin minta cuti seminggu mendadak. Masa sekarang minta extention lagi. Benar-benar nggak tahu diri. Seperti bukan Irish saja.Dan sejujurnya lagi, Irish tidak siap bertemu Reagan. Irish malu akibat perbuatannya. Irish takut kalau-kalau Reagan menertawainya. Irish takut kalau Kinta tahu dirinya dan Reagan sudah ena-ena. Kinta pasti akan mencemooh dirinya.Kinta memang bukan penganut paham ‘jangan lepas kendali sebelum menikah’ seperti Irish.Kinta adalah perempuan bebas. Selama dirinya senang, dia akan menikmatinya. Dan kebanyakan mantan pacar Kinta memang bule. Kinta memang penggemar sejati terong import.Begitu sampai di hotel, Irish berjalan cepat-cepat memasuki ruangan kerjanya. Matanya mengawasi Reagan yang bisa saja tiba-tiba muncul.

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 4 - pertama

    Pertama Irish benar-benar shock melihat kemesraan Nando dan Dayu tadi. Seketika itu juga rasa laparnya mendadak hilang. Dikeluarkannya 2 lembar seratus ribuan dan diletakkannya di meja. Irish lalu bangkit berdiri dan pergi dari situ tanpa pamit. Irish masih mengingat jelas pernyataan cinta Nando padanya, dan juga ketersediaan Irish menunggu Nando memutuskan Dayu. Sampai capek Irish galau berminggu-minggu. Menangis tidak jelas. Bela-belain kabur ke Ubud. Yang digalauin malah asik ciuman sama tunangannya. Katanya nggak cinta, tapi kok ciumannya mesra banget. Menghayati pula. Irish menggosok-gosok bibirnya dengan kasar. Menghilangkan jejak bibir Nando disana. Di dalam mobil Irish berusaha menahan air matanya agar jangan sampai keluar. Menangisi orang seperti Nando membuat dirinya terlihat menyedihkan. Pandangan Irish sudah mengabur. Dibelokannya mobilnya ke arah bar yang dia lewati.

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 3 - dayu

    DayuHari yang paling ditakutkan Irish benar-benar terjadi. Bagaimana tidak Dayu pacar Nando tiba-tiba muncul di Jagapati. Irish sudah merinding membayangkan Dayu akan melabraknya. Namun kenyataannya perempuan itu hanya mengajak Irish bicara baik-baik.Tak dipungkiri Irish, akhir-akhir ini Irish sering menghabiskan waktu bersama Nando diam-diam. Mereka pergi makan malam bersama. Lalu menghabiskan waktu berlibur ke bedugul.Nando juga tidak segan-segan lagi mencium Irish. Menggrayangi tubuh gadis itu, meski dalan batasan wajar. Dan sungguh Irish sangat menikmati kebersamaanya dengan Nando.Otak Irish sebenarnya sudah sering memperingati bahwa sepintar-pintarnya bangkai yang disimpan pasti akan tercium juga. Namun hati Irish malah berkhianat. Tubuh dan bibirnya malah menikmati ciuman Nando.Gaya mencium Nando sudah banyak berubah. Lebih berani dan menantang. Mungkin Nando pernah belajar dengan bule-bule disana, pikir Irish. Tapi sebodo amat, sekara

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 2 - bertemu mantan

    Bertemu MantanGara-gara ulah Reagan kemarin hari ini Irish sukses terkantuk-kantuk saat briefing mingguan hotel. Apalagi dirinya pagi ini briefing dipimpin langsung oleh Reagan sendiri. Bahkan usai briefing, Reagan masih sempat-sempatnya menggoda Irish, yang dibalas Irish dengan memukulkan agendanya ke kepala Reagan.“Jahat banget sih loe Rish! Sakit nih.” Reagan mengusap-usap kepalanya akibat agenda Irish yang melayang tadi.“Biarin! Loe resek soalnya.”“Resek tapi bibir gue enak kan? Coba lagi yuk Rish. Di ruangan gue.”Setelah mengatakan itu Reagan langsung ngacir menghindari amukan Irish yang lebih besar lagi.“Nih, kontrak sama Travelo yang loe minta kemarin.” Kinta yang berjalan di sebelah Irish menyerahkan sebuah map berwarna biru.“Thanks ya Ta.”“Btw, elo s

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   Iris 1 - Coffee In The Morning

    Coffee In The MorningIrish menghempaskan bokongnya di kursi, sesaat setelah dirinya sampai di kantor. Terlalu pagi untuk Irish sampai di hotel, tempatnya bekerja.Masih sepi. Irish biasanya akan datang 10 atau 15 menit sebelum jam ceklok. Tapi pagi ini dia memutuskan untuk berangkat lebih awal, untuk menghindari omelan mama yang menanyakan kapan dirinya akan menikah.Tahun ini usia Irish genap 28 tahun, namun masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri masa lajang. Padahal adiknya, Arabel, yang terpaut 3 tahun dengannya, sudah dilamar oleh Dhega, kekasihnya.Irish bukannya tidak pernah berusaha mencari jodoh. Tak terhitung banyaknya lelaki yang mendekatinya, tapi itu semua hanya untuk tidur dengannya. Tak pernah benar-benar ada yang serius.Entah harus merasa beruntung apa merasa sial, pesona Irish hanya sampai pada tempat tidur. Namun Irish bukan perempuan seperti itu. Sampai detik

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   New 6 - very forced

    Very ForcedDi kediaman Alfred, Audy sangat stress memikirkan permintaan Alfred. Ia berusaha mencari cara agar bisa lepas dari ancaman Alfred. Tak lama kemudian, terdengar suara kaki pria yang dulu pernah ia sayangi itu, mendekati kamarnya.‘Ah itu dia,’ batin Audy.“Audy, kapan Kau bisa melakukan tugasmu?” desak Alfred.“Bagaimana kalau tugas itu diberikan pada orang lain saja, Alfred?” tawar Audy.“Kenapa? Kau tidak tega?” tanya Alfred.“Aku tidak pernah membunuh siapapun, Alfred. Aku takut jika misi itu gagal, bagaimana denganku dan Jillian nantinya?”jelas Audy.Alfred diam, ia berpikir sejenak. “Begini saja, Aku yang akan membunuhnya dengan tanganku. Kau hanya perlu membawanya pergi ke tempat yang aku tentukan. Bagaimana?”“Deal,” jawab Audy.

  • Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu   New 5 - party sucks

    Party SucksAudy dan Dave tengah dalam perjalanan ke sebuah mansion, tempat pesta itu diadakan. Mereka duduk di kursi belakang supir. Audy mengenakan gaun panjang berwarna gold, terdapat belahan panjang di sebelah kiri gaun, itu memperlihatkan sebelah kakinya yang jenjang. Sementara Dave mengenakan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam.Terangnya lampu-lampu jalanan malam itu, membuat Audy senang melihat apapun yang dilewati mobil mereka. Tiba-tiba jari tangan kirinya terasa hangat, karena Dave menggenggamnya. Audy memutar kepalanya menoleh pada Dave.“Ini untukmu, Sayang.” Dave menyematkan cincin berlian di jari manis Audy. Cincin itu memancarkan kilauannya di gelap malam, sangat indah.Audy hanya bisa menatap manik hitam mata Dave, ia bisa melihat hangatnya ketulusan hati pria itu. Audy memberikan sedikit senyum di bibirnya. Ini pertama kalinya Dave melihat semburat tipis itu di wajah A

DMCA.com Protection Status