"Kok kamu ke sini?" Yvonne terkejut.Niko menjawab, "Aku ada mencarimu, tapi ponselmu nggak aktif. Aku ada urusan penting."Yvonne mengeluarkan ponsel dan menyalakan ponselnya. "Ada urusan apa? Kita bicarakan nanti malam."Niko kelihatan sangat cemas, dia sampai tidak menyadari Roger dan Harvey yang bertengkar. "Kak Anas, dia ...."Di saat bersamaan, Harvey dan Roger hampir berkelahi. Yvonne tidak punya waktu untuk mendengarkan cerita Niko, dia bergegas menarik Harvey sambil membujuknya, "Nggak ada gunanya meladeni orang seperti itu. Cukup, jangan membuat onar di rumah sakit.""Yvonne! Hari ini aku akan melemparmu keluar dari rumah sakit ini!" Roger mengancam sesaat melihat Yvonne yang tampak ketakutan. Dia juga menunjuk Yvonne untuk mengintimidasinya."Apa katamu?" Niko maju dan balas menunjuk wajah Roger. "Ngapain tunjuk-tunjuk?""Kamu siapa?" Roger mengerutkan alis."Yvonne adalah kakakku, menurutmu aku siapa? Mau berkelahi? Sini!" Niko tidak takut, dia menaikkan lengan kemeja dan b
Yvonne mendengus dingin. "Jangan asal bicara ....""Dia nggak asal bicara. Kalau bukan karena ulah Shawn, mungkin kita sudah menikah. Aku sangat menyukaimu," jawab Harvey.Yvonne memelototi Harvey. "Kalian pikir candaan ini lucu? Aku lagi pusing, aku nggak mau kehilangan pekerjaan ini. Demi kerjaan, aku dan Shawn ...."Yvonne hampir keceplosan, dia bergegas menelan kembali semua ucapannya.Niko bertanya dengan penasaran, "Kamu dan Kak Shawn kenapa?"Harvey juga tak kalah penasaran, dia menantikan jawaban Yvonne.Yvonne menjawab dengan ketus, "Jangan suka bergosip! Lebih baik pikirkan cara untuk menghadapi Jolene. Oh iya, ada urusan apa mencariku?"Niko menjawab, "Kak Anas mau pergi. Tolong bujuk dia."Yvonne tahu keadaan Anas, dia tidak berani terlalu ikut campur. "Tunggu aku ketemu dia.""Em, tolong bujuk Kak Anas tinggal di sini," jawab Niko.Yvonne menatap Niko dengan tatapan tajam. Apa maksud Niko? Kenapa dia tidak rela Anas pergi? Apakah dia memiliki perasaan terhadap Anas?Harvey
Hmm? Kok tidak ada orang?Yvonne mengedipkan sepasang matanya. Apakah Shawn berada di ruang kerja?Yvonne menutup pintu kamar, lalu bergegas pergi ke ruang kerja. Saat buru-buru membuka pintu, alhasil dia hanya melihat Xavier yang sedang membereskan dokumen.Yvonne mengerutkan alis. "Xavier, kok kamu ada di sini? Di mana Shawn?""Tadi aku belum selesai bicara. Bukan Tuan yang pulang, tapi Tuan Xavier," jawab Leah.Dalam sekejap, ekspresi Yvonne langsung berubah menjadi masam.Xavier membawa setumpuk dokumen dan meninggalkan ruang kerja Shawn. Sesampainya di depan pintu, Xavier berbaik hati mengingatkan Yvonne. "Kalau tidak sibuk, hubungi Pak Shawn."Setelah bicara, Xavier pun pergi meninggalkan rumah.Sejak Yvonne menolak untuk menemani Shawn ke luar negeri, suasana hati Shawn sangat buruk dan ekspresinya selalu kelihatan masam. Setiap beberapa menit sekali, Shawn juga selalu melirik ponselnya, seperti sedang menunggu sesuatu.Demi menjaga gengsi, Shawn tidak mau menghubungi Yvonne. Di
Yvonne pernah melihat sosok yang ada di dalam foto. Wanita ini adalah pasien khusus yang ditangani oleh Simon. Yvonne mengingat jelas wajahnya saat disuruh merapikan catatan riwayat medis pasien.Yvonne mengamati foto tersebut karena wanita itu mirip dengan ibunya Shawn. Namun kenapa Shawn memiliki foto yang sama dengan Simon?Apakah kepergian Shawn ke luar negeri berhubungan dengan foto ini? Di saat Yvonne melamun, tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka. Ketika mengangkat kepala, Yvonne melihat Leah yang berdiri di depan pintu."Bukannya kamu sudah tidur? Aku datang karena melihat lampu ruangan yang menyala," kata Leah.Yvonne buru-buru menyimpan kembali foto-foto tersebut dan meletakkannya ke tempat semula. "Aku nggak bisa tidur, aku lagi mencari-cari buku bacaan.""Oh." Ekspresi Leah tampak tidak memercayai penjelasan Yvonne.Yvonne tersenyum. "Bibi, aku serius."Leah tertawa kecil melihat reaksi Yvonne. "Aku kira kamu tidak bisa tidur karena merindukan Tuan."Yvonne terdiam, d
Yvonne mengernyit. "Pesan apa?"Quinn telah dijatuhi hukuman mati, tidak ada pergi yang ditutupi lagi. Quinn tidak memedulikan bagaimana pandangan orang-orang terhadapnya.Quinn menjawab sambil tersenyum, "Benar, aku yang membunuh kedua orang Shawn! Shawn tidak memiliki bukti yang kuat, dia menggunakan cara kotor agar aku dijatuhi hukuman mati. Tapi aku tidak menyesal atas semua perbuatanku. Aku hanya mau tanya, kalau aku mati, memang kedua orang tuanya bisa hidup lagi?""Tidak bisa, tapi kamu pantas mendapatkan hukuman yang setimpal." Yvonne menjawab dengan tenang, "Saat mencelakai orang lain, harusnya kamu tahu ada hukum karma yang bekerja."Quinn mendengus dingin sambil tersenyum sinis. "Aku melakukan semuanya untuk menghancurkan Shawn. Aku nggak hanya sekali, tapi berkali-kali coba untuk menghabisi Shawn. Pada akhirnya aku tetap hidup selama ini. Meskipun aku mati, Shawn tetaplah anak yatim piatu yang nggak punya orang tua. Dia lebih menyedihkan daripada aku. Haha ...."Ini adalah
"Sudah, jangan banyak tanya, bekerjalah dengan baik. Oh iya, ada satu operasi yang harus kamu tangani, persiapkan diri dengan baik. Nanti aku bawa untuk mengunjungi pasiennya," jawab Simon.Yvonne penasaran, dia ingin tahu bagaimana Simon membereskan masalah ini. "Dok, aku mau tahu bagaimana masalah ini bisa diselesaikan dalam waktu singkat?""Aku tidak mau jawab, jadi kamu tidak perlu banyak tanya. Aku percaya padamu, Dokter Bernard juga memercayaimu. Sekarang masalahnya sudah selesai, kamu hanya perlu fokus bekerja."Melihat sikap Simon, Yvonne tidak enak untuk terus mendesaknya. "Baiklah, aku pamit dulu.""Em, sana." Simon mengangguk.Harvey datang menemui Yvonne dan bertanya dengan tergesa-gesa, "Apa yang terjadi? Ke mana Jolene?""Masalahnya sudah beres," jawab Yvonne."Sudah beres?" Harvey membelalak.Yvonne mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, aku bingung bagaimana mereka membereskannya.""Hah, aku merasa seperti pahlawan kesiangan." Harvey menggerutu, "Padahal aku sudah menyewa
"Kok kamu ke sini?" Yvonne agak merasa bersalah. "Kata Niko kamu mau kembali ke Kota Sunrise? Aku kelupaan menghubungi kamu, akhir-akhirnya ini terlalu banyak masalah."Anas menatap Yvonne dengan tatapan kosong, matanya merah dan suaranya terdengar serak. "Yvonne ...."Hati Yvonne terenyuh saat mendengar suara Anas. "Anas, kenapa?""Neil selingkuh, dia mengkhianati aku ...," jawab Anas sambil terisak-isak.Yvonne langsung memeluk Anas. "Ayo, kita cari tempat untuk bicara."Harvey tak mau melewatkan kesempatan yang ada di depan mata. "Aku tahu tempat yang sepi dan tenang."Yvonne melirik Harvey, prioritas sekarang adalah Anas. "Bawa kami ke sana.""Oke." Harvey bergegas pergi mengambil mobilnya.Yvonne masuk ke mobil sambil memeluk Anas.Tak berapa lama, mereka pun tiba di sebuah klub privat. Harvey memiliki ruangan pribadi di dalam klub tersebut.Sesampainya di depan ruangan, Yvonne melarang Harvey masuk. "Kamu nggak perlu ikut, jangan menguping pembicaraan kamu."Apakah ini balasan at
Anas menjawab, "Sudah nggak penting.""Tentu saja penting! Kalau ternyata semua ini adalah perbuatan ibunya Neil, berarti Neil bukan sengaja mengkhianatimu. Ini adalah jebakan.""Sudah tidak penting." Anas menarik napas panjang dan menatap Yvonne. "Kalaupun semua ini memang jebakan, wanita itu mengandung anaknya Neil. Apakah Neil akan menelantarkan wanita itu begitu saja?"Yvonne terdiam, Anas benar! Wanita adalah calon menantu pilihan Keluarga Sanchez. Kedua keluarga pasti akan mendesak pernikahan mereka."Tapi kamu ...."Anas terdiam selama beberapa saat. "Kami nggak berjodoh. Meskipun sudah berusaha, takdir tetap tidak mengizinkan kami untuk bersama."Yvonne ikut menghela napas."Yvonne, temani aku minum. Setelah malam ini, aku berjanji tidak akan meneteskan air mata lagi," kata Anas sambil menyeka air mata."Oke." Yvonne membuka pintu ruangan dan meminta Harvey untuk menyediakan alkohol.Harvey langsung memerintahkan pelayan untuk mengantarkan beberapa botol alkohol terbaik."Kamu
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"