Neil menghentikan langkahnya, lalu menoleh dan berkata, "Jangan tanya apa-apa. Anas benar, aku yang salah."Yvonne tak dapat berbuat banyak, dia mengangguk sambil menjawab, "Jaga dirimu baik-baik."Neil menarik napas panjang, lalu pergi meninggalkan rumah sakit, sedangkan Yvonne kembali bekerja.....Di kediaman Keluarga Staford.Anas sedang membereskan barang-barangnya dengan dibantu Samantha."Kalau kami kangen Yvonne, sering-seringlah main ke sini, anggap saja rumah sendiri. Ini adalah kamarmu, kamu boleh datang kapan saja," kata Samantha dengan lembut.Anas yang sejak tadi berusaha tegar pun tak dapat membendung air matanya. Dia meneteskan air mata dan memeluk Samantha. "Terima kasih, Bi.""Jangan sungkan." Samantha menepuk pundak Anas."Kamu adalah sahabatnya Yvonne. Sebelumnya kamu telah banyak membantu kami di saat-saat susah. Aku sudah menganggapmu seperti anak sendiri." Smaantha tersenyum lembut.Anas menangis dan terharu saat mendengar ucapan Samantha.Setelah selesai mengema
Harvey menantang Shawn secara frontal."Oh ya?" Shawn tersenyum sinis, suaranya yang rendah mengandung amarah yang besar.Harvey menatap Shawn dengan waspada. "Iya. Kalau kamu melihatnya, kamu pasti bakal marah. Tidak ada terjadi apa-apa di antara aku dan Yvonne. Aku menghapus semua rekaman CCTV karena takut kamu salah paham."Semakin Harvey berusaha menjelaskan, Shawn justru makin curiga."Pasti terjadi sesuatu yang memalukan, makanya kamu menghapus rekaman CCTV." Xavier muak melihat Harvey. Di mata Xavier, Harvey adalah pria yang tidak tahu malu.Harvey terjebak di dalam permainan sendiri, ekspresi Shawn juga terlihat sangat muram. Apakah Harvey harus lanjut menjelaskan?Jika Harvey lanjut menjelaskan atau menunjukkan video yang ada di ponsel, apakah Shawn akan makin salah paham?Sudahlah ...."Kami tidak melakukan apa-apa. Terserah mau percaya atau tidak." Harvey membalikkan badan dan pergi.Harvey berlari, dia takut ditangkap Shawn. Gerak-gerik Harvey mencurigakan, tidak aneh kalau
Xavier mengerti kenapa Harvey menghapus rekaman tersebut. Xavier sendiri pun ketakutan untuk menunjukkan rekamannya kepada Shawn.Harvey tidak menyangka ada orang akan meretas komputernya, makanya dia tidak pernah mengatur kata sandi. Ditambah, Harvey juga menaruh folder rekaman CCTV di desktop sehingga Xavier tidak perlu bersusah payah.Begitu berhasil meretas komputer Harvey, Xavier langsung menyalin rekaman tersebut tanpa perlu meretas kata sandi.Xavier telah memeriksa seluruh rekaman tersebut, makanya dia ragu untuk menunjukkannya kepada Shawn. Xavier saja marah saat melihatnya, apalagi Shawn?"Pak, mungkin ada salah paham ...," kata Xavier saat memperhatikan ekspresi Shawn.Raut wajah Shawn terlihat dingin. Seandainya Harvey tidak menjelaskan, mungkin Shawn tidak akan semarah ini. Namun mengingat semua penjelasan Harvey, amarah di hati Shawn terasa bergejolak. Ditambah dengan Xavier yang begitu ketakutan, Shawn yakin ada yang tidak beres."Bi!" Shawn memanggil Leah."Iya, Tuan?"
Sesaat melihat Harvey, suasana hati Yvonne sontak berubah 180 derajat."Jadi ini masalah yang kamu bilang penting?" Yvonne bertanya kepada Niko.Niko tidak mengerti kenapa Yvonne marah. "Harvey meminta bantuanku, makanya aku mengajakmu ke sini. Aku merasa ini bukan permintaan yang sulit, lagi pula dia juga membantuku untuk mengumpulkan bukti pembunuhan yang dilakukan Jolene. Aku nggak bisa menolaknya ...."Harvey bergegas meminta maaf. "Aku salah, aku tahu kamu marah, aku tahu kamu nggak mau bertemu aku, makanya aku meminta bantuan Niko. Yvonne berikan aku kesempatan untuk meminta maaf."Yvonne tidak ingin memperpanjang masalah ini. "Aku harap, kamu berhenti bersikap kekanak-kanakan. Aku sudah nggak marah, kamu nggak perlu minta maaf. Aku masih ada urusan, aku harus pergi."Harvey menarik pergelangan tangan Yvonne. "Mumpung sudah sampai, aku ingin mengajakmu makan bersama. Hidangan di restoran ini sangat lezat.""Lepaskan!" kata Yvonne dengan ekspres dingin."Kenapa kamu selalu bersika
Niko menghentikan mobilnya di tepi jalan. "Ada apa?"Yvonne menatap ke luar jendela, dia sedang melihat wanita yang berjalan memasuki hotel.Ketika melihat Yvonne yang membuka pintu mobil, Niko bertanya dengan kebingungan, "Kak, kenapa?"Yvonne beranjak keluar sambil menjawab, "Cari tempat parkir, lalu susul aku."Niko tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia tetap mematuhi perintah Yvonne.Setelah memarkir mobilnya, Niko menyusul Yvonne masuk ke dalam hotel. Yvonne sedang bertanya kepada resepsionis, "Aku mau memesan kamar di sebelah kamar wanita yang baru masuk tadi.""Wanita yang mana?" tanya resepsionis.Yvonne menjawab, "Wanita yang barusan masuk, Bu Danila.""Oh." Resepsionis pun mengerti. "Kamarnya dipesan oleh Pak ....""Pak Paulo," jawab Yvonne.Mendengar Yvonne mengenal Paulo, resepsionis bertanya, "Anda mengenal Pak Paulo?""Kenal." Yvonne mengangguk.Karena Yvonne mengenal Paulo dan Danila, resepsionis bersedia memberikan kamar yang berada di samping Danila."Pak Paulo dan
Wanita tersebut berdiri di depan pintu, rambutnya yang panjang terurai indah ke belakang. Dia mengenakan gaun berwarna putih, riasan wajah yang tipis, dan anting mutiara yang sederhana. Penampilannya tampak menawan."Kamu siapa?" tanya wanita tersebut.Yvonne menatap wanita yang berdiri di hadapannya, wajahnya benar-benar mirip dengan di foto.Yvonne terbangun dari lamunannya dan menjawab, "Tolong aku ...."Niko menarik Yvonne sambil membentaknya, "Ikut aku masuk! Kamu harus diberi pelajaran. Kamu pikir bisa kabur dengan mudah?"Yvonne menatap Danila dengan tatapan memelas. "Kalau aku ikut, dia akan menghabisiku. Tolong aku."Danila kasihan melihat Yvonne yang dijambak dan ditarik oleh Niko. "Lepaskan wanita ini. Kalau tidak, aku akan lapor polisi.""Jangan ikut campur!" Niko menunjukkan wajah bengis, dia terlihat seperti penjahat sungguhan.Niko memiliki bakat menjadi aktor, aktingnya sama sekali tidak terlihat seperti dipaksakan.Danila mengerutkan alis. "Di sini ada kamera pengawas.
Ketika Yvonne ingin menjelaskan, Danila berkata, "Aku melihat dia dan pacarnya bertengkar. Karena takut dia dipukuli, aku mengajaknya ke kamar untuk menenangkan diri.""Benar begitu?" Paulo menatap Yvonne dengan tatapan tajam.Yvonne mengangguk. "Iya, aku nggak nyangka ....""Paulo, kalian saling kenal?" Danila melirik Yvonne dan Paulo secara bergantian.Paulo beranjak ke samping Danila dan merangkul pundaknya. "Dia muridnya Simon. Saat aku pergi menemui Simon, kami sempat bertemu."Danila bertanya dengan lembut, "Kamu adalah dokter?"Yvonne mengangguk. "Benar."Tiba-tiba Danila mengerutkan alis sambil memijat keningnya. Ekspresi Danila tampak kesakitan."Kepalamu sakit?" Paulo bertanya dengan lembut.Danila mengangguk."Ayo, minum obat." Paulo merangkul Danila kembali ke kamar. Di saat bersamaan, Paulo juga menoleh ke belakang dan memperingati Yvonne. "Aku tidak suka ada yang mencari tahu urusan pribadiku. Kalau kamu ketahuan berusaha mengorek urusanku, aku tidak akan melepaskanmu!""
Kamar yang juga kosong melompong.Tak ada seorang pun di dalam rumah ini, semua penghuni serasa menghilang begitu saja.Yvonne merasakan firasat buruk, dia tidak melihat keberadaan Leah, Dio, maupun Shawn. Ke mana mereka semua?Yvonne panik, dia buru-buru berlari ke halaman. Di saat bersamaan, dia melihat sebuah mobil yang memasuki gerbang. Kemudian sopir membukakan pintu, lalu Shawn keluar sambil menggendong Dio.Leah tampak menentang banyak barang."Kalian ke mana?" tanya Yvonne saat melihat wajah Dio yang memerah.Biasanya Dio selalu tampak bersemangat, suka tertawa, dan menggemaskan. Namun, sekarang kedua mata Dio tampak memerah, seperti habis menangis."Dio sakit?" Yvonne menyadari ada yang aneh dengan Dio.Shawn mengabaikan Yvonne dan langsung menggendong Dio masuk ke dalam rumah.Leah mendekati Yvonne dan berbisik, "Dio demam.""Bi Leah," panggil Shawn dengan suara teredam.Leah tidak berani berbicara terlalu banyak, lalu bergegas menyusul Shawn.Yvonne mengerutkan bibir sambil