Dear Friend
Waktu begitu cepat berlalu dan Gwen sudah bekerja selama dua minggu, ia sudah nyaman sekali disana. Kabar baiknya Gwen kedatangan Tasya sahabatnya, setelah sekian tahun mereka tidak pernah bertemu. Tasya memutuskan untuk menginap beberapa hari di Los Angeles setelah sejak dua tahun lalu wanita itu tinggal di Seattle bersama Bibinya.Mereka melepas rindu dan saling berpelukan, karena sebelumnya tidak bisa saling mengunjungi dimana Gwen sangat terkekang dan tidak bisa kemana-mana kemarin.
Sedangkan Tasya, wanita muda itu selalu memamerkan hidup bebasnya pada Gwen. Tasya sekarang sibuk mengelola galeri seni milik Bibinya yang sangat sayang dengan Tasya. Gwen sedikitnya iri pada sahabatnya itu meskipun ia selalu bersyukur pada hidupnya.
Setidaknya kedua orangtuanya masih hidup dan lengkap tidak seperti Tasya yang sudah kehilangan orangtuanya karena perceraian lalu ayahnya meninggal.
“Sumpah gue kangen banget sama lo sista…”
Tasya memeluknya begitu erat setelah Tasya sampai ke apartemennya. Gwen membalas pelukan erat sahabatnya, membawa Tasya masuk kedalam untuk dapat bercerita lebih nyaman. Dan Gwen menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saat terakhir mereka bersama yaitu ketika Tasya mengantarnya pulang kerumah, dimana kedua orangtuanya marah dan menyuruhnya tinggal di Australia.
Tasya sendiri selain mengelola galeri seni. Wanita itu mengikuti kursus membuat kue. Untuk mengisi waktu senggang dan pelancar calon usaha Tasya yang ingin membuka kedai kue. Tidak seperti Gwen yang hanya fokus belajar dan tidak memikirkan masalah asmara, Tasya akan melangsungkan acara pertunangannya bulan depan. Pria beruntung ini adalah sahabat dari Kakak sepupu Tasya disini, namanya adalah Theo dan bekerja sebagai seorang Chef.
“Lo juga harus lupakan masa lalu Gwen, lagi pula cowok-cowok disini gak mempermasalahkan lo perawan atau bukan selagi perasaan lo tulus.”
“Lo udah capek-capek belajar kemarin dan merasa terkekang, sekarang saatnya lo bebas Gwen. Tujuan utama lo pergi jauh kan memang untuk itu, lo harus jadi diri lo sendiri yang gak peduli dengan tanggapan orang.”
Gwen menghela nafasnya pelan, menatap Tasya dengan senyum tipis. Selama ini selalu dirinya yang menyemangati sahabatnya itu karena Tasya dulu terlalu lemah dan cengeng. Sekarang waktu sudah banyak terlewat dan Tasya sudah dewasa dan akan bertunangan.
“Lo benar, tapi gue masih perlu banyak penyesuaian disini. Nanti kalo ada yang cocok juga gue bakal kejar cowok itu, sekarang belum ketemu aja.”
“Bagus deh, padahal gue pengen banget lo jadi sama Kakak sepupu gue biar kita bisa jadi keluarga. Sayangnya Kakak sepupu gue sudah punya tunangan dan sudah punya anak mau dua.” Gwen terkekeh pelan setelah ia meminum birnya, lalu menatap Tasya dengan tatapan mengejek.
“Gue gak suka dicomblangin dan gue gak suka jadi pelakor.” Tasya tertawa lucu mendengar penuturan Gwen yang sangat tegas tapi menyindir itu, ciri khas Gwen yang sangat Tasya rindukan.
“Pokoknya besok kita harus puas-puasin senang-senang sebelum lusa lo masuk kerja lagi. Sekarang jadwal kita curhat, nonton film dan makan kue buatan gue.” Tasya membuka kopernya dan mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang berisikan berbagai macam kue kering siap makan.
Gwen excited sekali saat melihat berbagai bentuk lucu kue yang dibawa Tasya, ia percaya tak percaya kue itu dibuat oleh Tasya yang tidak bisa memasak mi. “Serius ini buatan lo?”
“Serius, besok lo kerja gue bakal buatkan lo kue untuk stok cemilan di apartemen.”
“Lo masak mi aja gak bisa, gimana gue percaya lo bisa buat kue yang lucu-lucu begini bentuknya,” ujar Gwen seraya mencomot satu kue untuk ia icip.
“Itu kan dulu Gwen, gue sekarang udah bisa masak. Soalnya Theo itu suka makan dan jago masak, jadi gue untuk ngejar dia itu butuh usaha extra belajar masak dan buat kue begini.” Bela Tasya pada dirinya sendiri, agak kesal juga ia mengingat dulu payah sekali menjadi perempuan.
“Ya meskipun gue gak sejago Theo tapi masakan gue lumayan enak kok kata Aunty gue.”
“Ah lo mah dari dulu jago kandang, gak heran gue kalo Aunty lo yang bilang enak.” Ledek Gwen yang tak berhenti mengunyah cemilan.
“Ihh Gwen lo mah gitu, beneran masakan gue enak. Lo emang kudu nyoba masakan gue biar gak mengejek gue lagi.” Tawa Gwen pecah, nyatanya sudah sedewasa apapun mereka sikap manja dan kekanakan itu akan muncul saat bersama dengan orang terdekat.
Gwen sudah lupa kapan terakhir kali ia bermanja, lagipula sekarang pada siapa ia bisa bermanja selain pada Tasya yang sekarang menampilkan wajah cemberut kesalnya. Sesering apapun ia mengejek Tasya. Dalam hati Gwen hanya Tasya yang paling ia sayangi karena sudah bersama dirinya menerima setiap keluh kesahnya selama mereka berteman. Gwen harap Tasya akan menemukan kebahagiaannya karena itu adalah kebahagiaan Gwen juga.
“Eh btw gimana rasanya kerja di perusahaan besar kayak M.B. Inc.?”
“Ya sejauh ini sih gue masih nyaman dengan berbagai aturannya, lo tau sendirikan kalo gue harus betah-betah kerja disana supaya bisa disini lebih lama? Entah setelah kontrak gue habis, apa orangtua gue bakal menjodohkan gue atau engga nanti karena takut gue makin banyak berulah.”
“Bener sih, tapi ya kali Gwen orangtua lo bakal jodohin segala. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, sekarang wanita sudah berhak memilih apapun yang dia mau dalam hidup. Lo berhak menikah dan hidup bahagia dengan seseorang yang lo mau bukan orangtua lo mau.”
Gwen menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa seraya menatap langit ruangan, pikirannya berlarian kemana-mana.
“Kalo memang benar gue bakal di jodohkan, apa yang bisa gue lakukan selain menerima Sya? Dikeluarga gue, gue gak punya hak apapun untuk berpendapat. Gue gak bisa bayangkan gimana suami yang bakal dipilih sama keluarga gue untuk gue."
Apa bakal mirip Papa yang temperamennya keras atau mirip Keluarga Mama gue yang pendiam dan terlalu disiplin. Di kehidupan gue sekarang, gue gak bisa menentukan hidup gue sendiri dan itu kenyataan yang sangat gue benci.”
Tasya mengikuti Gwen dengan merebahkan kepalanya di sofa, menatap sahabatnya itu dengan perasaan yang tak tergambarkan. Dulu Tasya begitu terpuruk karena perpisahan orangtuanya. Lalu ditinggal sendirian oleh ayahnya akibat kecelakaan dihari ibunya menikah lagi dengan pria lain.
Tetapi sekarang Tasya punya Aunty dan Kakak sepupunya yang selalu mendukung apapun yang ia mau. Tasya beruntung untuk itu, tetapi Gwen. Ia hidup dengan harta berlimpah, keluarga lengkap, tetapi sangat tidak cocok dengan dirinya dan tidak ada yang mendukungnya sama sekali. Itu lebih menyedihkan…
Nyatanya didunia ini tidak ada yang namanya hidup sempurna. Pasti ada kecacatan yang entah itu tampak atau tidak, yang selalu membuat oranglain tidak merasa berutung meskipun ada begitu banyak hal lain yang patut disyukuri.
Shock
Gwen kembali ke rutinitasnya setelah Tasya pulang ke Seattle, sahabatnya itu menepati janjinya dengan membuatkan Gwen banyak stok camilan di apartemen. Kemarin mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama dengan berkualitas dan memuaskan. Mungkin lain kali Gwen akan berkunjung ke Seattle untuk bertemu dengan Tasya.“Bagaimana?” Suara Cherry menghapus keheningan yang dalam ruang kerja team mereka tepat setelah kedatangan Mandy.
Mandy kembali duduk dikursinya bersamaan dengan mug yang wanita itu letakkan diatas meja kerjanya, wajah anggunnya terlihat menggedikkan bahu. Sedang Gwen tidak mengerti apa yang sedang terjadi disini.
“Lebih baik kita tunggu konfirmasi dari Leader langsung daripada terus menduga dan mencari gosip.” Cherry terlihat mencebikkan bibirnya, terlihat kecewa dan sedih bersamaan.
“Cherry sebenarnya ada apa?”
“Aku kemarin mendengar informasi bahwa Leader Liam akan dipindahkan ke team lain. Aku sungguh menyukai cara kerjanya, entah nanti Leader baru kita seperti apa tapi ku harap berita itu salah.”
Gwen yang baru tahu mengenai itu sedikit bingung, selama ia kerja disini Leader Liam adalah Leader terbaik yang Gwen tahu. Pekerjaannya bersih dan rapih, disiplin tapi dibuat nyaman, tapi mengapa pria itu harus pindah jika pekerjaan nya bagus?
“Mungkin kau bingung, akan aku jelaskan. Jadi seperti yang kita tahu Leader Liam sudah bekerja dengan baik disini dan ia menjadi leader team ini beberapa hari sebelum aku datang. Dan disini terbiasa untuk melakukan pertukaran Leader agar kinerja para akaryawan lebih baik.”
“Leader Liam kemungkinan akan di pindahan pada team yang dikira kinerjanya kurang dari tema yang lain karena pekerjaannya yang bagus.”
Gwen menganggukkan kepala paham, ia mengerti sekarang. Sistem seperti itu juga ia rasa cukup efektif untuk membangun semangat persaingan kinerja antar karyawan. Jadi karyawan disini selalu berlomba-lomba untuk mendapat posisi terbaik, berdedikasi pada pekerjaannya.
Pintu ruangan terbuka disana Leader Liam masuk dengan sebuah map coklat ditangannya, senyum menenangkan pria itu muncul entah memberi pertanda apa.
“Lima menit sebelum makan siang tolong luangkan waktu kalian, aku ingin berbicara.”
Lalu setelah itu pria berkacamata tersebut memasuki ruangannya sendiri, kembali membawa keheningan pada mereka yang matanya masih menatap pada pintu ruangan ketua tim yang ada didalam ruangan.
“Sepertinya memang kita akan kedatangan pengganti ketua tim.” Ujar Hanry yang langsung melanjutkan pekerjaannya.
Kembali mereka dalam keheningan dan fokus pada pekerjaan, sementara Gwen meski matanya menatap layar komputer tetapi pikirannya bercabang. Ia masih anak baru disini, masih butuh penyesuaian dan sekarang bertambah pula penyesuaiannya karena ketua tim baru. Gwen berharap ketua tim yang baru tidak cerewet dan menyebalkan.
Benar saja saat Leader Liam meminta waktu lima menitnya, pria yang sudah memiliki dua orang anak itu mengatakan bahwa ia akan dipindahkan pada team lain. Besok pria itu harus pindah dan ketua tim yang baru akan datang, pria itu berterimakasih pada mereka semua karena selama ini sudah bekerja keras dan memotivasi agar mereka selalu tetap semangat.
Gwen bahkan bisa melihat Cherry yang terus mengusap air matanya, wanita itu begitu sensitif. Sedangkan wanita lain diruangan ini yaitu Mandy dan Rebecca masih bisa mempertahankan raut mukanya.
“Kalian akan kedatangan Mr. William sebagai ketua tim yang baru. Kuharap apa yang sudah kalian lakukan, harus tetap dipertahankan baik itu semangat dalam bekerja dan kekompakan kalian.”
Waktu lima menit sangatlah singkat hingga waktu makan siang tiba, Cherry yang semula terharu biru sekarang begitu sumringah membuat Gwen tak paham mengapa wanita itu begitu cepat berganti suasana hati.
“Apa ada sesuatu yang menyenangkan? Mengapa kau terlihat menahan senyum seperti itu.”
Cherry menaikkan wajahnya setelah wanita itu menyesap jus miliknya, menatap Gwen dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.
“Ketua tim kita yang baru Sir William adalah pria tertampan di sini tentunya setelah Owner perusahaan dan wakil direktur.”
“Apa sebelumnya dia ketua tim lain?” Tanya Gwen yang akhirnya paham mengapa Cherry begitu senang, Gwen pikir nanti setelah ketua tim itu datang Cherry akan mengencaninya.
“Bagaimana kinerjanya?”
“Ya, dia ketua tim lain sebelumnya. Tentu kinerjanya bagus karena Timnya selalu masuk peringkat ketiga, tetapi yang penting dia tampan tampan tampan dan tampan.”
Gwen mengerutkan keningnya, menurut Gwen tampan tidak bisa menjadi patokan dari segala sesuatu. “Bagaimana sikapnya selama bekerja menjadi ketua tim? Apa menyebalkan?”
“Tentu tidak, mana ada pria tampan yang menyebalkan. Wajah tampan mereka menyelamatkan mereka dari hal itu.” Mendengar ucapan Cherry yang tidak bisa diharapkan, akhirnya Gwen memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Mungkin ia akan tahu nanti jika pria itu sudah pindah ke timnya.
“Tetapi tetap saja tidak ada yang lebih tampan daripada Owner perusahaan kita sekaligus CEO M.B.Inc. dia adalah pria tampan yang paling diincar dinegara ini ah tidak mungkin di dunia ini. Sangat kaya dan tampan sekali.”
“Apa kamu pernah bertemu dengan CEO kita?”
“Tentu tidak, aku hanya sering lihat dimajalah.” Kantin yang awalnya senggang tiba-tiba menjadi ramai, terlihat rombongan yang masuk. Gwen yang tidak pernah berjumpa dengan hal ini bertanya pada Cherry, apa yang terjadi.
“Sepertinya CEO kita akan makan disini.”
Ponsel mereka bergetar bersamaan, memunculkan notifikasi pesan dari perusahaan yang menyuruh agar mereka tetap melanjutkan makan siang dengan tenang seperti biasa tanpa harus memperdulikan ada CEO disana.
“Wajahnya sangat tampan sekali, terlihat tidak nyata.”
Gwen hanya mendengarkan saja semua yang Cherry katakan, tak ingin tahu soal rupa CEO. Lagipula jika dilihat ia hanya cukup tahu saja, tak ada manfaat lebih seperti tiba-tiba diberi uang satu miliar. Dalam hidupnya Gwen sudah kenyang melihat pria tampan bahkan kemaluan mereka.
Astaga.. jika diingat ingat sudah lama sekali Gwen tidak bertemu dengan benda itu. Dan pria itu yang menjadi terakhir juga yang mengambil kesuciannya adalah yang paling terbaik dari yang lain.
Gwen.. apa yang kau pikirkan, ya ampun pikirannya begitu kotor sekali dan ia rasa ia perlu mencuci muka agar pikirannya jernih supaya tidak melulu memikirkan kemaluan pria.
“Aku akan ke kamar mandi sebentar.”
Gwen bangkit dari kursinya dan pergi menuju toilet diluar area kantin. Baru saja ia masuk dan ingin menghidupkan air keran, seseorang masuk dan mengejutkan Gwen karena pria itu menarik Gwen hingga tersudut didinding.
“Gwen…”
Melihat wajah pria itu saja Gwen syok sekali, ditambah pria itu memanggil namanya dengan nada marah yang kental. Gwen tidak percaya mengapa mereka bisa bertemu disini.
“Dimana saja kamu selama ini, katakan padaku.”
Dalam rasa terkejutnya Gwen sama sekali tidak menjawab pria ini.
“Dimana anakku Gwen?”
Bersambung
Just ONSSiang itu entah kenapa Max ingin sekali makan dikantin kantornya, rasanya sudah lama sekali ia tidak makan disana tapi memang seingat Max terakhir kali ia makan disana sekitar empat atau lima tahun lalu? Entahlah. Diikuti empat orang sekretarisnya dan satu ajudannya, Max masuk ke area kantin disana terlihat sangat tenang dan disiplin meskipun sedang makan. Ia duduk dikursi yang sudah disiapkan oleh bodyguard-nya, para karyawan juga tetap melanjutkan makan siangnya tak terganggu sama sekali olehnya sesuai keinginan Max. Hingga makanan nya sudah datang, Max makan perlahan dengan mata yang melihat kesana-kemari. Tak tahu apa yang pria itu cari hingga tatapannya terhenti pada seorang wanita berkemeja coklat muda, wajahnya tidak berubah malah bertambah cantik hanya rambutnya saja yang berganti warna. Itu adalah Gwen-nya. Max segera ikut bangkit dan menyuruh para pekerjanya untuk tidak mengikuti dirinya. Itu Gwen-nya, tubuhnya masih imut seper
ReminderGwen kembali ke apartemennya. Ia sangat lelah sekali sekarang jadi sesampainya disana ia langsung membersihkan diri dan berlanjut membenamkan diri di kasur. Usapan diwajahnya menganggu Gwen karena Gwen adalah tipe orang yang sensitif ketika tidur, tidak bisa diganggu bahkan berisik sekalipun. Tak tahu berapa lama ia tertidur, matanya begitu berat untuk diajak melihat.“Tidurlah lagi jika masih mengantuk.”Bisikan dengan suara yang sangat rendah itu berhasil membuat Gwen merinding.Hatinya tersengat saat ia mengingat suara ini, suara pria itu pada saat mereka melakukan penyatuan dulu. Dengan paksa Gwen membuka matanya dan seseorang disampingnya ini berhasil kembali mengejutkan Gwen.“Kau kenapa bisa ada disini?”Pertanyaan Gwen sama sekali tidak dijawab karena pria itu bahkan dengan santainya menopang kepala dengan sebelah tangannya menatap Gwen dengan intens tanpa merubah posisi dari merebahkan diri.&ld
Be My HoneyMax mendengus sebal, entah bagaimana bisa di pesta yang baru saja ia tinggalkan itu ada saja hal yang tak diinginkan. Sembilan puluh lima persen wanita yang pernah menjadi kekasih Max berkumpul disana. Entah bagaimana bisa mereka saling mengenal yang pasti Max sangat mencurigai Alexa Smith. Mungkinkah wanita itu menjadi stalker dirinya selama ini?Bahkan untuk Alli Martinez yang tinggal di Barcelona saja sampai hadir dan terlihat begitu akrab dengan wanita itu. Belum lagi ibunya yang terlihat begitu senang memperkenalkannya kesana-kemari. Bahkan tidak malu mengatakan bahwa Max sedang mencari pasangan, membuat Max semakin tidak habis pikir.Selama Max memiliki kekasih, ia selalu memberi batasan untuk tidak terlalu dekat padanya. Dalam artian saling mengenal lebih jauh meskipun saling punya perasaan. Max hanya tertarik lalu menerima pernyataan perasaan mereka dan mereka berkencan. Hanya dinner dan berhubungan seksual termasuk memberi mereka kartu kredit.
WorriesGwen merasakan nyeri pada lengan dalam bagian atasnya tempat dimana ia menanam implan, beberapa hari kemarin bagian itu juga sempat lebam. Gwen bahkan konsultasi lagi ke dokter untuk bertanya tentang apa yang ia alami, katanya hal itu normal terjadi bahkan efek dari pemasangan implannya ini cukup banyak seperti gangguan menstruasi yang tidak teratur, kemungkinan perubahan berat badan, nyeri kepala, perubahan mood yang tiba-tiba, nyeri pada payudara serta mual dan nyeri perut.Sepulang dari kerjanya Gwen langsung kembali ke apartemen, rencananya ia akan memasak mi sambil menonton film. Sayangnya yang terjadi selepas ia mandi adalah Gwen merasakan mual yang membuat dirinya tidak nafsu untuk memakan apapun sehingga ia memilih untuk tidur saja.Sebuah tangan dingin tersampir dikenangnya, meskipun Gwen tertidur tetapi ia tidur terlalu lelap.“Apa kau sudah makan?”Suara berat yang Gwen kenali sebagai Max menyapa telinganya. Gelengan pe
LoversGwen memposting foto terbarunya di media sosial yang ia punya, tidak dengan nama aslinya Gwen lebih memilih untuk memberi nama lain yang unik hingga anggota keluarganya tak akan tahu bahwa itu adalah miliknya. Pengikutnya cukup banyak karena Gwen memang populer, ia me-privasi akunnya dan itu adalah pilihan bijak. Ia mengirimkan fotonya bersama Max yang kemarin mereka ambil dalam kencan tiap hari libur mereka. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang bahagia.Sudah satu bulan ini mereka menjalin hubungan dan Gwen menikmatinya sejauh tidak ada yang tahu tentang mereka dalam artian sebenarnya. Seperti teman-teman kerjanya ataupun media apalagi keluarganya.“Bagaimana Gwen, apa kau sudah menyiapkan apa yang akan kau pakai malam ini?”Gwen menganggukkan kepala pelan, ia kemarin lusa sempat membeli dress untuk menghadiri ulangtahun William leader mereka. Pria itu mengundang mereka dan melarang untuk dibawakan kado atau apapun, lagipula nan
MedusaWaktu berjalan begitu cepat dan selama itu pula Gwen sudah merasa nyaman bersama dengan Max menjalin hubungan berstatuskan sepasang kekasih. Seperti biasanya Max kembali meninggalkan Gwen demi pekerjaannya. Pria itu bilang akan sedikit lama berada di Barcelona tidak seperti perjalanan bisnis biasanya.Sedikitnya Gwen merasa kesal jika Max sedang dalam keadaan sibuk-sibuknya dengan pekerjaan karena ia akan diabaikan oleh pria itu demi pekerjaannya. Nyatanya Max lebih workaholic dari yang Gwen duga.Hubungan mereka masih aman sejauh ini dalam artian ‘tidak ada yang tahu’. Max sebenarnya sangat keberatan dengan hal ini tapi tentu saja Gwen menjelaskan perkara sebenarnya jika hubungan mereka terkuak. Dan sejak Mr. William menanyai tentang Max, Gwen menjadi lebih berhati-hati.“Ini.” Mr. William mengangsurkan minuman didepannya pada Gwen entah untuk keberapa kalinya hampir setengah tahun ini jika mereka sedang makan bersama dengan
Slave of Love“Apa terjadi sesuatu?”“Apa?”Gwen menatap Max tidak paham, saat ini mereka sedang berada disebuah tempat yang Max pernah janjikan padanya sebelum pria itu pergi ke Barcelona. Angin bertiup hingga rambut Gwen ikut terbawa, seperti akhir pekan yang biasa mereka lewati kali ini pun Max memilih tempat diluar ruangan.Mereka lebih sering mengadakan piknik kecil-kecilan seperti ini, dengan beberapa makanan dan lebih banyak mengobrol. Mungkin baru dua kali Max mengajaknya makan di restoran mewah itupun mereka memesan ruangan VIP, jika sedang malas keluar biasanya mereka tetap mengendap di apartemen memasak atau membuat kue juga menonton film.Tapi Gwen menikmati semua yang mereka jalani ini, sekarang.“Aku pergi cukup lama meninggalkanmu disini, apa terjadi sesuatu?” Ulang Max.Gwen yang sedang memakan sushi lebih mengutamakan menyelesaikan kunyahan dan menelan makanannya dahulu sebelum menjaw
Angry birdGwen tidak bisa menahan tawanya meskipun ia masih merasa kesal dengan Max perihal gaun, tetapi melihat Max mengakui bahwa pria itu tergoda cukup lucu untuknya. “Jadi aku berhasil menggodamu?”“Tidak usah kau tanyakan lagi.” Max menggeram kesal, bahkan pria itu sama sekali tidak menatapnya dan fokus pada jalan.“Dasar pemarah.” Gerutu Gwen yang malah semakin mendekatkan dirinya pada Max.Tiba-tiba saja tangan Gwen tersampir dimilik Max yang sedari tadi menggembung, membuat Max cukup tersentak kaget. Tetapi senyum nakal Gwen menyapa matanya, wanita muda itu bahkan dengan berani mengecupi dan menjilati sisi lehernya yang sedang fokus mengemudi. Sial!“Apa ini juga marah padaku?” Tanya Gwen dengan suara sensual mengusapi milik Max yang masih terjebak didalam celana.“Gwen.. kau sedang menstruasi. Aku tidak mau hanya dengan mulutmu saja.”Tidak perduli ucapan penuh frus
Kecelakaan “Kau sangat cantik Eve. Aro pasti akan menyukai penampilanmu,” puji Stella, Ibunya yang memegang bahu putrinya, lalu mengelus rambut panjangnya yang bergelombang akibat dicurly.“Kau sudah menyiapkan hadiah untuk Aro?” tanya Raymond, ayahnya yang bersandar di sisi ambang pintu. Evelyn Blossom. Gadis berusia 22 tahun itu tampak malu-malu dan enggan untuk menjawab pertanyaan sang Ayah. Tapi detik berikutnya, ia berkata pelan, “Aku akan memberikannya jika aku sudah bertemu dengannya, Daddy.” Rona tersipu di pipi Evelyn spontan membuat Stella tertawa. Ia lalu melirik suaminya di pintu yang memandang datar dan tampak tidak peduli, namun samar bisa Stella tangkap ujung bibir suaminya itu sedikit tertarik sebelum menghilang, meninggalkan mereka berdua setelah berkata, “Ya sudah. Daddy tunggu di bawah. Kita akan berangkat sebentar lagi.” “Biar Mommy tebak hadiah apa yang akan kau berikan untuk Aro.” Stella memicingkan
Kita Ini Apasih? Tanyakan pada Reagan apa yang membuat yang membuatnya tergila-gila pada Irish. Reagan akan menjawab, pertama bibir Irish, kedua bibir Irish, ketiga bibir Irish, baru yang terakhir tubuh mungil Irish yang sedang mendesah-desah dibawah tubuhnya. Dasar Reagan mesum!Reagan sudah lupa kapan terakhir kali dirinya melakukan adegan 17 tahun keatas tersebut, yang Reagan ingat hanya Irish perempuan terakhir yang bangun disampingnya 2 bulan lalu, di villa, di Ubud. Reagan tidak lagi mencari kesenangan diuar. Semua waktunya tersita hanya untuk Irish seorang. Mulai dari antar jemput sampai membuntuti Irish kemanapun gadis itu pergi. Sampai Irish yang kesal karena kelakuan Reagan membentak cowok itu. “Loe nggak ada kerjaan lain ya selain buntutin gue Re?” “Loh gue kan bossnya. Jadi kerjanya suka-suka gue lah.” “Tapi loe tiap hari ngikutin gue kemana-mana. Emang loe nggak capek?” “Nggak!” Susah bicara baik-ba
Cemburu LagiSejujurnya Irish ingin memperpanjang cutinya. Dia tidak berniat masuk kerja. Tapi dia tidak enak pada Pak Lukman. Kemarin minta cuti seminggu mendadak. Masa sekarang minta extention lagi. Benar-benar nggak tahu diri. Seperti bukan Irish saja.Dan sejujurnya lagi, Irish tidak siap bertemu Reagan. Irish malu akibat perbuatannya. Irish takut kalau-kalau Reagan menertawainya. Irish takut kalau Kinta tahu dirinya dan Reagan sudah ena-ena. Kinta pasti akan mencemooh dirinya.Kinta memang bukan penganut paham ‘jangan lepas kendali sebelum menikah’ seperti Irish.Kinta adalah perempuan bebas. Selama dirinya senang, dia akan menikmatinya. Dan kebanyakan mantan pacar Kinta memang bule. Kinta memang penggemar sejati terong import.Begitu sampai di hotel, Irish berjalan cepat-cepat memasuki ruangan kerjanya. Matanya mengawasi Reagan yang bisa saja tiba-tiba muncul.
Pertama Irish benar-benar shock melihat kemesraan Nando dan Dayu tadi. Seketika itu juga rasa laparnya mendadak hilang. Dikeluarkannya 2 lembar seratus ribuan dan diletakkannya di meja. Irish lalu bangkit berdiri dan pergi dari situ tanpa pamit. Irish masih mengingat jelas pernyataan cinta Nando padanya, dan juga ketersediaan Irish menunggu Nando memutuskan Dayu. Sampai capek Irish galau berminggu-minggu. Menangis tidak jelas. Bela-belain kabur ke Ubud. Yang digalauin malah asik ciuman sama tunangannya. Katanya nggak cinta, tapi kok ciumannya mesra banget. Menghayati pula. Irish menggosok-gosok bibirnya dengan kasar. Menghilangkan jejak bibir Nando disana. Di dalam mobil Irish berusaha menahan air matanya agar jangan sampai keluar. Menangisi orang seperti Nando membuat dirinya terlihat menyedihkan. Pandangan Irish sudah mengabur. Dibelokannya mobilnya ke arah bar yang dia lewati.
DayuHari yang paling ditakutkan Irish benar-benar terjadi. Bagaimana tidak Dayu pacar Nando tiba-tiba muncul di Jagapati. Irish sudah merinding membayangkan Dayu akan melabraknya. Namun kenyataannya perempuan itu hanya mengajak Irish bicara baik-baik.Tak dipungkiri Irish, akhir-akhir ini Irish sering menghabiskan waktu bersama Nando diam-diam. Mereka pergi makan malam bersama. Lalu menghabiskan waktu berlibur ke bedugul.Nando juga tidak segan-segan lagi mencium Irish. Menggrayangi tubuh gadis itu, meski dalan batasan wajar. Dan sungguh Irish sangat menikmati kebersamaanya dengan Nando.Otak Irish sebenarnya sudah sering memperingati bahwa sepintar-pintarnya bangkai yang disimpan pasti akan tercium juga. Namun hati Irish malah berkhianat. Tubuh dan bibirnya malah menikmati ciuman Nando.Gaya mencium Nando sudah banyak berubah. Lebih berani dan menantang. Mungkin Nando pernah belajar dengan bule-bule disana, pikir Irish. Tapi sebodo amat, sekara
Bertemu MantanGara-gara ulah Reagan kemarin hari ini Irish sukses terkantuk-kantuk saat briefing mingguan hotel. Apalagi dirinya pagi ini briefing dipimpin langsung oleh Reagan sendiri. Bahkan usai briefing, Reagan masih sempat-sempatnya menggoda Irish, yang dibalas Irish dengan memukulkan agendanya ke kepala Reagan.“Jahat banget sih loe Rish! Sakit nih.” Reagan mengusap-usap kepalanya akibat agenda Irish yang melayang tadi.“Biarin! Loe resek soalnya.”“Resek tapi bibir gue enak kan? Coba lagi yuk Rish. Di ruangan gue.”Setelah mengatakan itu Reagan langsung ngacir menghindari amukan Irish yang lebih besar lagi.“Nih, kontrak sama Travelo yang loe minta kemarin.” Kinta yang berjalan di sebelah Irish menyerahkan sebuah map berwarna biru.“Thanks ya Ta.”“Btw, elo s
Coffee In The MorningIrish menghempaskan bokongnya di kursi, sesaat setelah dirinya sampai di kantor. Terlalu pagi untuk Irish sampai di hotel, tempatnya bekerja.Masih sepi. Irish biasanya akan datang 10 atau 15 menit sebelum jam ceklok. Tapi pagi ini dia memutuskan untuk berangkat lebih awal, untuk menghindari omelan mama yang menanyakan kapan dirinya akan menikah.Tahun ini usia Irish genap 28 tahun, namun masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri masa lajang. Padahal adiknya, Arabel, yang terpaut 3 tahun dengannya, sudah dilamar oleh Dhega, kekasihnya.Irish bukannya tidak pernah berusaha mencari jodoh. Tak terhitung banyaknya lelaki yang mendekatinya, tapi itu semua hanya untuk tidur dengannya. Tak pernah benar-benar ada yang serius.Entah harus merasa beruntung apa merasa sial, pesona Irish hanya sampai pada tempat tidur. Namun Irish bukan perempuan seperti itu. Sampai detik
Very ForcedDi kediaman Alfred, Audy sangat stress memikirkan permintaan Alfred. Ia berusaha mencari cara agar bisa lepas dari ancaman Alfred. Tak lama kemudian, terdengar suara kaki pria yang dulu pernah ia sayangi itu, mendekati kamarnya.‘Ah itu dia,’ batin Audy.“Audy, kapan Kau bisa melakukan tugasmu?” desak Alfred.“Bagaimana kalau tugas itu diberikan pada orang lain saja, Alfred?” tawar Audy.“Kenapa? Kau tidak tega?” tanya Alfred.“Aku tidak pernah membunuh siapapun, Alfred. Aku takut jika misi itu gagal, bagaimana denganku dan Jillian nantinya?”jelas Audy.Alfred diam, ia berpikir sejenak. “Begini saja, Aku yang akan membunuhnya dengan tanganku. Kau hanya perlu membawanya pergi ke tempat yang aku tentukan. Bagaimana?”“Deal,” jawab Audy.
Party SucksAudy dan Dave tengah dalam perjalanan ke sebuah mansion, tempat pesta itu diadakan. Mereka duduk di kursi belakang supir. Audy mengenakan gaun panjang berwarna gold, terdapat belahan panjang di sebelah kiri gaun, itu memperlihatkan sebelah kakinya yang jenjang. Sementara Dave mengenakan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam.Terangnya lampu-lampu jalanan malam itu, membuat Audy senang melihat apapun yang dilewati mobil mereka. Tiba-tiba jari tangan kirinya terasa hangat, karena Dave menggenggamnya. Audy memutar kepalanya menoleh pada Dave.“Ini untukmu, Sayang.” Dave menyematkan cincin berlian di jari manis Audy. Cincin itu memancarkan kilauannya di gelap malam, sangat indah.Audy hanya bisa menatap manik hitam mata Dave, ia bisa melihat hangatnya ketulusan hati pria itu. Audy memberikan sedikit senyum di bibirnya. Ini pertama kalinya Dave melihat semburat tipis itu di wajah A