"Aku yang ke sana atau kamu yang ke sini?" tanya Niko.Yvonne tampak ragu, kenapa ada saja hal yang menghalanginya untuk menemui Shawn?"Kamu di mana? Aku yang ke sana," jawab Yvonne."Aku masih di kantor, tapi sudah mau pulang. Bagaimana kalau ketemu di rumah saja?" tanya Niko."Oke," jawab Yvonne.Sopir yang mengantar jemput Yvonne telah menunggu di halaman lobi rumah sakit.Yvonne masuk ke dalam mobil dan berkata kepada sopir, "Ke rumah ibuku."Kemudian Yvonne mengeluarkan ponsel, lalu membuka kontak Shawn dan berpikir selama beberapa menit. Akhirnya Yvonne mengurungkan niatnya untuk menghubungi Shawn dan memutuskan untuk menghubungi Leah."Bi, Shawn ada di rumah? Aku ingin berbicara dengan dia. Oh iya, Dio rewel, nggak?" tanya Yvonne."Dio tidak rewel. Tuan tidak ada di rumah, aku hanya disuruh untuk membereskan pakaian Tuan. Kata Tuan Xavier, Tuan Shawn mau pergi keluar negeri. Apakah tidak ada yang memberitahumu?" tanya Leah.Yvonne menundukkan kepala saat mengingat Shawn yang me
Niko tersenyum sambil merangkul lengan Anas.Ketika melihat kedekatan Niko dan Anas, Yvonne tak bisa menahan ketidaknyamanannya. Yvonne mengangkat kedua alis, Niko bahkan tidak pernah bersikap semesra itu kepada Yvonne.Yvonne merasa Niko memberikan perhatian yang berlebih kepada Anas. Yvonne pun memelototi Niko dan berkata dengan nada bercanda, "Niko, Kak Anas sudah punya pacar, lho!""Yvonne, aku menganggap Niko kayak adikku sendiri," jawab Anas sambil memutar bola matanya.Yvonne tidak menjawab, dia hanya memperingati Anas dan Niko untuk menjaga jarak. Takutnya Niko memiliki perasaan lain terhadap Anas.Niko mengerutkan bibirnya. "Bukannya sekarang Anas dan pacarnya lagi bertengkar? Lagi pula cinta nggak memandang umur. Kak Anas, kamu nggak keberatan menjalin hubungan dengan wanita yang lebih tua, kok."Anas langsung menarik kembali tangannya. "Aku nggak tertarik dengan berondong."Yvonne, Niko, dan Anas pergi ke sebuah restoran mewah. Saat makan, Niko terus mengajak Anas mengobrol.
"Dokter Yvonne," jawab Simon.Harvey membelalak. "Yvonne?""Benar! Tapi menurutku Dokter Yvonne juga bukan orang yang akan menerima hadiah dari pasien," jawan Simon.Harvey tersenyum tanpa bergeming. Bagaimanapun Harvey dan Yvonne sudah saling mengenal, Yvonne tidak mungkin menolak Harvey.Sesampainya di rumah sakit, Yvonne tidak langsung pergi ke poli bedah. Dia pergi ke poli ginekologi untuk menemui dokter yang menangani Sherin. Yvonne ingin meminta dokter tersebut untuk menghubungi Sherin dan memintanya datang ke rumah sakit.Untungnya dokter kandungan yang merawat Yvonne enak diajak bicara. Dokter tersebut pun bersedia membantu Yvonne untuk menelepon Sherin.Tak berapa lama setelah menerima telepon dari rumah sakit, Sherin tiba di rumah sakit dengan ditemani Roger. Jika bukan karena dipaksa Roger, Sherin tidak mau datang ke rumah sakit.Meskipun dokter menginformasikan ada indikasi kelainan pada janin dan memerlukan pemeriksaan lanjutan, Sherin merasa tidak ada masalah dengan pemer
Yvonne mendengar panggilan Sherin, tetapi Yvonne tidak menoleh maupun menjawabnya."Yvonne, aku tahu itu kamu! Aku terlalu ceroboh, harusnya aku mengenali suaramu sejak awal. Saat melakukan pemeriksaan aku baru sadar, aku sengaja melihat tahi lalat di dekat ketiakku." Sherin sadar bahwa penyamarannya telah terbongkar. Tidak ada gunanya lagi berpura-pura.Yvonne menoleh sambil bertanya, "Kamu kenal aku?""Bukannya kamu sudah tahu aku siapa? Ngapain masih bersandiwara?" Sherin berhenti berpura-pura. "Bagaimana kalau kita mengobrol sebentar?"Yvonne tidak tahu apa yang ingin dilakukan Sherin. "Kamu mau apa?""Aku hanya mau ngobrol. Kalau kamu tidak mau, ya sudah." Jolene membalikkan badan dan pergi."Sebentar!" Yvonne menghentikan Jolene, lalu mengajak untuk berbicara di dekat tangga darurat."Yvonne, aku nggak nyangka, kamu adalah orang pertama yang mengenaliku." Jolene menatap Yvonne. "Shawn berusaha menghabisiku gara-gara kamu! Apakah aneh aku membencimu?""Kamu pantas mendapatkan ganj
Bugh!"Ah!" Jolene menggelinding dari tangga sambil berteriak.Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Jolene tidak menginginkan anak ini, dia sengaja menjatuhkan diri, lalu menjadikan Yvonne sebagai kambing hitam. Dengan begitu, Roger pasti akan memberikan pelajaran kepada Yvonne.Roger sangat menantikan dan mencintai anak yang dikandung Jolene."Uhm ...." Jolene berusaha menahan sakit sambil meringkuk.Meskipun harga yang harus dibayar sangatlah mahal, Jolene rela melakukan apa pun asalkan Yvonne menderita.Yvonne baru memahami maksud ucapan Jolene. Dia mengerutkan alis sambil menatap Jolene.Jolene adalah wanita yang kejam, dia bahkan rela mengorbankan kandungannya sendiri."Jolene, aku sama sekali tidak mengasihani kamu. Wanita kejam! Teganya kamu membahayakan anakmu sendiri demi dendam." Setelah selesai bicara, Yvonne membalikkan badan dan pergi.Yvonne tidak memanggil siapa pun untuk menolong Jolone. Jolene sendiri yang mencari penyakit, Yvonne tidak memiliki kewajiban untuk
Dari kejauhan, terdengar suara Roger yang mengamuk dan membanting barang-barang."Cepat, panggil Yvonne!" Roger berteriak.Harvey melirik Yvonne yang terlihat tenang.'Bagaimana dia bisa setenang ini? Padahal pria di dalam sana terdengar mengerikan,' pikir Harvey. Dia semakin mengagumi Yvonne.Yvonne membuka pintu ruangan. "Pak ....""Yvonne!" Roger langsung menyerang Yvonne.Untungnya Harvey cekatan dan langsung mengadang Roger. "Bicarakan baik-baik, jangan asal main tangan. Pria macam apa yang memukul wanita?"Roger menatap Harvey dengan sepasang matanya yang memerah. "Siapa kamu? Apa urusanmu? Wanita itu, dia membunuh anakku!""Anakmu nggak ada kaitannya dengan aku." Yvonne menatap Roger dengan dingin. "Kamu boleh menyelidikinya.""Di tangga darurat nggak ada CCTV, bagaimana aku menyelidikinya?" Roger mendengus dingin. "Kamu mau membodohiku? Kamu sengaja mendorong Jolene karena di sana nggak ada CCTV, 'kan? Yvonne, aku nggak pernah menyerangmu, kenapa kamu mencari masalah denganku?"
"Kok kamu ke sini?" Yvonne terkejut.Niko menjawab, "Aku ada mencarimu, tapi ponselmu nggak aktif. Aku ada urusan penting."Yvonne mengeluarkan ponsel dan menyalakan ponselnya. "Ada urusan apa? Kita bicarakan nanti malam."Niko kelihatan sangat cemas, dia sampai tidak menyadari Roger dan Harvey yang bertengkar. "Kak Anas, dia ...."Di saat bersamaan, Harvey dan Roger hampir berkelahi. Yvonne tidak punya waktu untuk mendengarkan cerita Niko, dia bergegas menarik Harvey sambil membujuknya, "Nggak ada gunanya meladeni orang seperti itu. Cukup, jangan membuat onar di rumah sakit.""Yvonne! Hari ini aku akan melemparmu keluar dari rumah sakit ini!" Roger mengancam sesaat melihat Yvonne yang tampak ketakutan. Dia juga menunjuk Yvonne untuk mengintimidasinya."Apa katamu?" Niko maju dan balas menunjuk wajah Roger. "Ngapain tunjuk-tunjuk?""Kamu siapa?" Roger mengerutkan alis."Yvonne adalah kakakku, menurutmu aku siapa? Mau berkelahi? Sini!" Niko tidak takut, dia menaikkan lengan kemeja dan b
Yvonne mendengus dingin. "Jangan asal bicara ....""Dia nggak asal bicara. Kalau bukan karena ulah Shawn, mungkin kita sudah menikah. Aku sangat menyukaimu," jawab Harvey.Yvonne memelototi Harvey. "Kalian pikir candaan ini lucu? Aku lagi pusing, aku nggak mau kehilangan pekerjaan ini. Demi kerjaan, aku dan Shawn ...."Yvonne hampir keceplosan, dia bergegas menelan kembali semua ucapannya.Niko bertanya dengan penasaran, "Kamu dan Kak Shawn kenapa?"Harvey juga tak kalah penasaran, dia menantikan jawaban Yvonne.Yvonne menjawab dengan ketus, "Jangan suka bergosip! Lebih baik pikirkan cara untuk menghadapi Jolene. Oh iya, ada urusan apa mencariku?"Niko menjawab, "Kak Anas mau pergi. Tolong bujuk dia."Yvonne tahu keadaan Anas, dia tidak berani terlalu ikut campur. "Tunggu aku ketemu dia.""Em, tolong bujuk Kak Anas tinggal di sini," jawab Niko.Yvonne menatap Niko dengan tatapan tajam. Apa maksud Niko? Kenapa dia tidak rela Anas pergi? Apakah dia memiliki perasaan terhadap Anas?Harvey
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"