Sesaat menoleh, Yvonne kaget dan segera menjelaskan maksud ucapannya, "Neil, aku hanya asal menebak."Yvonne tidak menyangka Neil tiba-tiba muncul di belakangnya. Tadi Yvonne hanya ingin menceritakan kecurigaannya kepada Shawn, tidak ada maksud lain.Neil datang untuk mengantar Shawn dan Yvonne pulang, tapi tidak disangka, dia malah mendengar tebakan yang terlontar dari mulut Yvonne.Neil yakin bukan Anas pelakunya. Sebaliknya, Neil justru merasa pelaku yang paling patut dicurigai adalah Niko, tebakan Yvonne sama sekali tidak salah.Niko masih muda dan gegabah, dia bisa melakukan apa pun untuk melampiaskan emosinya."Hari ini kamu pasti sibuk banget, 'kan? Kok ... kamu ke sini?" tanya Yvonne yang sengaja mengubah topik pembicaraan."Aku datang mengantar kalian," jawab Neil. Dia kelihatan ragu-ragu, lalu menatap Yvonne dan berkata, "Aku mau minta tolong. Apakah kamu bisa menyampaikan pesan kepada Anas?'"Pesan apa?" tanya Yvonne."Pesan ...." Tiba-tiba Neil mengurungkan niatnya. "Sudahl
Ketika sadarkan diri, Yvonne mencium aroma yang familier, aroma khas rumah sakit.Yvonne membuka matanya secara perlahan-lahan, cahaya lampu di langit-langit terasa menyilaukan mata. Yvonne pun kembali memejam mata selama beberapa saat.Setelah merasa lebih baik, Yvonne menoleh ke samping dan mencoba membuka mata.Begitu melihat Yvonne yang sadarkan diri, Leah yang tampak menggendong Dio langsung menghela napas lega. "Nona? Syukurlah kamu sudah sadar."Yvonne ingin bangun, tetapi sekujur tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga."Kata dokter kamu masih lemah, jangan bangun dulu, istirahatlah," kata Leah.Yvonne mengulurkan tangannya. "Aku mau peluk Dio."Leah menaruh Dio ke samping Yvonne."Aku mau peluk Dio ...," Yvonne kembali mengulang ucapannya.Leah mengerti maksud Yvonne, dia tidak ingin ada orang lain di sini."Kamu mau makan apa? Biar aku pulang dan siapkan," tanya Leah.Yvonne tidak lapar, dia tidak mau makan."Kata dokter tubuhmu sangat lemah, kamu harus makan. Kalau kamu ti
"Sudah merasa baikan?" tanya Simon."Sudah." Yvonne mengangguk. "Dok, kok Dokter ada di sini?"Simon menjawab, "Aku yang pertama memeriksa kondisimu. Aku meminta dokter kandungan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ....""Dokter kandungan?" Mustahil, Yvonne tahu bagaimana kondisi tubuhnya. "Aku hanya kelelahan, tidak mungkin ....""Sepertinya kamu hamil." Simon menyela ucapan Yovnne.Yvonne tercengang sesaat mendengar jawaban Simon. Yvonne membutuhkan waktu untuk mencerna informasi tersebut. "A-apa?"Yvonne tidak mungkin hamil, dia rutin mengonsumsi pil kontrasepsi. "Apakah mungkin ada kesalahan?""Tidak mungkin! Dokter kandungan telah mengonfirmasinya. Kamu hamil."Sekujur tubuh Yvonne terasa membeku. "Mustahil.""Kalau ragu, kamu bisa melakukan pemeriksaan ulang. Aku merasa kehamilanmu ini ada untungnya, siapa tahu Shawn luluh ...."Yvonne menggelengkan kepala. Saat mengandung Dio, Shawn dan Yvonne saling membenci. Begitu hubungan mereka membaik dan tengah membina perasaan, Kamila m
Yvonne tidak menyangka Shawn berinisiatif meneleponnya.Belakangan ini Shawn tidak pernah menghubungi Yvonne, dia bahkan membalas pesan Yvonne dengan dingin.Yvonne mengerutkan alis, angin apa yang membuat Shawn menghubunginya?"Kamu ...." Shawn membuka mulut. "Kata Bibi Leah kamu sakit."Yvonne menggenggam erat ponselnya. Ternyata Shawn menelepon karena Bibi Leah yang memberi tahu kondisi Yvonne kepada Shawn, bukan karena Shawn merindukan Yvonne."Aku baik-baik saja. Cuma pingsan karena kelelahan." Yvonne menundukkan kepala."Sudah merasa baikan?""Em, tidak perlu cemas.""Oh ...." Shawn terdiam cukup lama.Mereka tidak berbicara, tetapi juga tidak ada yang menutup telepon. Saking diamnya, mereka bahkan bisa mendengar embusan napas satu sama lain."Kamu pasti sibuk, aku nggak mau mengganggu kamu." Suara Yvonne memecah keheningan.Shawn dan Yvonne kembali terdiam, tidak ada yang menutup panggilannya."Baiklah," jawab Shawn.Yvonne langsung mematikan panggilan Shawn. Anehnya Yvonne sang
"Spanduk apa?" Niko tampak kebingungan."Kamu nggak tahu?" Yvonne mengamati ekspresi Niko."Kak, kamu jelaskan dulu, maksudnya spanduk apa? Aku nggak ngerti maksud pertanyaanmu." Niko yakin dirinya tidak mabuk, tetapi dia kesulitan mencerna pertanyaan Yvonne yang terdengar aneh.Yvonne menatap Niko selama beberapa detik. Setelah memastikan Niko tidak berbohong, Yvonne baru menjawab, "Tadi malam ada yang menggantung spanduk berisi makian di depan gedung ....""Hahahaha." Niko tertawa terbahak-bahak. "Itu namanya karma.""Kamu pelakunya?" Yvonne kembali memastikan."Bukan." Niko menjawab sambil tertawa, "Kayaknya bukan aku sendiri yang membenci dia. Orang jahat pasti akan mendapatkan balasan."Yvonne mengerutkan bibir, dia agak meragukan pengakuan Niko. "Niko, jawab yang serius! Apakah kamu pelakunya?"Niko menjawab dengan acuh, "Kalau memang mau menuduhku, aku nggak keberatan. Anggap saja aku pelakunya. Aku senang banget, bajingan itu memang pantas dimaki.""Jangan melakukan hal seperti
"Apa urusannya sama kamu?" Niko membentak Nyonya Sanchez."Tutup mulutmu!" Yvonne menarik Niko.Yvonne khawatir kalau sikap Niko malah membuat Nyonya Sanchez salah paham.Nyonya Sanchez memang tidak menyukai Anas. Jika Niko asal menjawab, Nyonya Sanchez akan berpikir kalau Anas adalah wanita sembarangan. Yvonne tidak ingin memperkeruh masalah yang tengah dihadapi Anas.Niko tidak tinggal diam. "Aku nggak bersalah, ngapain takut?"Nyonya Sanchez menyeringai sinis. "Tidak berpendidikan. Baguslah kamu dan Neil berpisah. Jangan pernah mengganggu rumah tangga Neil, aku tidak mau melihatmu muncul di hadapan keluargaku. Aku tidak akan mempermasalahkan soal spanduk asalkan kamu berhenti mengganggu anakku.""Kamu nggak ngerti bahasa manusia? Bukan Anas pelakunya, aku yang jadi jaminannya!" Niko meninggikan suara. Dia merasa ucapan Nyonya Sanchez agak kelewatan."Kamu jadi jaminan?" Nyonya Sanchez tertawa menyindir. "Kamu jelas-jelas membelanya, bagaimana aku bisa memercayai ucapanmu?""Jodoh me
Niko yang hanya mengenakan handuk tampak terkapar di lantai. Saat terjatuh, handuk Niko lepas hingga hanya menutupi bagian tengah di antara selangkangannya.Anas sedang minum di dapur. Raut wajahnya terlihat datar saat melihat Niko terjatuh.Samantha tercengang hingga membeku di tempat.Yvonne mengerutkan alis, apa yang terjadi? Selanjutnya terdengar teriakan histeris yang memekakkan telinga, "Ah ...."Niko buru-buru menutupi bagian bawah tubuhnya dengan handuk, lalu bangkit berdiri dan berlari ke kamar. "Bom!" Terdengar suara pintu yang dibanting."Anak itu kenapa?" Yvonne turun dan bertanya kepada Anas.Anas menjelaskan dengan tenang, "Setelah mandi, dia keluar hanya dengan mengenakan handuk. Saat melihat aku minum, dia minta dituangkan air. Dia minum sambil berjalan, lalu terpeleset sampai gelas pecah berserakan ...."Yvonne mengerutkan alis. Fokus Anas tertuju kepada gelas yang pecah berserakan? Bukan Niko yang jatuh terpeleset?"Niko sangat perhatian sama kamu. Hmm, kamu juga bo
Yasmine memberikan sebuah amplop kepada pria itu."Tutup mulutmu!" kata Yasmine dengan nada mengancam.Pria tersebut mengusap amplop yang diberikan sambil tersenyum puas. "Tenang saja, aku akan menjaga rahasia ini."Yasmine melihat ke sekeling untuk memastikan tidak ada orang yang memperhatikannya. Dia menekan topi yang dikenakan dan berkata, "Aku pergi dulu."Pria tersebut tersenyum. "Oke! Kalau lain kali ada pekerjaan segampang memasang spanduk yang bisa menghasilkan uang sebanyak ini, jangan lupa menghubungi aku.""Tenang saja, aku hanya percaya padamu, asalkan kamu menutup mulutmu rapat-rapat." Yasmine menundukkan kepala."Apakah kamu puas dengan hasil kerjaku? Mulutku selalu tertutup rapat."Yasmine mengangguk, tujuannya telah tercapai dengan sempurna. Dia membayar orang untuk menggantung spanduk tersebut di gedung pernikahan, tujuannya agar Keluarga Sanchez mencurigai Anas.Perasaan Neil terhadap Anas mulai pudar, Keluarga Sanchez pun makin membenci Anas. Yasmine cukup puas denga
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"