"Aku antar sampai ke mobil," kata Elina seakan takut kalau Shawn akan menyakiti Yvonne.Walaupun hanya berjalan ke halaman, Elina mengunci rapat pintu rumahnya, seolah takut kalau Shawn akan menerobos masuk untuk mencelakai Simon.Melihat ekspresi Shawn yang masam, Yvonne khawatir kalau emosinya meledak. Yvonne tidak berani membayangkan apa yang bisa dilakukan Shawn kepada Elina.Yvonne tersenyum. "Tidak perlu repot-repot. Dokter Simon lagi sakit, sebaiknya kamu segera menemaninya."Yvonne benar, Simon sendirian di rumah. Takutnya dia membutuhkan bantuan."Tapi kamu ....""Kalau ketemu orang jahat, aku bakal lapor polisi," kata Yvonne sambil melirik Shawn.Elina mengangguk. "Baiklah, hati-hati.""Tenang saja." Yvonne tersenyum lembut.Elina tersenyum kepada Yvonne, tetapi memasang wajah ketus saat menatap Shawn.Elina sangat membenci Shawn yang telah menangkap suaminya. Di mata Elina, Shawn adalah orang jahat.Elina membuka pintu rumah sambil berpesan, "Hati-hati, ya! Kalau ketemu oran
"Ada apa?" Shawn sedang tidak ingin mengurus masalah pekerjaan, dia ingin fokus menemani Yvonne.Dylan terlihat ragu-ragu melihat keberadaan Yvonne."Aku nggak boleh dengar, ya? Em, kalau gitu berhenti di tepi jalan saja, aku pulang naik taksi.""Bukan ...." Dylan merasa serba salah."Jangan bertele-tele!" Shawn tidak ingin membuat Yvonne salah paham lagi.Shawn menyadari masalah di dalam hubungannya, mereka kurang memercayai satu sama lain. Kalau tidak, Yvonne tidak akan salah paham sampai melarikan diri.Shawn tidak ingin membuat Yvonne merada diabaikan. Lagi pula tidak ada yang perlu Shawn rahasiakan."Rumah sakit menelepon, katanya ...." Bukannya Dylan mau merahasiakan sesuatu, tetapi dia tidak berani mengorek trauma Yvonne.Sikap Dylan justru membuat Yvonne penasaran, ada rahasia apa yang sampai membuat Dylan cemas?Yvonne menatap Dylan dan menunggunya bicara.Sesaat melihat tatapan kesal Shawn, Dylan memberanikan diri dan berkata, "Tuan Graham memasukkan seorang wanita ke dalam s
"Aku selalu merindukanmu."Shawn mengangkat kedua alisnya. "Lalu?""Kamu bilang bersamaku hanya demi Dio, sementara aku yang memutuskan untuk melahirkan Dio. Aku nggak mau menggunakan Dio untuk mengekangmu. Kamu punya hak untuk memilih wanita yang kamu cintai, makanya ....""Makanya kamu meninggalkanku?" Pupil Shawn bergetar. "Apakah harus berterima kasih atas kemurahan hatimu?""Tidak perlu berterima kasih." Yvonne mengangkat kepala.Shawn mempercepat langkahnya, lalu menarik Yvonne ke dalam kamar. Kemudian Shawn menutup pintu dan memeluk Yvonne ke tempat tidur.Yvonne berusaha menundukkan kepala agar wajahnya tidak terlihat.Shawn berbaring di samping Yvonne, lalu mengusap wajahnya secara perlahan. "Kamu tidak perlu menyembunyikan wajahmu."Yvonne tidak percaya diri, dia khawatir kalau Shawn jijik melihat wajahnya. Yvonne sudah berbulan-bulan hidup dengan wajah seperti ini, dia terbiasa menutupinya.Shawn membenamkan wajahnya di sela leher Yvonne sambil mengusap lembut perutnya yang
Orang yang berusaha menyelinap masuk adalah Aiden."Pak Aiden?" panggil Yvonne.Sesaat menoleh, Aiden tersentak melihat Yvonne yang berdiri di hadapannya. Aiden melangkah mundur sambil bertanya terbata-bata, "Ka-kamu ... kamu .... Kamu manusia atau hantu?"Hari ini Yvonne tidak memakai masker. Ditambah, riasan wajah berhasil menutupi 80% luka di wajahnya.Semua orang mengira kalau Yvonne telah meninggal. Wajah saja Aiden ketakutan saat melihat Yvonne muncul di hadapannya.Yvonne menjelaskan, "Aku tidak meninggal.""Hah?" Aiden bingung, memangnya orang mati masih bisa bangkit?"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Kamu ngapain di sini?" tanya Yvonne.Aiden menghela napas. "Aku ingin mengikuti konferensi, tapi tidak punya undangan. Jadi ....""Oh ...." Yvonne tersenyum. "Ayo, ikut aku."Aiden meminta tolong kepada beberapa teman, tetapi tidak ada yang bisa membawanya masuk. Oleh sebab itu, akhirnya Aiden menyelinap secara diam-diam."Hah? Kamu bisa membawaku masuk?"Konferensi hari in
Seorang staf masuk sambil membawa setumpuk dokumen. Kemunculannya yang tiba-tiba pun memotong penjelasan yang sedang diberikan Yvonne.Menyadari kemunculannya yang terlalu menghebohkan, staf tersenyum menundukkan kepala dan berjalan secara perlahan-lahan ke depan.Staf ini datang untuk mengantarkan dokumen, tetapi karena tumpukan dokumen yang banyak, dia kesulitan membuka pintu. Oleh sebab itu dia mendobraknya tanpa bermaksud mengganggu jalannya konferensi.Masalah sekecil ini tidak memengaruhi Yvonne. Dia kembali melanjutkan penjelasannya.Di sudut ruangan, Shawn duduk di tempat yang tidak mencolok. Meskipun orang-orang berlalu-lalang, perhatian Shawn hanya tertuju kepada Yvonne.Yvonne tampak bersemangat saat berpidato. Shawn menyukai kecerdasan dan kepercayaan dirinya yang memesona.Tanpa disadari, Shawn tersenyum kagum melihat istrinya yang hebat berdiri di atas panggung. Yvonne adalah satu-satunya wanita yang berhasil membuat Shawn kagum.Yvonne adalah wanita yang sempurna. Baik h
Panjang umur, ternyata Neil menelepon Shawn.Shawn mengangkat kedua alisnya saat melihat nama Neil yang tertera di layar. Kebetulan sekali?"Aku mau minta bantuan," kata Neil yang berada di ujung telepon."Aku di restoran biasa.""Aku ke sana sekarang." Neil menutup teleponnya."Neil sedang di perjalan ke sini." Shawn meletakkan ponselnya. Dia sengaja menyuruh Neil ke sini agar Yvonne tidak repot-repot pergi menemuinya.Yvonne mengangguk.Setengah jam kemudian Neil tiba.Pelayan memandu Neil memasuki sebuah ruangan."Shawn ...." Neil tersentak saat melihat wanita yang duduk di samping Shawn.Neil mengucek matanya, apakah dia tidak salah lihat? Tidak, wanita itu bukan ilusi."Yvonne?" Neil memanggilnya sambil mengerutkan alis.Tidak, bukankah Yvonne sudah meninggal? Apakah Shawn mencari wanita yang mirip dengan Yvonne untuk melampiaskan kerinduannya?"Shawn, wanita ini mirip banget sama Yvonne. Kamu cari di mana?" Neil menarik kursi dan duduk."Aku nggak mati." Yvonne menatap Neil.Neil
"Hmm?" Yvonne mengangkat kepalanya.Shawn menaruh beberapa macam sayur ke dalam piring Yvonne. "Sayur ini enak, makan yang banyak."Yvonne menyantap semua sayur yang diberikan Shawn. Sembari mengunyah makanan, Yvonne merasa ada yang janggal. Dia menatap Shawn dengan curiga dan bertanya, "Kamu agak aneh.""Jangan mengada-ada. Makan yang banyak," jawab Shawn.Yvonne tidak percaya. "Kamu merahasiakan sesuatu?"Shawn menjawab dengan percaya diri, "Aku merahasiakan apa? Cuma perasaanmu saja."Shawn memang tidak menyembunyikan apa-apa, dia hanya merasa bersalah kepada Niko.Niko sempat datang ke kantor, tetapi Shawn sibuk dan tidak bisa menemuinya. Sekarang Shawn baru sadar, sepertinya Niko datang menemuinya untuk membicarakan masalah Anas.Shawn takut Yvonne marah karena dia tidak membantu Niko dan Anas."Makan lagi." Shawn mengambilkan berbagai macam sayur ke dalam piring Yvonne.Yvonne mengerutkan alis melihat isi piring yang menggunung. "Aku kenyang."Shawn mengusap kepada Yvonne. "Kalau
"Niko?" panggil Yvonne.Tidak ada yang menjawab Yvonne.Shawn menahan Yvonne. "Tunggu di sini, biar aku cek dulu."Shawn tidak tahu apa yang terjadi di rumah ini, dia khawatir membahayakan Yvonne.Yvonne mengangguk, sementara Shawn mengecek kondisi rumah.Niko sedang berbaring di sofa. Suara tadi adalah botol bir yang jatuh ke lantai.Ruang tamu diselimuti aroma alkohol yang menusuk, terdapat puluhan botol minuman keras yang berceceran di lantai.Niko seperti orang yang baru dicelupkan ke dalam bak berisi minuman keras, aroma tubuhnya membuat Shawn mual."Niko ada di sana?" Yvonne berjalan mendekat."Em."Entah sudah berapa lama Niko mengurung diri di rumah. Tirai dan jendela tertutup, lampu juga tidak dinyalakan."Plak!" Yvonne menyalakan lampu ruang tamu.Niko terbangun sambil menutup matanya, penglihatannya terasa silau."Niko!" panggil Yvonne.Niko membuka matanya secara perlahan, dia tidak terkejut saat melihat Yvonne. "Kak ... Kak, akhirnya kamu datang menjenguk aku?"Niko mengir
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"