"Itu sudah lama berlalu, aku bahkan tidak ingat lagi dengan kejadian itu." Meskipun samar dalam ingatannya, namun tidak untuk rasa sakit yang masih tertanam dengan jelas. Hari itu seperti hari dimana matanya terbuka untuk melihat dunia yang tidak ia ketahui. Ia tidak memikirkan rasa malu dengan perlakuan nyonya Avery, akan tetapi setiap kata yang ia terima seolah menusuk jantungnya lebih dalam. Belum lagi sebuah fakta yang akhirnya ia sadari— jika selama ini Aiden tidak memiliki rasa yang sama dengannya. "Aku masih ingin meminta maaf kepadamu." Yui mengangguk. Kenangan lama yang sudah lama ia lupakan, ia juga tidak menaruh dendam kepada siapapun. "Apa hanya itu yang ingin kau katakan?" tanya Yui lagi. "Jika kau hanya ingin meminta maaf, aku rasa itu tidak perlu. Aku sudah lama memaafkanmu." "Terima kasih." dia terdiam, berpikir untuk beberapa saat sedangkan di sebelahnya Yui masih tidak melepaskan pandangannya pada tarian air mancur. "Zhu Yui, apa kau mau menikah denganku?" pandan
Kehidupannya berjalan lancar selama beberapa bulan ini, termasuk hubungannya dengan Aiden. Mengabaikan seluruh gosip yang beredar, Aiden bahkan lebih berani lagi dan mengundang Yui untuk datang ke pesta ulang tahunnya. Namun karena itu adalah pesta yang pasti dihadiri oleh kalangan kelas atas, Yui tidak berani untuk datang, sebagai gantinya ia memberikan sebuah hadiah untuk Aiden beserta ucapan maaf."Jika seseorang melihat ini, gosip baru akan tersebar di seluruh kantor." goda Aiden, terlihat senang dengan hadiah yang ia dapatkan."Apa kau pikir aku peduli, orang-orang tidak akan memanggilku dengan sebutan Crazy Yui jika aku takut dengan gosip." Ketika jam isirahat, Zhu Yui menarik paksa sang Presdir untuk mengikutinya ke salah satu balkon di gedung perusahaan. Sama-sama menyandarkan tubuh mereka pada balkon, tidak sengaja dua bahu itu bersentuhan, mengalirkan rasa panas diseluruh tubuh Yui. Padahal udara yang berhembus begitu dingin."Jika mereka tahu jika kau mengejarku saat sekola
Tidak jauh berbeda dengan hari yang biasa, kegiatan Zhu Yui berjalan seperti yang sudah-sudah. Bedanya hanya cuaca yang jauh lebih dingin hingga ia harus menggunakan pakaian yang sangat tebal, lalu, setelah sampai di kantor yang hangat Yui duduk tenang dengan asap kopinya yang masih mengepul. Saat itu masih pukul 10 pagi, Freya di sebelah berbisik. "Ada apa dengannya?" tanya gadis itu menyaksikan manajer mereka— manajer Lin yang berlari dengan tergesa-gesa. Tidak lama kemudian, seseorang datang dan mereka berdiri menyambut sopan siapapun orang itu. Biasanya berita berhembus sangat cepat di kantor, tapi hari ini tidak ada yang tahu siapa yang berkunjung. Tidak perlu waktu lama sebelum Yui melihat seorang wanita paruh baya yang berjalan paling depan. Meskipun beberapa helai rambutnya sudah berubah dengan warna putih, tidak mempengaruhi penampilan sang wanita. Caranya berjalan, tatapannya beserta aura yang mengelilinginya, mengingatkan Yui kembali di waktu pertama mereka bertemu. Yui
"Yui, apa kau sudah selesai?" "Sudah bu!" Zhu Yui menyahut, suaranya terdengar hingga ke pintu luar dimana nyonya Zhu sudah berdiri untuk menunggunya. Wanita paruh baya itu berdiri di atas tangga batu menuju rumah mereka yang sederhana. Intensitas salju yang turun di kota C lebih tinggi daripada ibu kota. Bunga-bunga yang beberapa bulan lalu masih tumbuh mekar di halaman rumah, kini sudah memutih bagai permadani putih. Dari dalam rumah, Zhu Yui dengan mantel, syal beserta sarung tangan berjalan cepat melewati setiap ruangan rumahnya yang terbuat dari kayu. Sesampainya di depan pintu rumah, udara menjadi jauh lebih dingin, ia memasang sepatu boot-nya di depan pintu rumah. "Udara hari ini lebih dingin dari kemaren." ujarnya. Seraya membawa keranjang. "Ya, ibu dengar hari ini akan ada badai salju. Kita harus tutup lebih awal hari ini." Yui mengangguk, pasangan ibu dan anak itu lalu pergi melewati jalanan putih. Jika diingat lagi, sudah berapa hari ia di sini? Di kampung halamanny
"Terima kasih, silahkan datang kembali." Zhu Yui memberi sapaan. Rasa lelah yang ia rasakan ia tutupi di balik senyumnya seraya menutup pintu untuk pengunjung terakhir mereka hari itu. Matahari sudah tenggelam, langit sudah berubah menjadi malam, namun salju yang turun dari pagi tidak kunjung berhenti. Kembali ke dalam restauran setelah memasang tanda tutup pada pintu restauran kecil milik keluarganya, Yui duduk di salah satu meja. "Ayo makan dulu, kau belum makan sejak pagi." tutur nyonya Zhu, menghidangkan sub daging hangat yang barus aja ia panaskan. "Ibu juga makan besamaku." "Tentu saja," ujarnya tersenyum. Pasangan ibu dan anak itu duduk berhadapan di meja yang sama. Menikmati makan malam yang belum sempat mereka nikmati. Bekerja di restauran ini selalu membuatnya lebih lelah dari yang ia bayangkan. Setelah makan, mereka harus segera merapikan restauran dan kembali ke rumah. Salju turun semakin lebat, mereka tidak ingin terkurung di sini hingga pagi. "Ibu, ibu tidak perlu kh
"Oh my God! Ini adalah Avery Aiden! Avery Aiden yang asli sedang berdiri di hadapanku!" mulut Yura terbuka lebar, jika tidak hati-hati, bisa saja semacam serangga yang terbang masuk ke dalam mulut gadis itu. Putri bungsu keluarga Zhu masih membeku di depan pintu— ia adalah orang yang membukakan pintu untuk ibunya, siapa yang tidak terkejut disaat dihadapkan oleh wajah rupawan secara langsung? Tepat di depan wajahnya. "Kau menghalangi pintu masuk." Yui menggeser tubuh adiknya dari pintu dan segera menutup pintu itu. Udara semakin tidak bersahabat, apalagi menuju tengah malam seperti ini. "Apa? Siapa yang datang?" Yudha muncul dari ruang tengah, keningnya berkerut menyaksikan sang adik yang tersenyum dengan mata yang tidak berkedip kepada seorang pria tinggi tampan di depan pintu. "Apa ibu membawa orang asing lagi?" adalah pertanyaan Yudha, biasanya ibunya suka sekali membawa hewan liar ke rumah, tidak jarang juga orang asing— bahkan turis— yang entah bagaimana bisa bertemu dengan s
"Terima kasih, datang kembali." di waktu matahari akan terbenam, restauran kecil milik keluarga Zhu akan lebih sepi pengunjung. Tidak banyak yang bisa dilakukan sebelum nanti akan ramai kembali pada waktu makan malam. Aiden yang sejak pagi mengikuti semua aktifitas Zhu Yui, ikut membantu pekerjaan berat untuk restauran itu. Seorang pria kaya— kelas atas sepertinya, yang selalu hidup dengan berkecukupan tanpa pernah mencoba sulitnya mencari uang harus dibuat bingung ketika ia harus berjalan di tengah pasar untuk membeli bahan makanan. Belum lagi godaan dari ibu-ibu penjual yang memujinya setiap saat— atau menawarkan putri mereka kepadanya. Jika ia menemukan Yui tertawa, maka bisa dipastikan wanita itu sedang menertawakannya. "Nak, Aiden, kau bisa istirahat, kau sudah membantu kami sejak pagi. Aku menjadi tidak enak kepadamu." ujar nyonya Zhu yang sedang mengaduk sup nya yang selalu panas. Makanan panas di hari dingin seperti ini adalah hal yang paling nikmat. "Aku tidak apa-apa, bi
"Ini sungguh tidak adil karena sejak awal hingga sekarang aku selalu jatuh cinta padamu." tutur Yui berbisik, ia menyaksikan kilauan dari hamparan salju yang tertimpa cahaya mentari sore. Jika ia ingat kembali, mereka memiliki banyak memori yang serupa dengan ini, hanya musim dan tempat yang berbeda. Selebihnya adalah mereka yang menatap jauh ke arah cahaya mentari. Seperti ia adalah saksi bisu sejak dimulainya kisah cinta mereka."Kau bilang kau mencintaiku, tetapi tetap menolakku." jempol Aiden mengusap punggung tangan Yui lembut, membagi kehangatan yang ia miliki bersama."Masa yang paling menyenangkan disepanjang hidupku adalah saat mengenal seorang gadis bernama Zhu Yui. Saat di sekolah. Dia adalah gadis yang selau tersenyum cerah melebihi seluruh cahaya di bumi, ia seperti memiliki energi yang berlimpah, tidak pernah habis, dia penuh semangat dan begitu berani hingga tanpa sadar aku sudah menjadi bunga matahari yang selalu mengikuti cahayanya kemanapun.""Bagiku, masa saat aku b