Tak berapa lama, akhirnya ambulans datang untuk membawa Shawn dan Niko ke rumah sakit.Yvonne telah mengundurkan diri sebagai dokter. Meskipun memiliki kemampuan, Yvonne tak bisa membantu mereka. Selain menunggu, saat ini tak banyak hal yang dapat dilakukan.Dokter membersihkan dan mengobati luka di tubuh mereka. Untuk sementara ini kondisi Shawn dan Niko masih perlu diamati.Niko dan Shawn ditempatkan di ruangan yang berbeda. Yvonne tak dapat menjaga keduanya secara bersama-sama.Akhirnya Yvonne menelepon Samantha dan memintanya untuk datang menemani Niko.Yvonne juga tak lupa menelepon Leah untuk mengabarinya. "Bi, malam ini aku dan Shawn tidak pulang. Apakah Dio baik-baik saja?""Tenang saja, ada aku yang merawat Dio," jawab Leah.Yvonne memercayai Leah. "Em, terima kasih."Setelah menutup panggilan Leah, Yvonne lanjut menghubungi Xavier. Yvonne hanya memberi tahu Xavier bahwa Shawn terluka dan tidak bisa pergi bekerja.Xavier panik mendengar Shawn yang terluka. " Ada apa dengan Pak
Yvonne menghampiri Shawn sambil bertanya, "Sudah sadar? Ada yang sakit?"Shawn tidak menjawab, dia hanya fokus menatap Yvonne.Yvonne masih mengenakan baju yang sama. Meskipun tidak terluka, pakaian Yvonne robek dan berantakan."Aku belum sempat ganti baju," kata Yvonne sesaat menyadari tatapan Shawn yang memperhatikan pakaiannya.Shawn berkata, "Kalau kamu tidak menyukai Yura, aku bisa memindahkannya ke departemen lain."Ternyata Shawn mendengar pembicaraan Yvonne dan Xavier. Sebelumnya Yvonne juga pernah menanyakan masalah Yura kepada Shawn.Shawn berpikir, mungkin Yvonne tidak senang melihat ada wanita lain berada di sekitar Shawn.Xavier mengerutkan alis, dia tidak mengerti kenapa mereka tiba-tiba membahas Yura."Yura bekerja dengan baik, dia jarang melakukan kesalahan." Xavier merasa berhak memberikan penilaian kepada Yura.Sebenarnya Xavier tidak ingin Yura diganti. Jika diganti sekretaris baru, Xavier harus beradaptasi dan memoles kecocokan bersama orang baru.Yvonne berkata kep
Ternyata begini rasanya kehangatan cinta.Shawn tak dapat melihat wajah Yvonne, dia hanya dapat melihat rambutnya yang berwarna hitam. "Sebenarnya aku tahu bom yang dipakai Niko adalah peledak palsu. Apakah kamu marah?"Yvonne kaget. "Apa? Kamu tahu bom itu palsu?"Shawn mengangguk. Sesaat melihat bentuk bom, Shawn langsung menyadari bahwa bom tersebut palsu."Kenapa aku mesti marah?" Yvonne tersenyum. Shawn telah membuktikannya cintanya kepada Yvonne. Nyatanya Shawn mengorbankan diri sendiri demi melindungi Yvonne.Bom yang dimiliki Niko memang palsu, tetapi bom yang kedua adalah bom asli.Yvonne tumbuh di tengah keluarga yang penuh konflik. Kondisi tubuh Samantha lemah, sedangkan Calvin menjalani hidup bersama selingkuhannya. Selama ini Yvonne jarang mendapatkan kasih sayang dari orang lain."Saat menikah denganmu, aku nggak pernah berpikir bakal ada hari ini." Tak hanya Yvonne, Shawn sendiri pun tak menyangka."Tok, tok." Samantha mengetuk pintu ruangan Shawn. "Yvonne, Niko sudah sa
Perawat masuk sambil membawa nampan obat. Dia memasuki ruangan Shawn tanpa mengetuk pintu.Sesaat mendengar suara pintu yang dibuka, Yvonne melepaskan kecupannya dan membenamkan kepalanya ke pelukan Shawn.Perawat tersebut tersentak, dia berdiri mematung di tempat.Shawn menatap perawat itu dan berkata dengan dingin, "Pergi!"Perawat itu terbangun dari lamunan, dia pun panik dan menyadari kesalahannya. Harusnya dia mengetuk pintu sebelum masuk.Perawat tersebut berdiri di depan pintu sambil mengelus dadanya. Tatapan Shawn terlalu mengerikan, saking menyeramkannya sampai membuat perawat merinding."Dilihat orang, 'kan? Malu, 'kan?" Yvonne tidak berani mendorong Shawn karena takut mengenai lukanya."Kita adalah suami istri." Shawn bangkit dari tempat tidur dan merapikan pakaiannya.Yvonne tersenyum melihat tingkah Shawn. Ketika mereka beranjak keluar, perawat tersebut masih berdiri di depan pintu.Yvonne berkata, "Taruh saja obatnya di meja.""Baik," jawab perawat tersebut, lalu bergegas
Niko berbisik di telinga Yvonne, "Suruh Shawn pura-pura mati ....""Apa?" Yvonne berteriak sebelum Niko menyelesaikan kalimatnya."Aduh, jangan emosi dulu. Dengarkan aku." Niko menenangkan Yvonne.Yvonne kembali mendekatkan telinganya sambil melirik Shawn."Kak, reaksimu berlebihan banget."Yvonne menatapnya dengan sinis. "Cepat katakan, apa rencanamu?"Niko tertawa melihat reaksi Yvonne. Setelah kejadian ini, Yvonne pasti makin mencintai Shawn.Menurut Niko, bencana ini justru menguntungkan Shawn."Begini, suruh Shawn untuk berpura-pura meninggal, sedangkan aku akan pergi menemui wanita itu untuk memberitahunya mengenai kematian Shawn. Saat bertemu, aku akan menangkap dan melihat wajahnya. Kalau bukan Shawn yang membunuh ibuku, pasti wanita itu pelakunya. Dia membunuh ibuku dan menjadikan Shawn sebagai kambing hitam. Dia ingin meminjam tanganku untuk melawan kamu dan Shawn. Semua ini adalah rencananya."Yvonne merasa ide yang diberikan Niko lumayan bagus."Em, idemu bagus, sih ....""
Shawn berkata, "Maaf, aku tadi tidak kepikiran, padahal aku bisa menelepon Bibi Leah ....""Aku pulang saja." Yvonne menyela ucapan Shawn.Kebetulan Yvonne ingin pulang mengecek kondisi Dio. Apalagi Leah harus menemani Dio, dia tidak bisa mengantarkan pakaian.Yvonne berdiri, sedangkan Shawn duduk di tempat tidur. Meskipun Shawn duduk, posturnya masih lebih tinggi daripada Yvonne.Shawn mengulurkan tangan dan memeluk Yvonne.Yvonne tersenyum sambil memukul manja. "Kamu nggak takut tertangkap basah lagi?""Kenapa harus takut?" Shawn tersenyum.Yvonne mengecup pipi Shawn dengan lembut. "Kamu masih terluka, istirahatlah. Aku juga mau pulang melihat Dio.""Em." Shawn mengangguk.Yvonne pulang dengan menggunakan taksi.Dio sangat tenang, dia tidak menangis selama diasuh Leah. Sepertinya Dio sudah mulai mengenali orang, dia sangat senang saat melihat kepulangan Yvonne.Dio mengulurkan tangannya, dia mau digendong Yvonne.Yvonne tidak langsung menggendong Dio karena belum mandi."Ibu mandi du
Entah kenapa, kali ini Shawn malah merasa canggung. Padahal mereka sudah pernah melihat tubuh satu sama lain.Yvonne membuka celana Shawn secara perlahan. Dia juga merasa malu dan tidak enak hati."Aku sendiri saja," kata Shawn.Yvonne tertawa melihat wajah Shawn yang memerah. Astaga, Shawn bisa tersipu malu?Pria ini adalah Shawn, dia dikenal sebagai pria yang dingin dan arogan! Kenapa sekarang dia berlagak seperti pemuda polos?"Shawn ...." Yvonne tak dapat menahan tawanya.Shawn berusaha tetap tenang. "Apa yang lucu?""Lucu, lucu banget. Hahaha ...."Shawn melemparkan celananya kepada Yvonne. "Pakaikan!"Yvonne mengambil celana yang dilemparkan. "Kamu yakin?""Aku lagi sakit, kamu harus melayaniku," jawab Shawn dengan arogan.Yvonne menggelengkan kepala, sikap pria ini berubah lebih cepat daripada membalikkan telapak tangan."Aku lepaskan celanamu, ya?" Yvonne kembali memastikan.Shawn mengangguk, tetapi sesaat Yvonne menyentuh pinggangnya, sekujur tubuh Shawn langsung terasa kaku.
Yvonne bergegas bangkit dari tempat tidur. "Kamu masih lemah, ngapain ke sini? Apakah terjadi sesuatu? Kenapa kamu cemberut?"Kedua mata Niko memerah, suaranya pun terisak-isak.Samantha menyusul belakangan pun bergegas menjelaskan, "Barusan pihak kepolisian telepon, katanya kasus Kayla telah ditutup dan jenazahnya boleh dibawa pulang.""Apa?" Yvonne terkejut mengetahui polisi yang menutup kasusnya begitu saja.Jika dipikir-pikir, Yvonne bisa mengerti sisi kepolisian. Pelaku tersebut pasti tidak berani memperbesar masalah ini. Pelaku tersebut menjadikan Shawn sebagai kambing hitam, padahal bukan Shawn yang membunuh Kayla. Sekarang Shawn masih hidup, pelaku itu tidak berani memprovokasi Shawn."Katanya besok pengadilan akan memutus perkara ini. Apakah kamu bisa menemaniku?" tanya Niko yang bersandar di pintu.Yvonne menghampiri Niko dan memeluknya. "Aku akan menemanimu. Aku rasa pelaku yang membunuh ibuku takut ketahuan, makanya dia buru-buru menutup kasus ini.""Kasusnya telah ditutup,
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"