Home / Romansa / Cinta yang Kau Bawa Pergi / Part 112 Perfect Paradise 1

Share

Part 112 Perfect Paradise 1

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Satu per satu penumpang yang masuk pesawat diperhatikan oleh baby Riz. Bayi itu duduk anteng di pangkuan Delia, hanya tangannya yang bergerak-gerak menarik celana yang dipakainya. Sedangkan Barra masih sibuk menata barang di kabin pesawat.

Biasa baby Riz tidak betah lama-lama di pangku. Langsung saja melorot turun ke bawah kalau di rumah. Tapi kali ini bayi umur enam bulan itu diam dalam pangkuan sang mama.

Barra memilih penerbangan kelas bisnis. Kursinya lebih luas, bisa selonjoran, dan bergerak lebih leluasa. Bisa juga di adjust menjadi tempat tidur. Yang penting ada ruang penyimpanan ekstra untuk meletakkan barang-barang milik si bayi.

Hari Delia deg-degan juga. Inilah kali pertama membawa anaknya perjalanan jauh. Biasanya hanya dekat-dekat saja. Itu pun mobil bisa menepi untuk berhenti di rest area. Tapi kali ini perjalanan akan panjang dan lama.

"Riz ngantuk sepertinya," kata Barra sambil menatap sang anak.

"Nanti saja kalau sudah take off aku susuin, Mas. Biar dia tidur."

Baby R
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
pinter banget baby Riz
goodnovel comment avatar
Lis Susanawati
co cuit, hehehehe
goodnovel comment avatar
Barra
romantisnya.....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 113 Perfect Paradise 2

    "Jam segini masih gelap, Mas. Kalau di tempat kita sudah terang benderang. Bahkan sudah panas.""Kalau musim gugur begini, matahari terbit paling awal jam setengah delapan. Makanya sekarang masih gelap."Keduanya duduk sambil memperhatikan matahari yang beranjak naik. Hingga tampaklah pemandangan menakjubkan di luar sana. Gunung-gunung yang berjajar, perbukitan yang berwarna keemasan karena dedaunan yang berubah warna kuning, oranye, dan merah. Sungguh panorama luar biasa. New Zealand memang memiliki landskap pemandangan yang sangat memesona. Perfect paradise."Yang terlihat dari jendela kaca saja sudah begini indahnya, Mas. Bagaimana jika kita sudah keluar nanti. Tentu lebih memukau. Laksana surga.""Kita memang sedang berada di surga. Karena Mas sudah mendekap bidadarinya."Delia menyemburkan tawa. Astaga, pandai juga Barra menggombal. Padahal tiga hari yang lalu tatapan matanya bagai Elang yang hendak menerkam mangsa. Dikarenakan Yovan datang ke rumah bersama mamanya. Menengok baby

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 114 Aku Akan Menunggu 1

    Baby Riz duduk di car seat sambil minum susu di botol. Kali ini Delia duduk mendampingi putranya di bangku belakang. Bocah berjaket tebal itu tak berkedip memandang sekawanan domba yang bergerombol di pinggir jalan sepanjang perjalanan mereka. Ada juga yang berlarian di padang rumput dan perbukitan.Domba-domba liar itu tidak takut terhadap klakson atau manusia. Karena mereka sudah terbiasa bertemu setiap hari. Jika klakson di bunyikan, domba itu tidak ada yang berlari, tapi menepi perlahan. Mereka terbiasa dan santai menyeberangi jalan dan berpindah dari satu padang ke padang yang lainnya.Terlihat baby Riz sangat gemas melihat hewan berbulu putih itu. Kaki dan tangannya bergerak-gerak seolah ingin menyentuh si domba.Di sana tidak hanya mobil yang dikendarai Barra yang berhenti. Di depan sana beberapa kendaraan terparkir dan penumpangnya turun untuk berfoto. Pemandangan di kejauhan itu memang memukau."Mas, kita turun sebentar. Aku mau ambil foto," pinta Delia saat sang anak selesai

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 115 Aku Akan Menunggu 2

    "Aku lihat mobilmu di depan tadi. Kenapa nggak langsung masuk," tergur Mahika setelah mereka duduk berhadapan di sebuah tempat makan."Sebenarnya aku sudah sampai sejak tadi, Mbak. Sebelum mall buka.""Sorry, kalau nunggu lama.""Nggak apa-apa. Aku yang datang terlalu awal.""Kamu mau makan apa?""Nasi goreng saja sama teh panas."Mahika langsung berdiri untuk memesan makanan. Kebetulan dia juga belum sarapan. Setelah itu kembali duduk di hadapan Aksa. "Tampaknya ada hal serius yang ingin Mbak sampaikan padaku." Aksa mulai percakapan. "Ya." Mahika diam sejenak kemudian kembali berbicara. "Beberapa hari yang lalu, aku menjenguk kakakmu. Kami bicara banyak. Bahkan tentang masa depan," ucap Mahika serius."Maksudnya?" Aksa kaget dan tidak mengerti arah percakapan.Mahika menunduk. Berpikir dan memilih kata untuk menyampaikan sesuatu pada Aksa. Wanita itu kembali mengangkat wajah. "Kami akan menikah setelah kakakmu keluar dari penjara."Aksa lebih terperanjat lagi dengan pengakuan wanit

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 116 Suatu Hari 1

    Mahika meraih gelas minumnya, kemudian menyesap beberapa teguk untuk melonggarkan tenggorokan."Kami belum membahas serius hal itu."Aksa mengangguk paham. "Yang penting Mbak memikirkannya dengan sungguh-sungguh. Sebab nggak mudah membawa seorang narapidana masuk dalam lingkungan kehidupan keluarga, Mbak Mahika.""Aku ngerti," jawab Mahika sambil tersenyum. Dia juga mengerti segala konsekwensi yang akan diterima jika memutuskan menikah dengan Johan. Tidak hanya omnya saja yang akan marah, tapi bisa berimbas hubungan kerjasamanya dengan perusahaan Barra. Sebab dia yang mewakili kerjasama itu. Mungkin hubungannya dengan Delia juga akan terputus. Tak mengapa, segala tindakan ada efek baik buruknya. Pasti itu. Segala konsekwensi selalu ada di setiap tindakan. Belum lagi penolakan dari sang papa. Kalau mamanya tidak mempermasalahkan ketika diajak diskusi waktu Mahika pulang ke Jombang. Meski awalnya juga sempat shock. Namun beliau berpendapat, laki-laki yang sejak awal baik tidak bisa men

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 117 Suatu Hari 2

    Barra dan Delia juga sempat tidur di rumah sewa milik Dani. Rumah minimalis modern yang hanya ada dua kamar, ruang tamu, dapur yang menyatu dengan meja makan. Hampir setiap rumah di sana memiliki alat penghangat ruangan. Rumah Dani juga dipenuhi oleh furnitur yang cantik dan karpet berwarna cerah.Delia suka memperhatikan rumah-rumah milik penduduk yang ditemui di sepanjang perjalanan mereka. Desain rumah yang gambarnya selama ini familiar digunakan untuk desktop PC, tablet, iPad, iPhone, android, atau menjadi gambar tampilan di kalender. Sekarang Delia melihatnya dengan nyata. Negeri kiwi itu bagaikan lukisan yang nyata."Besok kita stay di hotel saja, Mas. Lusa kita sudah menempuh perjalanan panjang," kata Delia sambil menyandarkan kepala di bahu suaminya."Kamu capek."Delia menjawabnya dengan senyuman. "Kita bisa jalan-jalan di sekitar sky tower saja. Atau di dermaga lihat Yacht dan kapal pesiar.""Oke, Sayang," jawab Barra sambil mengeratkan rangkulannya.* * *Aksa berjalan terg

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 118 Malam Penuh Kejutan 1

    Suasana di rumah Pak Irawan sangat meriah malam itu. Mereka mengundang para kerabat dan tetangga untuk datang di acara tujuh bulanan kehamilan Diva. Lantunan doa sudah selesai. Sebab sejak pagi tadi juga ada acara khatam Al-Qur'an dan selesai jam tiga sore.Acara tujuh bulanan Diva berbeda dengan acara yang dilakukan oleh Delia setahun yang lalu. Tujuh bulanan untuk kehamilan Delia sangat sederhana. Hanya ada pengajian dan mengundang kerabat dekat saja. Tapi kali ini serangkaian adat Jawa sangat kental mewarnai acara Diva dan Samudra. Mereka mengadakan sungkeman, siraman, pecah telur, memutuskan janur, brojolan, pecah kelapa, ganti busana, dan jualan rujak.Wangi bunga menguar dari sisa air yang digunakan untuk mandi tadi. Samudra dan Diva telah berganti pakaian dan duduk di antara para kerabat. Tetangga sudah sudah pulang selesai acara. Sekarang mereka akan mengadakan gender reveal party di dalam ruang tamu. Balon dua warna menjadi icon jenis kelamin anak. Biru untuk anak laki-laki

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 119 Malam Penuh Kejutan 2

    Cintiara menghempaskan diri di atas pembaringan. Tubuhnya terasa remuk redam. Sudah lama dia tidak melakukan message di salon. Relaksasi dan segala pelayanan salon yang biasa ia lakukan sebulan sekali dengan tagihan yang dibayar oleh Barra. Fasilitas itu sekarang tidak dapat dinikmatinya. Yang tersisa sekarang hanya sesalan dan kebencian. Delia telah menghancurkan mimpinya. Namun ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Cinta Barra bukan untuknya lagi.Gadis itu bangkit dari pembaringan. Kemudian melangkah keluar rumah. Di seberang jalan sana ada seorang ibu-ibu yang biasa di mintai warga sekitar perumahan untuk memijat badan. Tubuhnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Terlebih beberapa hari ini badannya terasa meriang."Saya tunggu setengah jam lagi, Bu. Karena saya juga mau mandi dulu," ucapnya pada wanita yang menemuinya di teras rumah."Njih, Mbak."Baru saja memasuki halaman rumahnya kembali. Sebuah taksi berhenti di belakangnya. Siska turun dari sana dengan tampang yang kusut."M

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 120 Oleh-oleh dari Auckland 1

    "Kenapa, Pak Barra?" tanya Mahika heran."Saya menolaknya," jawab Barra tegas.Mahika terdiam kemudian memerhatikan profil gadis yang baru bekerja di perusahaan Omnya setengah tahun ini. Padahal dia bekerja sangat baik sejauh yang Mahika tahu."Dia staf kami, Pak Barra. Lumayan bisa di andalkan.""Sudah berapa lama dia kerja dengan Anda?""Setengah tahun ini.""Baru setengah tahun dan Bu Mahika sudah mempercayakan proyek ini padanya? Walaupun Mbak Mahika bilang nanti tetap dipantau oleh orang kepercayaan Pak Robby.""Pengalaman kerjanya banyak, Pak Barra. Dan dia lumayan handal menurut saya.""Tapi saya menolak. Lagian kenapa Bu Mahika mau mundur? Apa Ibu ingin kembali ke Jombang?""Nggak, Pak Barra.""Lantas ....""Saya akan menikah."Barra tersenyum. "Kabar baik ini. Tapi apa Bu Mahika ingin berhenti berkarir? Kenapa proyek yang sudah berjalan baik akan digantikan orang untuk mengawasi.""Nggak juga. Saya akan tetap bekerja." Entahlah, Mahika belum sanggup untuk menjelaskan. Dia mas

Latest chapter

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 157 Hari yang Indah 2

    Tangan Johan membingkai wajah sang anak. Mereka saling tatap dalam diam. Mata bening itu memandang sang ibu. Minta penjelasan, siapa pria yang bolak-balik menciuminya."Ini Bapaknya Ubed." Mahika bicara sambil tersenyum, meski hatinya menangis haru.Saat tangan Johan terulur untuk menggendong, Ubed tidak menolak. Meski masih kebingungan, bocah itu tidak memberontak meski diciumi bapaknya berulang kali.Mereka bertiga melepaskan rindu. Mahika juga mengabadikan momen pertemuan perdana itu dengan kamera ponselnya."Agustus ini aku dapat remisi, Ka," ucap Johan dengan mata berbinar."Alhamdulillah. Aksara sudah memberitahuku waktu dia baru pulang dari menjengukmu, Mas.""Ya, Alhamdulillah banget. Semoga segalanya dipermudahkan," kata Johan sambil mencium kening Mahika. Mahika juga menceritakan tentang kedua orang tuanya. Papanya ingin rujuk, tapi sang mama masih belum terbuka hatinya."Doakan saja semoga mereka bisa bersatu lagi," ucap Johan."Aamiin. Aku harap juga begitu, daripada hidu

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 156 Hari yang Indah 1

    "Mama sudah nyaman hidup seperti ini, Ka. Fokus ibadah saja sekarang," jawab wanita yang selama ini terbiasa dipanggil Bu Raul. Bahkan setelah bercerai pun para tetangga masih memanggilnya dengan sebutan itu. Wanita yang masih menampakkan gurat kecantikannya memandang sang anak yang duduk di sampingnya."Papa tampak bersungguh-sungguh, Ma." Mahika mencoba meyakinkan. Sebab tadi papanya sampai menangis mengutarakan penyesalannya. Meski Mahika pernah murka, tapi rasa iba untuk sang papa tetap ada."Papamu hanya lelah hidup sendiri nggak ada yang ngurusi. Berapa kali dia sudah mengkhianati mama. Selama ini mama diam pura-pura nggak tahu. Demi keutuhan rumah tangga ini. Mama pikir dia hanya bermain-main lalu kembali pulang. Nyatanya ada benihnya yang tumbuh di rahim wanita lain."Mahika senyap. Tidak mungkin akan memaksakan jika mamanya merasa tidak nyaman. Sang mama sendiri sebenarnya sudah tidak ingin mengingat hal menyakitkan itu lagi. Dia juga sudah bilang memaafkan perbuatan suaminya

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 155 Lamaran 2

    Jam tiga mereka telah bersiap untuk berangkat. Mak Ni menggandeng Riz masuk mobil dan mendudukkan di car seat. Sedangkan Delia menggendong Fia. Samudra juga telah bersiap hendak mengajak keluarganya berakhir pekan di rumah mertuanya. Sudah lama mereka tidak menginap di sana. Tinggallah Pak Irawan dan Bu Hesti yang melambaikan tangan ke arah anak, menantu, dan cucunya yang bergerak pergi dengan kendaraan masing-masing. "Tahun depan, kita hanya tinggal berdua di rumah, Pa. Nira pasti ikut suaminya juga," kata Bu Hesti sambil memandang Pak Irawan."Iya. Sudah semestinya begitu, Ma. Tugas kita membesarkan anak-anak dan mengantarkan mereka bertemu jodohnya. Setelah itu kita harus ridho jika akhirnya harus berjauhan. Toh mereka juga bisa datang sewaktu-waktu. Kalau kita kangen sama cucu juga nggak jauh kalau ingin menemui." Pak Irawan menghibur istrinya sambil mengajak wanita yang telah mendampinginya puluhan tahun masuk ke dalam rumah.* * *Agustus merupakan puncak musim kemarau. Walau

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 154 Lamaran 1

    Tiga bulan kemudian ....Rumah megah itu terlihat semarak di pagi yang cerah. Beberapa mobil terparkir di halaman depan rumah. Para kerabat dengan sabar duduk menunggu acara di mulai. Mereka berpakaian laiknya menghadiri sebuah acara resepsi.Hari itu memang acara lamarannya Xavier dan Nira. Di salah satu sudut dinding ada backdrop dengan nuansa putih berkombinasi kuning keemasan. Hiasan bunga hidup semerbak wangi memenuhi penjuru ruangan. Bunga yang terdiri dari mawar putih, mawar merah muda, melati, dan bunga peony kesukaan Nira. Warnanya beraneka macam di sana. Ada putih, merah, kuning, dan merah muda. Bunga yang melambangkan bentuk cinta, romansa, dan keindahan.Nira yang memakai kebaya warna tosca tampak duduk anggun di dampingi Delia dan Diva. Dua kakaknya itu kini berhijab rapi sudah dua bulan ini. Sepulang dari umroh, Bu Hesti mengajak dua anak perempuannya dan sang menantu untuk berhijab. Ajakan yang disambut baik oleh mereka. Tepat jam sembilan pagi beberapa mobil memasuki

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 153 Damai 2

    Di tempat lain, Cintiara tidak bisa tidur karena harus menggendong keponakannya yang sejak tadi menangis. Bayi perempuan yang baru dilahirkan dua minggu yang lalu itu tidak mau di tidurkan di kasur.Sementara Siska tidak mau menyusui. Wanita itu memilih meringkuk memeluk guling. Tidak peduli."Tidurkan saja, nanti kamu capek dan besok kamu harus kerja," seloroh seorang wanita yang tidak lain adalah ibunya Cintiara."Kasihan, Ma. Sebenarnya dia kehausan dan mau minum ASI.""Kasihkan saja susu yang kamu buat tadi.""Dia nggak mau," jawab Cintiara sambil terus menimang-nimang bayi tak berdosa itu.Kegagalan usaha Siska untuk menggugurkan kandungannya telah berakibat fatal pada bayinya. Kelopak matanya yang indah hanya bisa berkedip-kedip menatap lurus ke atas, tapi telinganya tidak bisa merespon suara apapun yang ada di sekitarnya. Tidak ada reflek kaget saat ada suara keras di dekatnya. Bahkan matanya tidak berkedip atau mengerutkan wajah seperti pada umumnya bayi yang terkejut.Cintia

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 152 Damai 1

    Setiap pilihan pasti akan ada konsekuensinya. Dampak dari lingkungan, circle pertemanan, dan pekerjaan. Mahika juga harus siap jika muncul banyak pertanyaan saat anaknya masuk sekolah nanti. Sebelumnya semua itu sudah ia pikirkan secara detail. Perjalanannya pun tentu tidak akan mudah setelah ini. Namun ia yakin Ubaidillah akan tumbuh menjadi anak yang kuat.Mahika menyusut air mata kemudian melipat lagi kertas istimewa itu dan menyimpannya ke dalam tas. Dipandanginya bayi mungil yang terlelap di dalam kelambu. Lalu beralih melihat ke arah ponselnya yang berpendar. Ada pesan masuk dari Aisyah yang mengucapkan selamat atas kelahiran putranya, juga mengabari bahwa besok mereka akan datang sekeluarga untuk menengok Mahika dan anaknya.[Besok kami akan datang, Mbak. Anak-anak aku izinkan nggak masuk sekolah sehari, aku dan Mas Yuda juga akan libur. Ibu, Nur, dan anaknya juga akan ikut. Tapi suaminya nggak bisa ikut karena lagi tugas.]Buru-buru Mahika membalas pesan itu. Dia bahagia menun

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 151 Ketulusan Hati 2

    Di dalam mobil, Barra menunggu Delia yang masih diam. Mereka sekarang sudah berada di parkiran rumah sakit. Parcel buah dan kado telah siap di bangku tengah. Tapi seandainya Delia berubah pikiran, Barra langsung mengajaknya pergi. "Ayo, kita turun, Mas!" ajak Delia pada akhirnya. Barra mengangguk dan langsung membuka pintu. Kemudian mengambilkan parcel dan kado yang tadi mereka beli dalam perjalanan. Pria itu tersenyum pada wanita cantik yang mengaitkan tangan di lengannya. Dengan senyuman, ia ingin menguatkan wanita hebat yang amat dicintainya.Mereka menaiki lift untuk ke lantai dua, di mana Mahika di rawat. Sayangnya tadi Delia tidak sempat mengabari Samudra kalau mau menjenguk Mahika. Kalau hari aktif kerja, pasti kakaknya itu ada di rumah sakit. Tapi hari Minggu begini, biasanya dia mengajak istri dan anaknya ke rumah mertua atau ke rumah orang tua mereka sendiri.Sekarang Barra dan Delia berdiri di depan kamar perawatan Mahika. Tampak di depan pintu ada beberapa pasang sandal.

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 150 Ketulusan Hati 1

    Kebahagiaan menyelimuti Mahika dan Johan. Pria itu tidak sedetikpun beralih beralih dari anak dan istrinya. Baik keluarga Johan maupun Mahika memberikan ruang untuk pasangan suami istri itu menikmati kebersamaan yang tak lebih dari sehari semalam.Mereka juga tidak peduli dengan kasak kusuk di luar kamar karena status Johan yang masih menjadi narapidana. Tentu saja perbincangan itu bermula dari beberapa orang yang melihat Johan di antar oleh petugas rutan, kemudian diceritakan kepada pengunjung lainnya. Namun pihak rumah sakit juga sudah diberitahu sebelumnya. Samudra termasuk mengambil peran, memberikan masukan bahwa Johan tidaklah berbahaya.Johan sendiri hanya ingin memanfaatkan waktu bersama putranya tanpa peduli telah menjadi bahan pergunjingan."Mas, masih ingat dokter Samudra 'kan?" tanya Mahika saat keduanya makan buah apel. Mahika sudah bisa berjalan dan kini mereka duduk berhadapan. Johan duduk di kursi menghadap Mahika yang duduk di tempat tidurnya.Sementara Bu Hanum dan m

  • Cinta yang Kau Bawa Pergi    Part 149 Buka Puasa 2

    Matahari pagi terbit dari balik gunung di sebelah timur sana. Cuaca lumayan cerah setelah kemarin sore hujan deras mengguyur mayapada. Mahika berdiri di balkon apartemen sambil mencari sinar mentari pagi. Pertemuannya dengan Delia, Barra, dan Samudra beberapa minggu yang lalu masih ia pikirkan hingga sepagi ini. Sebenarnya apapun penerimaan dan pendapat mereka tentang dirinya dan Johan, tak menjadi masalah baginya. Mahika juga paham bagaimana perasaan keluarga Delia setelah terjadi kasus itu. Dirinya tidak bisa memaksa mereka untuk benar-benar tulus memaafkan. Namun Mahika berdoa supaya kelak, pintu maaf dengan keikhlasan dari keluarga besar Pak Irawan akan diberikan untuk Johan. Semoga mereka juga mengerti dan percaya bahwa kejadian itu ada andil besar teman-teman Johan.Mahika juga tidak bisa mengontrol pemikiran orang sesuai keinginannya. Tidak bisa. Apalagi untuk menyetir pemahaman orang lain tentang semua penjelasannya. Namun ia bisa mengontrol diri supaya menerima apapun pandan

DMCA.com Protection Status