Anas terdiam selama beberapa menit.Yvonne menunggu dengan sabar, dia tidak mendesak Anas."Aku dan Neil bertengkar," jawab Anas."Bertengkar? Gara-gara apa?" Yvonne seolah tak memercayai yang didengarnya."Seperti yang kamu tahu, ibunya Neil akan merestui hubungan kami kalau Neil berhasil mendapatkan perusahaan keluarganya. Sekarang Neil sudah berhasil mendapatkan perusahaan, tapi ibunya malah menambahkan syarat. Aku dilarang bekerja, aku disuruh menjadi ibu rumah tangga." Anas menghela napas. "Aku nggak mau, aku nggak mau meninggalkan pekerjaanku.""Terus apa kata Neil?" tanya Yvonne.Anas kelihatan kecewa saat membahas Neil. "Neil marah, katanya dia rela mengorbankan profesinya sebagai dokter, lantas kenapa aku nggak bisa berkorban sedikit untuk hubungan ini? Aku berpikir, apakah kami hanya bisa bersama kalau kami saling mengorbankan kehidupan masing-masing?"Anas tidak buta, dia sadar dan melihat semua pengorbanan Neil. "Yvonne, aku bersedia melakukan apa pun, tapi aku nggak bisa m
"Kali ini kami bertengkar hebat, dia benar-benar marah. Untuk masalah ini, dia membela ibunya. Aku bisa lihat, sebenarnya Neil berharap agar aku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya." Anas merasa tak berdaya. "Aku harus memilih salah satu, Neil atau pekerjaan."Yvonne tidak tahu bagaimana cara menghibur Anas. "Kamu nggak punya teman dan tempat tinggal di sini. Kamu tidur di rumahku saja, kamu bisa menempati kamar ini."Anas tersenyum. "Untung aku punya teman sebaik kamu.""Aku juga beruntung mempunyai sahabat seperti kamu. Kalau nggak ada kamu, aku dan ibuku nggak tahu harus tinggal di mana saat kabur ke Kota Sunrise." Yvonne teringat sesuatu, lalu bertanya, "Kamu mau minum? Aku ada anggur merah.""Nggak, aku nggak minum." Anas menggelengkan kepala. Alkohol tidak bisa membereskan akar permasalahan."Yvonne, kamu pulang saja, aku bisa sendiri, kok. Kamu punya suami dan anak, nggak perlu menemani aku. Aku juga perlu waktu sendiri, aku harus mempertimbangkan ingin memilih yang mana.""Baik
Yvonne berusaha mendorong tubuh Shawn. "Kamu ngapain? Minggir! Obatnya tumpah."Shawn menutup obat tersebut dan meletakkannya ke atas meja, lalu kembali menindih tubuh Yvonne.Yvonne menggeliat, dia tidak memberontak, tetapi hanya mencari posisi yang nyaman.Prang! Tiba-tiba terdengar dentuman keras dari ruang tamu."Suara apa itu?" Yvonne terkejut.Shawn mengerutkan alis, dia kesal mendengar suara yang mengacaukan kebahagiaannya.Yvonne menatap Shawn dan bertanya, "Ada orang di ruang tamu?""Em." Shawn mengangguk tak berdaya."Neil?" Meskipun Shawn tak mengatakan siapa yang berada di ruang tamu, hanya satu orang yang terbesit di kepala Yvonne."Dia mabuk." Shawn tidak mungkin meninggal Neil yang tengah mabuk parah.Prang! Bugh! Kembali terdengar suara kursi dan meja yang disusul rintihan kesakitan.Yvonne langsung mendorong Shawn dan merapikan pakaiannya. "Sana, coba cek Neil."Shawn beranjak dari tempat tidur, lalu turun untuk mengecek keadaan Neil. Begitu lampu ruang tamu dinyalakan
Hari ini adalah hari yang menegangkan karena Grup Skyward akan mengirimkan uang senilai 1,2 triliun sebagai pembayaran investasi tahap pertama kepada Grup Dorga.Walaupun keuangan Grup Skyward agak ketat, mereka masih memiliki dana sebanyak triliunan.Setelah menerima uangnya, Thiago dan Dylan berjabat tangan."Semoga kerja sama ini berjalan lancar. Aku berharap produk yang dihasilkan bisa menguasai pasar."Dylan tersenyum. "Pasti, pasti. Produk yang kita kembangkan pasti akan mendunia."Thiago tertawa bahagia. Produk yang dikembangkan Grup Dorga telah mencapai tahap akhir, masa-masa pembakaran uang sudah lewat. Sekarang adalah waktunya produksi dan memasarkan produk.Thiago merasa beruntung, dia mendapatkan proyek ini di momen yang tepat.Dylan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu bagaimana menghadapi teman-temanku. Aku mengabaikan ajakan kerja sama mereka dan memilihmu."Thiago tersenyum sambil menepuk pundak Dylan. "Aku berharap kita bisa menjalin hubungan kerja sama yang lebih b
"Apa maksud Ayah?" Thiago malu melihat tindakan Ruben.Ruben sudah tua, untuk apa mencari masalah dengan berselingkuh? Jika Quinn tahu, dia pasti marah besar."Ayah, usir wanita ini!" Meskipun kesabarannya mulai terkuras habis, Thiago berusaha menahan dirinya untuk tidak bermain tangan.Caroline ketakutan melihat Thiago, dia langsung memeluk Ruben dan menatapnya dengan memelas.Ruben kesal melihat Thiago yang menakuti Caroline. Dia langsung memelototi Thiago dan memperingatkannya, "Hanya karena kamu berhasil mendapatkan perusahaan, bukan berarti kamu berhak memerintahku. Aku adalah ayahmu, kamu nggak punya mengaturku."Setelah selesai bicara, Ruben memerintahkan sopir untuk jalan. Mobil pun pergi meninggalkan Thiago yang mematung di tempat.Saking marahnya, tubuh Thiago sampai bergetar hebat.Olivia menghampiri Thiago dan menghiburnya. "Jangan marah dulu, mungkin nggak seperti yang kamu lihat ....""Lantas apakah aku harus menangkap basah mereka di atas ranjang?" Napas Thiago terdengar
"Tiga triliun," jawab Dylan.Bibir Thiago langsung berkedut, rasanya dia ingin melontarkan makian."Bagi Grup Skyward, uang segitu hanyalah uang kecil," Dylan menambahkan.Thiago terdiam .... Saat ini perusahaan tidak memiliki uang sebanyak itu. Setelah menginvestasikan uang sejumlah 1,2 triliun, dana cair perusahaan tersisa tidak banyak. Namun Thiago harus menjaga nama baik perusahaan, dia tidak mungkin mengatakan tidak punya uang. Jika dewan direksi sampai mengetahuinya, posisi Thiago sebagai presdir bisa terancam."Berikan aku waktu," kata Thiago.Setelah berpikir, akhirnya Thiago menemukan sebuah cara. Saat ini masih ada beberapa proyek berjalan, Thiago berencana mengalihkan dan menjual proyek tersebut kepada perusahaan.Thiago tidak ingin melepaskan proyek Grup Dorga, ini adalah proyek pertamanya. Proyek ini harus berhasil! Selain itu, kedua belah pihak telah menandatangani kontrak, Thiago tetap harus memberikan pendanaan.Thiago menghubungi beberapa kenalan untuk menjual proyek
"Maaf, maaf ...," kata Dylan sambil mengangkat kepalanya. Sesaat melihat Yvonne, Dylan bergegas menyapanya. "Kakak Ipar."Yvonne mengerutkan alis, dia tidak mengenal pria ini. Kenapa pria ini memanggilnya kakak ipar? Ditambah, usia Dylan terlihat lebih tua daripada Yvonne."Kamu ....""Aku Dylan. Selama ini aku bekerja di luar negeri, baru pulang beberapa hari yang lalu," kata Dylan.Selama ini Dylan bertugas mengurus perusahaan yang berada di luar negeri. Karena tidak banyak orang yang mengenali wajahnya, makanya Shawn mengutusnya untuk menghadapi Thiago.Sejak perusahaan di Negara Fapron didirikan, Dylan yang bertugas mengurus semuanya. Bisa dibilang jabatan Dylan lebih tinggi daripada Xavier. Tentu saja, secara kemampuan dan kinerja, Dylan juga lebih bisa diandalkan."Aku baru bertemu Pak Shawn, sekarang mau pulang," kata Dylan saat melihat wajah Yvonne yang kebingungan.Yvonne mengangguk sambil tersenyum. "Oh, salam kenal. Baiklah, hati-hati di jalan."Dylan berpamitan dan pergi me
Ruben berusaha tetap tenang. "Aku hanya main-main ....""Main-main?" Wajah Quinn terlihat pucat. "Apakah aku boleh mengajak pria lain untuk bermain-main juga?""Jangan keterlaluan!" Ruben menatapnya dengan dingin, "Tadi kamu baru memukulku. Apakah menurutmu wajahku bisa dipukul seenaknya?"Hati Quinn terasa sangat sakit, dia menangis tersedu-sedu untuk melampiaskan kemarahannya. Dia keterlaluan? Siapa yang sebenarnya keterlaluan?Quinn marah, stres, dan kesal! Rasanya dia ingin mengambil pisau untuk menusuk Ruben.Kesabaran Ruben ada batasnya, dia membenci wanita yang marah-marah dan menangis histeris. Ketika melihat Quinn menangis, Ruben sama sekali tidak bersimpati. Dia justru muak dan jijik."Apa yang kamu tangisi? Kamu nggak malu dilihat Thiago?" Ruben tidak berniat untuk membujuk Quinn. Lagi pula tidak ada gunanya membujuk, biarkan Quinn mencerna dan menenangkan diri sendiri. "Tenang saja, aku cuma bersenang-senang. Kamu dan Thiago tetap prioritasku."Quinn tertawa miris. "Hehe ..