Entah kenapa, kali ini Shawn malah merasa canggung. Padahal mereka sudah pernah melihat tubuh satu sama lain.Yvonne membuka celana Shawn secara perlahan. Dia juga merasa malu dan tidak enak hati."Aku sendiri saja," kata Shawn.Yvonne tertawa melihat wajah Shawn yang memerah. Astaga, Shawn bisa tersipu malu?Pria ini adalah Shawn, dia dikenal sebagai pria yang dingin dan arogan! Kenapa sekarang dia berlagak seperti pemuda polos?"Shawn ...." Yvonne tak dapat menahan tawanya.Shawn berusaha tetap tenang. "Apa yang lucu?""Lucu, lucu banget. Hahaha ...."Shawn melemparkan celananya kepada Yvonne. "Pakaikan!"Yvonne mengambil celana yang dilemparkan. "Kamu yakin?""Aku lagi sakit, kamu harus melayaniku," jawab Shawn dengan arogan.Yvonne menggelengkan kepala, sikap pria ini berubah lebih cepat daripada membalikkan telapak tangan."Aku lepaskan celanamu, ya?" Yvonne kembali memastikan.Shawn mengangguk, tetapi sesaat Yvonne menyentuh pinggangnya, sekujur tubuh Shawn langsung terasa kaku.
Yvonne bergegas bangkit dari tempat tidur. "Kamu masih lemah, ngapain ke sini? Apakah terjadi sesuatu? Kenapa kamu cemberut?"Kedua mata Niko memerah, suaranya pun terisak-isak.Samantha menyusul belakangan pun bergegas menjelaskan, "Barusan pihak kepolisian telepon, katanya kasus Kayla telah ditutup dan jenazahnya boleh dibawa pulang.""Apa?" Yvonne terkejut mengetahui polisi yang menutup kasusnya begitu saja.Jika dipikir-pikir, Yvonne bisa mengerti sisi kepolisian. Pelaku tersebut pasti tidak berani memperbesar masalah ini. Pelaku tersebut menjadikan Shawn sebagai kambing hitam, padahal bukan Shawn yang membunuh Kayla. Sekarang Shawn masih hidup, pelaku itu tidak berani memprovokasi Shawn."Katanya besok pengadilan akan memutus perkara ini. Apakah kamu bisa menemaniku?" tanya Niko yang bersandar di pintu.Yvonne menghampiri Niko dan memeluknya. "Aku akan menemanimu. Aku rasa pelaku yang membunuh ibuku takut ketahuan, makanya dia buru-buru menutup kasus ini.""Kasusnya telah ditutup,
Bocah ingusan pun tahu, mana mungkin Kayla melarikan diri dari rumah sakit? Memangnya tidak ada petugas yang berjaga di sana?Jelas, pasti ada orang yang menyogok petugas keamanan untuk membebaskan Kayla.Melihat Niko yang mengepalkan tangan, Yvonne langsung menepuk pundaknya dan menenangkannya. "Jangan emosi, tenangkan dirimu.""Nggak bisa, aku nggak bisa!" Niko marah mendengar putusan yang menyatakan Kayla bunuh diri.Niko tidak bisa menerima kenyataan ini. Kayla jelas dibunuh, tapi sayangnya Niko tak memiliki bukti.Dada Niko terasa sesak, dia menyesal karena tak dapat berbuat apa-apa.Yvonne hanya bisa menghela napas, dia memberikan waktu kepada Niko untuk mengatur emosinya.Setelah bacaan putusan selesai, Samantha menemani Niko untuk pergi melihat jenazah Kayla.Yvonne tidak ikut, dia menunggu di depan pintu.Tak berapa lama, seorang wartawan wanita berjalan melewati Yvonne. Yvonne menoleh secara spontan, wajah wartawan itu terasa sangat familier.Hanya saja Yvonne tidak bisa meng
Yvonne berdeham, lalu lanjut berkata, "Sebenarnya aku yang membeli lahan di samping makam Ayah."Yvonne sengaja membelinya agar Kayla tidak dimakamkan di sana. Sebenarnya Yvonne melakukan itu hanya semata demi menghalangi Kayla dimakamkan di samping Calvin.Yvonne bukan sengaja ingin membeli lahan tersebut untuk Samantha. Hidup Samantha masih panjang, Yvonne tidak bermaksud menyiapkan lahan tersebut untuk pemakaman Samantha kelak.Niko tidak langsung meresponsnya, dia berusaha mencerna ucapan Yvonne. Setelah berpikir sejenak, Niko bertanya, "Kamu membelinya untuk Bibi?"Yvonne tidak ingin menjelaskan panjang lebar, jadi dia langsung menjawab, "Iya.""Hah ...." Niko menghela napas panjang, dia terlambat selangkah. Niko belum sedewasa Yvonne yang dapat berpikiran jauh ke depan.Niko baru kepikiran untuk membeli lahan makam setelah mengetahui kematian Kayla."Kak, kamu cerdas banget. Nggak heran Ayah mewariskan perusahaan kepadamu," kata Niko.Niko sama sekali tidak iri dengan Yvonne. Yvo
Quinn membujuk Graham untuk memberikan kesempatan kepada Thiago. Setelah berbagai sanjungan yang diberikan, akhirnya Quinn berhasil mendapatkan dukungan Graham."Shawn, apakah tidak ada yang ingin kamu jelaskan?" Graham bertanya dengan ketus.Shawn sengaja menunjukkan ekspresi kesal, tidak rela, dan tidak percaya. Dia bersikap seolah tidak tahu menahu mengenai masalah hari ini.Shawn menegur Xavier di hadapan semua orang. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa dokumen sepenting itu bisa jatuh ke tangan orang lain?""Pak, maafkan aku. Aku juga tidak tahu bagaimana dokumen itu bisa jatuh ke tangan orang lain." Xavier menundukkan kepala."Sekarang bukan waktunya untuk memarahi bawahanmu. Cepat atau lambat, rahasia ini pasti akan terungkap juga."Thiago mendengus dingin. "Aku pikir nggak akan ada yang bisa mengalahkan kamu, ternyata kamu nggak ada apa-apanya."Xavier tidak terima, dia membela Shawn dan menentang ucapan Thiago. "Apa maksudmu? Siapa yang tidak pernah melakukan kesalahan? Selama ini
Yvonne menjawab, "Hari ini aku bertemu seorang wanita .... Ah, sudahlah, nggak penting."Yvonne mengempaskan pikirannya, mungkin hanya mirip. Apalagi hari ini Shawn sangat sibuk, Yvonne tidak mau menambah beban masalahnya.Shawn mengerutkan alis. "Kenapa bercerita setengah-setengah?"Yvonne tersenyum. "Nggak penting, kok. Pemakaman Kayla akan diadakan besok ....""Tok, tok." Di saat bersamaan, seseorang mengetuk pintu ruangan."Masuk," jawab Yvonne.Xavier membuka pintu dan masuk sambil membawa sebuah kardus yang berisi dokumen serta beberapa peralatan kantorXavier meletakkan semua barang-barang ke atas meja, lalu menghampiri Shawn dan berkata, "Pak, mereka memilih Thiago untuk menjadi presdir."Shawn tidak kaget, dia mengangguk dan menjawab, "Em, baik."Semua berjalan sesuai rencana Shawn. Quinn baru menurunkan kewaspadaannya bila Shawn meninggalkan perusahaan."Aku kesal melihat para dewan direksi yang cuma memikirkan keuntungan dan saham. Selama ini, sudah berapa banyak keuntungan
"Kalau tidak merepotkan, tolong bantu aku mengurusnya," kata Shawn sambil mengernyit misterius.Xavier berusaha menahan tawanya. Akhirnya ada wanita yang berhasil mengontrol Shawn.Yvonne lanjut mengobati luka Shawn. "Em, kamu istirahat saja."Shawn menggenggam tangan Yvonne sambil berkata, "Biar Xavier temani. Jangan lama-lama, ya!"Yvonne mengangguk dan pergi bersama Xavier. "Ayo, jalan."Xavier mengikuti Yvonne dengan ragu-ragu. Tampaknya dia ingin mengatakan sesuatu.Yvonne kesal melihat sikap Xavier. "Ada apa? Ada yang ingin kamu katakan?""Tidak ada apa-apa. Aku cuma ingin bilang, kayaknya kamu berpikir kejauhan. Yura sama sepertiku, kami bekerja untuk Pak Shawn ....""Kamu tahu dari mana aku berpikir kejauhan?" Yvonne memotong ucapan Xavier.Xavier tak bisa menjawab, dia pun terpaksa menutup mulut. Begitu masuk ke dalam mobil, Xavier menyalakan mesin mobil dan pergi menemui Yura. Mereka tidak mengobrol di sepanjang perjalanan.Sesampainya di rumah Yura, Xavier mengetuk pintu rum
Yvonne sama sekali tidak merasa terintimidasi, dia menjawab dengan tenang, "Apa hubungannya dengan kamu yang tidak mau pindah ke luar negeri?""Sebagai seorang sekretaris, pekerjaanku tidak hanya terbatas untuk menjawab telepon dan menyiapkan rapat, aku juga perlu mengatur jadwal serta perjalanan Pak Shawn. Aku harus menyaring semua dokumen yang diserahkan setiap departemen, membuat laporan ...," Yura menjelaskan dengan lugas."Tugas utamaku adalah mendampingi atasanku. Kalau Pak Shawn tidak pindah, untuk apa aku pindah?" tanya Yura.Yvonne mendengarkan dengan sabar. "Oh, jadi kamu takut tidak ada pekerjaan?""Kalau Pak Shawn tidak pergi, aku memang tidak ada pekerjaan," jawab Yura.Yvonne mengangguk sambil tersenyum. "Bagaimana kalau kamu pindah departemen?"Yura tersentak, dia langsung menolak tanpa berpikir panjang. "Tidak mau."Yvonne tidak terkejut melihat reaksi Yura, dia tetap menghadapinya dengan senyuman. "Kenapa?""Aku sudah terbiasa dengan posisi ini. Lagi pula orang lain be
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"