"Kali ini kami bertengkar hebat, dia benar-benar marah. Untuk masalah ini, dia membela ibunya. Aku bisa lihat, sebenarnya Neil berharap agar aku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya." Anas merasa tak berdaya. "Aku harus memilih salah satu, Neil atau pekerjaan."Yvonne tidak tahu bagaimana cara menghibur Anas. "Kamu nggak punya teman dan tempat tinggal di sini. Kamu tidur di rumahku saja, kamu bisa menempati kamar ini."Anas tersenyum. "Untung aku punya teman sebaik kamu.""Aku juga beruntung mempunyai sahabat seperti kamu. Kalau nggak ada kamu, aku dan ibuku nggak tahu harus tinggal di mana saat kabur ke Kota Sunrise." Yvonne teringat sesuatu, lalu bertanya, "Kamu mau minum? Aku ada anggur merah.""Nggak, aku nggak minum." Anas menggelengkan kepala. Alkohol tidak bisa membereskan akar permasalahan."Yvonne, kamu pulang saja, aku bisa sendiri, kok. Kamu punya suami dan anak, nggak perlu menemani aku. Aku juga perlu waktu sendiri, aku harus mempertimbangkan ingin memilih yang mana.""Baik
Yvonne berusaha mendorong tubuh Shawn. "Kamu ngapain? Minggir! Obatnya tumpah."Shawn menutup obat tersebut dan meletakkannya ke atas meja, lalu kembali menindih tubuh Yvonne.Yvonne menggeliat, dia tidak memberontak, tetapi hanya mencari posisi yang nyaman.Prang! Tiba-tiba terdengar dentuman keras dari ruang tamu."Suara apa itu?" Yvonne terkejut.Shawn mengerutkan alis, dia kesal mendengar suara yang mengacaukan kebahagiaannya.Yvonne menatap Shawn dan bertanya, "Ada orang di ruang tamu?""Em." Shawn mengangguk tak berdaya."Neil?" Meskipun Shawn tak mengatakan siapa yang berada di ruang tamu, hanya satu orang yang terbesit di kepala Yvonne."Dia mabuk." Shawn tidak mungkin meninggal Neil yang tengah mabuk parah.Prang! Bugh! Kembali terdengar suara kursi dan meja yang disusul rintihan kesakitan.Yvonne langsung mendorong Shawn dan merapikan pakaiannya. "Sana, coba cek Neil."Shawn beranjak dari tempat tidur, lalu turun untuk mengecek keadaan Neil. Begitu lampu ruang tamu dinyalakan
Hari ini adalah hari yang menegangkan karena Grup Skyward akan mengirimkan uang senilai 1,2 triliun sebagai pembayaran investasi tahap pertama kepada Grup Dorga.Walaupun keuangan Grup Skyward agak ketat, mereka masih memiliki dana sebanyak triliunan.Setelah menerima uangnya, Thiago dan Dylan berjabat tangan."Semoga kerja sama ini berjalan lancar. Aku berharap produk yang dihasilkan bisa menguasai pasar."Dylan tersenyum. "Pasti, pasti. Produk yang kita kembangkan pasti akan mendunia."Thiago tertawa bahagia. Produk yang dikembangkan Grup Dorga telah mencapai tahap akhir, masa-masa pembakaran uang sudah lewat. Sekarang adalah waktunya produksi dan memasarkan produk.Thiago merasa beruntung, dia mendapatkan proyek ini di momen yang tepat.Dylan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu bagaimana menghadapi teman-temanku. Aku mengabaikan ajakan kerja sama mereka dan memilihmu."Thiago tersenyum sambil menepuk pundak Dylan. "Aku berharap kita bisa menjalin hubungan kerja sama yang lebih b
"Apa maksud Ayah?" Thiago malu melihat tindakan Ruben.Ruben sudah tua, untuk apa mencari masalah dengan berselingkuh? Jika Quinn tahu, dia pasti marah besar."Ayah, usir wanita ini!" Meskipun kesabarannya mulai terkuras habis, Thiago berusaha menahan dirinya untuk tidak bermain tangan.Caroline ketakutan melihat Thiago, dia langsung memeluk Ruben dan menatapnya dengan memelas.Ruben kesal melihat Thiago yang menakuti Caroline. Dia langsung memelototi Thiago dan memperingatkannya, "Hanya karena kamu berhasil mendapatkan perusahaan, bukan berarti kamu berhak memerintahku. Aku adalah ayahmu, kamu nggak punya mengaturku."Setelah selesai bicara, Ruben memerintahkan sopir untuk jalan. Mobil pun pergi meninggalkan Thiago yang mematung di tempat.Saking marahnya, tubuh Thiago sampai bergetar hebat.Olivia menghampiri Thiago dan menghiburnya. "Jangan marah dulu, mungkin nggak seperti yang kamu lihat ....""Lantas apakah aku harus menangkap basah mereka di atas ranjang?" Napas Thiago terdengar
"Tiga triliun," jawab Dylan.Bibir Thiago langsung berkedut, rasanya dia ingin melontarkan makian."Bagi Grup Skyward, uang segitu hanyalah uang kecil," Dylan menambahkan.Thiago terdiam .... Saat ini perusahaan tidak memiliki uang sebanyak itu. Setelah menginvestasikan uang sejumlah 1,2 triliun, dana cair perusahaan tersisa tidak banyak. Namun Thiago harus menjaga nama baik perusahaan, dia tidak mungkin mengatakan tidak punya uang. Jika dewan direksi sampai mengetahuinya, posisi Thiago sebagai presdir bisa terancam."Berikan aku waktu," kata Thiago.Setelah berpikir, akhirnya Thiago menemukan sebuah cara. Saat ini masih ada beberapa proyek berjalan, Thiago berencana mengalihkan dan menjual proyek tersebut kepada perusahaan.Thiago tidak ingin melepaskan proyek Grup Dorga, ini adalah proyek pertamanya. Proyek ini harus berhasil! Selain itu, kedua belah pihak telah menandatangani kontrak, Thiago tetap harus memberikan pendanaan.Thiago menghubungi beberapa kenalan untuk menjual proyek
"Maaf, maaf ...," kata Dylan sambil mengangkat kepalanya. Sesaat melihat Yvonne, Dylan bergegas menyapanya. "Kakak Ipar."Yvonne mengerutkan alis, dia tidak mengenal pria ini. Kenapa pria ini memanggilnya kakak ipar? Ditambah, usia Dylan terlihat lebih tua daripada Yvonne."Kamu ....""Aku Dylan. Selama ini aku bekerja di luar negeri, baru pulang beberapa hari yang lalu," kata Dylan.Selama ini Dylan bertugas mengurus perusahaan yang berada di luar negeri. Karena tidak banyak orang yang mengenali wajahnya, makanya Shawn mengutusnya untuk menghadapi Thiago.Sejak perusahaan di Negara Fapron didirikan, Dylan yang bertugas mengurus semuanya. Bisa dibilang jabatan Dylan lebih tinggi daripada Xavier. Tentu saja, secara kemampuan dan kinerja, Dylan juga lebih bisa diandalkan."Aku baru bertemu Pak Shawn, sekarang mau pulang," kata Dylan saat melihat wajah Yvonne yang kebingungan.Yvonne mengangguk sambil tersenyum. "Oh, salam kenal. Baiklah, hati-hati di jalan."Dylan berpamitan dan pergi me
Ruben berusaha tetap tenang. "Aku hanya main-main ....""Main-main?" Wajah Quinn terlihat pucat. "Apakah aku boleh mengajak pria lain untuk bermain-main juga?""Jangan keterlaluan!" Ruben menatapnya dengan dingin, "Tadi kamu baru memukulku. Apakah menurutmu wajahku bisa dipukul seenaknya?"Hati Quinn terasa sangat sakit, dia menangis tersedu-sedu untuk melampiaskan kemarahannya. Dia keterlaluan? Siapa yang sebenarnya keterlaluan?Quinn marah, stres, dan kesal! Rasanya dia ingin mengambil pisau untuk menusuk Ruben.Kesabaran Ruben ada batasnya, dia membenci wanita yang marah-marah dan menangis histeris. Ketika melihat Quinn menangis, Ruben sama sekali tidak bersimpati. Dia justru muak dan jijik."Apa yang kamu tangisi? Kamu nggak malu dilihat Thiago?" Ruben tidak berniat untuk membujuk Quinn. Lagi pula tidak ada gunanya membujuk, biarkan Quinn mencerna dan menenangkan diri sendiri. "Tenang saja, aku cuma bersenang-senang. Kamu dan Thiago tetap prioritasku."Quinn tertawa miris. "Hehe ..
Thiago mengusap pundak Quinn. "Bu, Ayah bakal berubah. Dia hanya khilaf."Kalaupun Ruben memutuskan hubungannya dengan wanita itu, Quinn juga tidak bisa memaafkan Ruben dengan mudah. Quinn adalah wanita yang angkuh, dia tidak pernah menyangka Ruben akan mengkhianatinya.Namun nasi telah menjadi bubur, semua telah terjadi. Quinn menarik napas panjang dan berusaha menenangkan diri. "Katakan, siapa wanita itu?"Quinn ingin tahu, wanita seperti apa yang berhasil menggoda Ruben?Ruben tak berdaya. Di saat bersamaan, ponselnya berdering.Quinn dan Thiago langsung menatap Ruben dengan curiga. Ruben tidak menyukai tatapan ini, seolah dirinya telah melakukan kesalahan besar yang tak termaafkan.Ruben cuma bersenang-senang dengan wanita lain, ini bukan kesalahan besar."Aku hanya mau bersenang-senang, di mana letak kesalahannya? Lagi pula pria mana yang nggak pernah berselingkuh?" Ruben membalikkan badan dan pergi meninggalkan ruangan Quinn.Quinn dan Thiago murka melihat sikap Ruben yang acuh.
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"