Pria ini mengadang jalan Yvonne.Sebuah sosok yang familier muncul di hadapannya ....Yvonne bergegas menundukkan kepala untuk menghindari tatapan Harvey."Kamu siapa?" Harvey menatap Yvonne dengan tajam. "Dari tadi kamu mencuri pandang ke arah Shawn. Kenapa kamu begitu memperhatikannya?""Kamu salah lihat," jawab Yvonne dengan suara teredam.Ketika Yvonne hendak pergi, Harvey malah menghalanginya. "Kamu berniat jahat kepada Shawn? Gelagatmu sangat mencurigakan."Di saat Yvonne lengah, Harvey menarik masker yang dikenakan Yvonne."Ah!" Yvonne berteriak, lalu buru-buru menutupi wajahnya dengan menggunakan tangan.Di tengah cahaya yang redup, Harvey melihat jelas luka di wajah Yvonne."Astaga!" Harvey sempat terkejut melihat kondisi wajah Yvonne. "Oh, wanita buruk rupa yang jatuh cinta sama Shawn, hahaha.""Shawn, pesonamu bahkan sanggup membuat seorang wanita buruk rupa jatuh cinta." Harvey melirik Shawn yang berdiri tak jauh dari sana.Saat kembali mengarahkan pandangannya kepada Yvonn
Dylan kebingungan. "Hmm? Untuk apa?"Shawn melayangkan sebuah tatapan tajam untuk membungkam Dylan.Dylan langsung menundukkan kepala, dia tidak berani banyak bertanya. "Baik, segera kulaksanakan."Setelah bangkit dari keterpurukannya, Shawn malah jadi gila bekerja. Shawn juga mengidap gangguan tidur, dia tidak bisa tidur tanpa bantuan obat-obatan.Sejak dulu Shawn dikenal sebagai pria yang kejam. Sekarang, dia makin tidak berperasaan dan dingin.Dulu Shawn hanya bersikap dingin kepada orang asing, tetapi dia memperlakukan bawahannya dengan "lembut". Namun sekarang, Shawn bersikap acuh kepada semua orang.Xavier mengundurkan diri sebagai asisten Shawn. Bukannya Xavier pengecut, tetapi Shawn memang sulit dihadapi.Semua orang yang bekerja langsung dengan Shawn pasti merasa tertekan. Oleh sebab itu Xavier mundur dan pindah ke departemen lain.Dylan tidak tahu apa yang ingin Shawn lakukan. Dylan juga tidak berani banyak bertanya, dia hanya bisa menjalankan semua perintah Shawn.Saat Dylan
Shawn tercengang saat membaca pesan mengejutkan yang baru diterimanya.Saat layar ponsel meredup, Shawn mengambil ponsel tersebut dan menyalakannya kembali. Tangan Shawn bergetar hebat, dia memerlukan beberapa menit untuk menenangkan diri.Kemudian Shawn membuka pesan tersebut dan kembali membacanya dengan perasaan berkecamuk.[ Yvonne masih hidup. ]Shawn mengerutkan alis, pupil matanya tampak menyusut."Zzz." Shawn kembali menerima sebuah pesan.[ Kalau mau tahu keberadaan Yvonne, datang ke kamar 709. ]Shawn sadar ini adalah jebakan, seseorang berusaha memancingnya untuk pergi ke kamar 709.Walaupun tahu ini adalah jebakan, Shawn tetap pergi ke kamar 709. Dia tidak bisa tenang dalam menghadapi semua hal yang berhubungan dengan Yvonne.Yvonne telah meninggal, tetapi Shawn masih sulit menerima kenyataan ini. Logikanya tahu bahwa Yvonne telah tiada, tetapi hati kecilnya masih mengharapkan adanya keajaiban.Kamar 709 berada di lantai yang ditempati Shawn."Shawn, kamu percaya sama omong
Shawn menatap Thiago seakan sedang berhadapan dengan seekor semur. "Aku sudah bilang, aku akan membuatmu hidup sengan, mati tak mau."Thiago tersungkur tak berdaya di lantai, dia sangat amat membenci Shawn.Thiago mengepalkan erat tangan hingga memperlihatkan pembuluh darahnya yang menonjol. Mereka adalah anggota Keluarga Jamison, tetapi nasib mereka berdua bagaikan langit dan bumi.Thiago tidak rela, lagi-lagi dia kalah. Dia benar-benar kalah telak.Thiago bangkit berdiri dan menatap Shawn dengan tatapan bengis. "Dasar pengecut! Kamu nggak berani membunuhku, 'kan? Kamu bukan laki-laki! Kalau hebat, bunuh aku!"Di saat Thiago hendak menyerang Shawn, kepala rumah sakit dan beberapa perawat segera menghentikannya. "Suntikkan obatnya."Thiago memberontak, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan beberapa perawat yang menahannya.Sejak dikurung, setiap hari Thiago diberikan obat penenang. Obat tersebut membuat sekujur tubuh Thiago terasa lemas, dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengakhi
Dylan diam-diam mengamati reaksi Shawn.Bagaimana Shawn akan mengatasi Aurora yang menerobos masuk ke ruangannya?Aurora adalah adik tiri Shawn, mereka memiliki ibu yang sama, tetapi ayah yang berbeda.Shawn sama sekali tidak menghiraukan Aurora, sikapnya sangat dingin.Dylan ketakutan, apakah Shawn tega mengusir adik tirinya? Sebenarnya akan lebih baik jika Shawn mengakui adik tirinya. Dengan begitu, setidaknya Shawn masih memiliki keluarga."Kamu yang namanya Shawn? Aku pernah melihat fotomu, kamu adalah anaknya ibuku, ibu kita. Tolong beri tahu aku, di mana makam ibuku?" Aurora berdiri di depan meja Shawn dan bersikap galak.Jika Shawn tidak mengatakannya, Aurora tidak akan pergi.Shawn melirik Yura. "Panggil satpam."Yura bersorak gembira di dalam hati. "Baik.""Apa yang kamu lakukan?" Aurora memelototi Shawn. "Aku adalah putrinya Kamila, ibumu!"Yura menjawab, "Kamu menerobos masuk ke dalam perusahaan kami, ini adalah tindakan kriminal. Aku bisa saja melaporkanmu ke polisi."Tak s
"Makan dulu." Paulo mengajak Aurora ke meja makan.Paulo tidak menceritakan keberadaan Yvonne kepada Aurora. Bagaimanapun, Paulo harus membantu Yvonne untuk merahasiakan hal ini.Aurora tidak sabar dan lanjur bertanya, "Ayah, cepat beri tahu aku!""Saat kamu bertemu Shawn, menurutmu dia orang seperti apa?" Paulo sengaja mengubah topik pembicaraan.Paulo berhasil mengalihkan perhatian Aurora. Dia berpikir sebentar, lalu menjawab, "Dia ganteng, tapi emosional. Takdir memang adil ....""Terus?" Paulo tersenyum."Terus apa?" Aurora tidak mengerti.Tadinya Paulo mengira kalau Aurora akan jatuh cinta kepada Shawn, tetapi sepertinya dugaan Paulo salah. Aurora hanya ingin fokus untuk mencari keberadaan makan Kamila.Paulo sangat terharu. Meskipun bukan anak kandungnya, Aurora adalah anak yang berbakti.Aurora merasakan ada yang aneh di balik pertanyaan Paulo. Dia pun memelototi Paulo dan menjawab, "Ayah, dia adalah kakak tiriku, kami memiliki ibu yang sama. Walaupun dia ganteng, aku nggak mung
Namun jawaban Yvonne mengecewakan. "Aku tidak bisa membantu."Kalaupun Yvonne tahu caranya, dia tidak akan membantu Paulo. Yvonne menghormati apa pun keputusan Shawn.Yvonne dapat memahami perasaan Shawn. Hati siapa yang tidak sakit melihat ibunya hidup bersama pria lain? Jika Yvonne berada di posisi Shawn, dia pun akan melakukan hal yang sama.Meskipun dianggap egois, Yvonne selalu berpihak kepada Shawn. Lagi pula Yvonne tidak merasa Shawn egois, Kamila memiliki perasaan kepada Paulo karena Paulo telah menyelamatkan nyawanya.Jika Paulo tidak merengut ingatan Kamila, belum tentu Kamila memiliki perasaan terhadap Paulo.Paulo kecewa mendengar jawaban Yvonne. "Kamu ....""Kamu tahu sendiri, Shawn mengira aku yang membunuh ibunya. Dia tidak pernah memberitahuku soal makan Kamila. Tidak perlu aku jelaskan, kamu pasti tahu betapa kerasnya hati Shawn. Ditambah, dia sulit diselidiki."Paulo mengerti maksud Yvonne, Shawn memang sulit dihadapi. Jika Shawn tidak berhendak, tak ada seorang pun y
Nama: JaneUsia: 30Tempat lahir: Negara ZavaYvonne memalsukan nama dan usianya untuk menyembunyikan identitas asli.Shawn mengerutkan alis, hanya ini informasinya?Aiden menjelaskan, "Informasi mengenai dokter ini tidak banyak, tapi kalau kamu bersedia berinvestasi, aku akan pergi ke Negara Mauro untuk menemui Dokter Jane. Aku yakin bisa membujuknya untuk terlibat dalam proyek ini."Shawn menolak. "Aku tidak tertarik.""Yura, antar tamu pergi," perintah Shawn.Shawn tidak ingin berbicara lebih banyak, proyek ini tidak menarik, menghabiskan banyak waktu dan uang.Aiden tidak rela. "Pak Shawn, seandainya Yvonne masih hidup, apa yang akan dia lakukan?"Seketika raut wajah Shawn langsung berubah, kedua matanya tampak bergetar. Shawn tidak marah, tetapi juga tidak kelihatan tenang. Shawn seakan sedang menahan ledakan emosi yang bergejolak.Aiden menyesal, untuk apa dia membahas Yvonne? Yang ada malah membuat Shawn murka."Maaf, anggap aku tidak mengatakan apa-apa. Maafkan aku ...." Aiden
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"